HEADLINE

KPK Didesak Tindaklanjuti Temuan IndonesiaLeaks

"Pimpinan KPK didesak untuk memproses perusakan barang bukti oleh dua bekas penyidik dari unsur kepolisian, Roland Ronaldy dan Harun ke ranah pidana."

Astri Septiani, Farid Hidayat, Rizky Fauzan, Ryan Suhendra

KPK Didesak Tindaklanjuti Temuan IndonesiaLeaks
Spanduk

KBR, Jakarta - Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) didesak memproses dugaan perusakan barang bukti oleh dua bekas penyidik dari unsur kepolisian, Roland Ronaldy dan Harun ke ranah pidana. Barang bukti berupa buku merah berisi catatan alur transaksi keuangan perusahaan milik Basuki Hariman--terpidana suap perkara di Mahakamah Konstitusi. Perusakan terjadi karena buku itu diduga memuat nama Tito Karnavian dalam aliran dana miliaran Rupiah pengusaha impor daging tersebut.

Dorongan setidaknya disampaikan organisasi sipil antikorupsi Indonesia Corruption Watch (ICW) dan bekas pimpinan KPK, Bambang Widjojanto. Keduanya menilai, aksi dua penyidik KPK itu memenuhi unsur untuk diproses dengan pasal menghalang-halangi penyidikan korupsi.

Anggota Divisi Investigasi ICW Lais Abid menuturkan, perbuatan merusak barang bukti bisa dijerat pasal 21 Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

"Itu tetap dikatagorikan sebagai menghalangi penyidikan karena menghalangi barang bukti. Kasusnya Fredrich Yunadi saja hanya sekedar  menyembunyikan tersangka bisa kena pasal itu. Saya rasa hampir sama, ini yg dihilangkan barang bukti," tutur Lais saat dihubungi KBR, Senin (8/10/2018).

Ulah Roland dan Harun menurut Lais, mestinya beroleh ganjaran lebih dari sekadar sanksi etik. Dan pengembalian keduanya ke institusi asal, menurutnya tak bisa jadi alasan bagi KPK untuk tak mempersoalkan perusakan barang bukti.

"Walaupun kedua orang tersebut sudah bukan lagi pegawai KPK, pasal 21 tersebut tetap bisa dikenakan karena konteks pasal ini bisa dikenakan ke siapapun yang merintangi upaya penyidikan, tanpa pandang latar belakang."

Senada, bekas Pimpinan KPK Bambang Widjojanto menilai tindakan dua bekas penyidik KPK itu bisa dikategorikan pidana.

"Dapat dikualifikasikan pelanggaran disiplin berat sesuai pasal 8 huruf g, l dan n Peraturan KPK Nomor 10 Tahun 2016 tentang disipin pegawai dan penasihat KPK. Jika merujuk pada pasal 8 huruf s bisa dikategorikan pidana, setidaknya merintangi pemeriksaan," jelas Bambang dalam pernyataan tertulis, Senin (8/10/2018).

Baca juga:

    <li><b><a href="https://kbr.id/editorial/10-2018/ujian_integritas_kpk/97613.html">[TAJUK] Ujian Integritas KPK</a><br>
    
    <li><a href="https://kbr.id/nasional/10-2018/skandal_perusakan_buku_merah/97396.html#KETIKA_PENYIDIK_MERUSAK_BARANG_BUKTI_"><b>Ketika Penyidik KPK Merusak Barang Bukt</b>i</a>&nbsp;<br>
    

Kritik ke Pimpinan

Bukan saja memperkarakan aksi Roland dan Harun, Bambang juga mengkritik respons pimpinan lembaga antirasuah. Ia menyebut, temuan yang diungkap IndonesiaLeaks mengindikasikan pimpinan KPK mengetahui informasi tersebut namun diduga menyembunyikannya.

"Yang harus dipersoalkan dalam kekisruhan ini, di mana posisi hukum dan nurani keadilan komisioner KPK sekaligus pimpinan KPK. Kejahatan yang paling hakiki dengan derajat luar biasa terjadi di depan mata, hidung dan telinga tapi Pimpinan KPK 'tinggak diam' dan mati suri," kata Bambang.

"Yang tidak bisa dimaafkan dan sulit untuk dimengerti, pimpinan KPK dapat dituding sengaja menyembunyikan kejahatan," tambahnya lagi.

Untuk membuktikan tudingan itu tak benar maka menurut Bambang, Pimpinan KPK harus bergegas menindaklanjuti kasus perusakan barang bukti. Juga, memeriksa Tito Karnavian terkait dugaan aliran duit pengusaha impor daging, Basuki Hariman. KPK wajib membongkar dan mengusut dugaan korupsi ini hingga tuntas. 

Terkait perkara ini, Bambang juga mengusulkan pembentukan dewan etik. Sebab ia mencium indikasi pelanggaran oleh pimpinan lembaga antirasuah.

