BERITA

Kejagung Tolak Gabung dengan Densus Tipikor

"Jaksa Agung, Muhammad Prasetyo beralasan belum ada dasar hukium"

Kejagung Tolak  Gabung dengan Densus Tipikor
Jaksa Agung M Prasetyo. (Foto: Antara)

KBR, Jakarta- Kejaksaan Agung enggan bergabung dengan Detasemen Khusus Tindak Pidana Korupsi (Densus Tipikor) yang sedang dibentuk Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri). Hal itu disampaikan Jaksa Agung, Muhammad Prasetyo, saat rapat kerja dengan Komisi III di Komplek Parlemen RI, Rabu (11/10/17).

Prasetyo khawatir Kejaksaan dianggap sebagai saingan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) jika bergabung dalam Densus Tipikor. Selain itu belum ada dasar hukum penyatuan Polri dan Kejaksaan dalam sebuah lembaga untuk memberantas korupsi.

"Karena untuk menyatukan diri dengan Densus yang ada tentunya berkaitan dengan masalah independensi kelembagaan. Kedua belum ada Undang-undang sebagai dasar dari penyatuan itu. Disamping saya ingin sampaikan juga menghindari adanya anggapan nanti dianggap saingan dari KPK," kata Prasetyo di Ruang Rapat Komisi III DPR RI, Rabu (11/10/17).

Prasetyo mengatakan, Kejaksaan memilih berpegang  pada Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) tentang penanganan tindak pidana korupsi. KUHAP mengatur bahwa Kejaksaan menerima hasil penyelidikan dan penyidikan dari Polri untuk diproses.

Saat ini Polri masih melakukan berbagai persiapan dalam pembentukan Densus Tipikor. Bekas gedung utama Polda Metro Jaya setinggi empat lantai disiapkan untuk markas Densus Tipikor. Penggunaan gedung tersebut menunggu pembangunan gedung baru Polda Metro Jaya setinggi 27 lantai selesai pada akhir tahun ini.

Polri menargetkan Densus Tipikor bisa berjalan pada awal tahun 2018 mendatang. Pembentukan Densus Tipikor ini merupakan usulan Komisi III DPR bidang hukum pada pertengahan Mei 2017 lalu.

Editor: Rony Sitanggang

  • densus tipikor

Komentar (0)

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!