BERITA

Stres, Tak Selalu Negatif, Ada Juga Lho Positifnya

Stres, Tak Selalu Negatif,  Ada Juga Lho Positifnya

KBR, Jakarta - Anda pernah stres karena pekerjaan yang terlalu banyak? Atau kesal dengan permasalahan yang terjadi di dalam keluarga? Nah, banyak orang merasa stres itu menyebalkan dan membuat mood jadi ngedown karena selalu kepikiran dan ujung ujungnya membuat orang suka marah-marah.

Namun, menurut Psikolog  Amanda Margia Wiranata, stres, tak selalu negatif, ada juga lho positifnya.


“Stres memang berkaitan dengan pikiran, tapi stres itu tak selalu negatif, bisa menjadi hal yang positif. Kalau gak ada stres dalam hidup, kita tak akan tertantang untuk lebih fokus atau waspada, dan membuat kita jadi santai. Misalnya, saking santainya, menyetir mobil pun jadi tak melihat kiri kanan lagi, lurus saja,  karena  tak ada rasa  waspada,” ujarnya saat berbincang di Klinik KBR, Selasa, (13/10/215).


Ia menjelaskan, stres adalah cara tubuh merespon  terhadap tuntunan atau ancaman dari luar diri. Kalau tubuh merasa terancam, maka sistem syarafnya melepaskan hormon stres, termasuk adrenalin dan  cortisol.  Dan itu membangunkan tubuh untuk bertindak darurat.


Nah, biasanya kalau kondisi darurat, kata Amanda, seseorang akan waspada. Jantung berdegup kencang, otot lebih tegang ,tekanan darah meningkat, nafas lebih cepat, indra pun lebih peka. Kondisi fisik seperti ini bisa meningkatkan kekuatan, stamina, mempercepat waktu beraksi dan lebih fokus. Hal ini, adalah cara tubuh untuk merespon ancaman.  


Gejala Stres


Gejala stress ada bermacam aspek. Kalau dari sisi kognitif, stres tingkat tinggi bisa sebabkan daya ingat menurun, susah konsentrasi, penilaian atau pertimbangan terhadap sesuatu hal selalu buruk, berpikiran negatif, khawatir  atau cemas terus-menerus. Gejala-gejala ini adalah stres akud, tapi stres akud ini, kata Amanda, terjadi sehari-hari.


“Ketegangan itu menjadi sesuatu yang menggairahkan dan membuat kita jadi terpacu. Misalnya, ketika sudah mendekati waktu deadline dalam sebuah pekerjaan, seseorang akan semakin fokus dan semakin cepat mengerjakannya. Atau, ketika menghadapi pekerjaan rumah tangga yang banyak, tiba tiba cara kerjanya jadi sistematis dan akhirnya semua pekerjaan jadi selesai,” kata Amanda.


Sedangkan, kalau dari sisi emosional, stres akan mengakibatkan  gangguan mood, mudah marah, tegang,  tak bisa rileks, merasa kesepian yang akhirnya depresi karena merasa tak bahagia.


Tingkatan stres ada yang sedang, atau disebut episodik. Kata Amanda, ini adalah stres tingkat akud yang  sudah berulang kali terjadi. Penyebabnya, bisa karena tinggal di lingkungan yang kacau dan konflik. Atau, selalu terburu-buru dalam mengerjakan sesuatu dan tetap saja terlambat. Artinya, seseorang sudah tidak bisa mengatur kehidupannya, dis-organisation, dan merasa selalu ketiban sial.


Ada pula stress kronis. Ini adalah stres yang menahun dan jangka panjang. Misalnya, kemiskinan yang dialami seseorang sejak kecil dan ketika menikah pun masih juga miskin. Atau terjebak dalam keluarga yang tidak bahagia . Bisa pula karena terlibat dalam pekerjaan yang tidak disukai, dan akhirnya bisa  menjadi depresi.

 

Penyebab Stres


Penyebab stres, bisa berasal dari faktor ekternal dan internal. Faktor ekternal misalnya, stres bisa timbul jika  ada perubahan besar dalam hidup seseorang seperti  pindah kerja, perkawinan (masalah dengan suami/isteri, atau orang tua)  kelahiran anak, kematian, trauma,  permasalahan masa lalu yang tak selesai.


Sedangkan faktor internal, berasal dari dalam diri seseorang. Misalnya, kekhawatiran yang terus menerus, selalu bersikap pesimis, berpikiran negatif, harapan yang tidak realisitis, pemikiran yang kaku dan  tak fleksibel.