"Saatnya Dewan Etik dibuat dan ditegakkan karena ada indikasi sebagian pimpinan KPK telah mengetahui kejahatan yapi justru 'menyembunyikan' dan berpura-pura tidak tahu atau setidaknya melakukan tindakan yang tidak patut, yang seharusnya menegakkan nilai-nilai dasar KPK" kata dia.

Bambang khawatir, sikap pimpinan KPK tersebut bakal merusak reputasi lembaga yang menurutnya susah payah dibangun bertahun-tahun.

Baca juga:

    <li><b><a href="https://kbr.id/nasional/10-2018/skandal_perusakan_buku_merah/97396.html#KETIKA_BUKU_MERAH_DISOBEK">Buku Merah</a><br>
    
    <li><b><a href="https://kbr.id/nasional/10-2018/skandal_perusakan_buku_merah/97396.html#BAP_DAN_ALIRAN_DANA_YANG_TAK_PERNAH_MUNCUL">BAP dan Aliran Dana yang Tak Pernah Muncul</a>&nbsp;</b><br>
    


Jawaban KPK dan Polisi

Sementara juru bicara KPK Febri Diansyah mengatakan, hingga kini lembaganya tak berpikiran untuk menindaklanjuti temuan IndonesiaLeaks ataupun memperkarakan dua bekas penyidiknya. Ia berdalih, pemeriksaan terhadap Roland Ronaldy dan Harun tak lagi bisa dilakukan karena keduanya sudah bukan pegawai KPK.

Kata Febri, Roland dan Harun ditarik kembali ke kepolisian pada Oktober 2017, saat pemeriksaan di internal KPK masih berlangsung. 

"Saya pastikan bahwa memang ruang lingkup pemeriksaan yang dilakukan tim pengawas di internal tersebut adalah terhadap pegawai KPK. Jadi, proses pemeriksaan tidak bisa lagi dilakukan sepenuhnya kalau statusnya bukan lagi pegawai KPK," tutur Febri saat konferensi pers di Gedung Merah Putih KPK, Kuningan, Senin (8/10/2018).

Ia menambahkan, pengembalian dua penyidik itu ke kepolisian sebagai bagian dari sanksi. Kata dia, Direktorat Pengawasan Internal KPK menyimpulkan Roland dan Harun terbukti melanggar etik.

Pada Senin (8/10/2018), sejumlah media yang tergabung dalam IndonesiaLeaks mempublikasikan hasil investigasi perusakan barang bukti buku merah. Laporan itu mengungkap aksi Roland Ronaldy dan Harun merobek 9 lembar catatan dalam buku catatan keuangan perusahaan Basuki Hariman.

Dengarkan juga: [KBRPrime] Skandal Perusakan Buku Merah

Pada halaman yang tersisa, ada sebagian nama yang dihapus dengan tip-ex. Aksi keduanya terekam kamera pengawas atau CCTV di ruang kolaborasi lantai 9 Gedung KPK pada 7 April 2017. Salah satu nama yang tertera dalam buku bersampul merah tersebut diduga adalah Tito Karnavian--yang saat itu menjabat Kapolda Metro Jaya.

Namun, Kepolisian membantah adanya aliran dana dari pengusaha impor daging, Basuki Hariman ke Tito Karnavian. Direktur Reserse Kriminal Khusus Polda Metro Jaya, Adi Deriyan mengklaim polisi telah menyelidiki dugaan tersebut dan telah meminta keterangan Basuki.

"Kami tanya ke dia (Basuki) apa benar pernah memberikan apa yang tercatat dalam buku merah, Pak Basuki jawab tidak pernah. Jadi selesai. Kalau sumbernya saja tidak bilang tidak pernah, mengapa harus bilang ada?" kata Adi di Jakarta, Senin (8/10/2018).

Ia pun mengklaim selama ini pengadilan tidak pernah mempermasalahkan soal buku catatan keuangan milik Basuki Hariman. Ia menganggap kasus itu telah selesai.

Baca juga:

    <li><b><a href="https://kbr.id/nasional/10-2018/skandal_perusakan_buku_merah/97396.html#MENGULANG_BAP_">Mengulang BAP Kumala Dewi</a>&nbsp;<br>
    
    <li><a href="https://kbr.id/nasional/10-2018/skandal_perusakan_buku_merah/97396.html#MENDORONG_TRANSPARANSI_KPK_"><b>Mendorong Transparansi KPK di Balik Perusakan Buku Merah</b></a>&nbsp;<br>
    



Editor: Nurika Manan

  • Skandal Buku Merah
  • KPK
  • Komisi Pemberantasan Korupsi KPK
  • ICW
  • Bambang Widjojanto
  • korupsi
  • Tito Karnavian

Komentar

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!