“Pemikiran yang kaku itu misalnya, jika menghadapi sesuatu : O, kalau gak bisa begitu, ya sudah. Jadi,  orang tersebut  tak bisa berada di area abu-abu,” ujarnya.


“Susah tidur dan kebanyakan tidur, makan sedikit atau makan berlebihan, meninggalkan tanggung jawab dan tak mau berinterakasi dengan orang lain, sampai menggunakan obat-obatan terlarang juga termasuk stres”, tambahnya.


Menurut Amanda, semua kontrol  harus berada dalam diri sendiri agar lebih mudah mengendalikan linkungan sekitar atau bagaimana seseorang memandang lingkungan yang ada di sekitarnya.Jika tidak, efek jangka panjang stres  adalah depresi dan pada akhirnya bisa bunuh diri.

 

“Wanita dua kali lebih rentan stres daripada laki-laki. Karena wanita lebih mudah kecewa. Selain itu,  wanita punya hormon yang berhubungan dengan gejala depresi, begitupun dengan faktor genetik yang mengarah ke stres,” katanya.


Meski begitu, kata Amanda,  wanita lebih mudah menjalin relasi dengan orang lain daripada laki-laki, dan lebih mudah datang untuk konsultasi ke psikolog atau teman, jadi lebih mudah terdeteksi. Tapi, kalau laki-laki jarang, karena gengsinya tinggi, merasa bisa mengatasinya.


“Orang yang dewasa muda, rentan terkena stres, karena peralihan dari remaja ke dewasa, jadi tanggung jawabnya besar dan merasa bisa menyelesaikan masalah sendiri. Tapi, ternyata tuntunan dunia luar,  tak semudah yang dipikirkan” jelasnya.


Stres Itu Menular


Dalam obrolan Klinik KBR yang berlangsung selam 1 jam dan disiarkan di radio jaringan KBR di seluruh nusantara, salah seorang pendengar KBR di Papua, Jhon Erik, melontarkan pertanyaan via telephone yang menggelitik. “Mengapa pejabat kalau mendengar kata "KPK" mereka langsung stres. Apakah stres termasuk virus atau bakteri yang menyerang orang-orang  tertentu saja?”tanyanya.


Menjawab pertanyaan tersebut, kata Amanda, stres bisa menular. Apalagi berada di lingkungan orang-orang yang tingkat stres atau resiko tinggi, maka kita pun terbawa. Misalnya,  pekerjaannya jadi terburu-buru, tak nyaman, merasa berbuat salah, maka timbul ketakutan.


“Menurut penelitian, stres bisa menular lewat pernafasan. Seseorang yang stres,  melepaskan zat kimia tertentu yang bisa dihirup orang lain disekitarnya dan bisa menular. Sedangkan, kalau dari prilaku, orang yang sedang dalam kondisi tekanan tinggi akan membuat situasi sekitarnya gak nyaman dan membuat stres orang lain,” jelasnya.



Mengelola Stres


Psikolog yang berpraktek di Kasandra Persona Prawacana ini menyarankan,  untuk menghidari stres, sesorang harus  mengubah mindset menjadi positif. Semisal dimulai dari pikiran dan berkata dalam hati bahwa “Saya hari ini akan merasakan senang dan akan menyelesaikan tugas tugas saya”. Kalimat ini akan membawa emosi dan prilaku jadi ikut positif. Dan berfikir positif dimulai dari saat bangun tidur.

Menekuni hobi, relaksasi dengan menikmati nafas atau bernafas pelan, bisa pula mengalihkan stres, lho.   

Pengelolaan stres, kata Amanda, bisa dilakukan juga dengan mengkonsumsi makanan yang  membuat daya tahan stres lebih tinggi, yaitu dengan minum air putih, yogurt, sayuran segar, ikan, dan produk-produk herbal. Selain itu, olah raga dan istirahat teratur, juga bisa meningkatkan mood.

Namun, ada makanan yang harus dihindari, karena bisa memicu atau meningkatkan stres, seperti kafein, mentega, keju, daging merah, fastfood, hewan bercangkang, gula, alkohol, dll.

“Stres itu, saat seseorang merasa peranannya terhadap keluarga dan  orang tua tak berfungsi. Kondisi ini butuh bantuan. Untuk itu, cari teman-teman yang membuat kita berkembang, jangan cari teman yang suka menjelek-jelekkan orang lain atau membuat kita patah semangat” pungkasnya.  

  • stress
  • gejala stres
  • penyebab stres

Komentar (0)

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!