BERITA

Minyak Sawit Mentah Belum Punya Daya Saing di Negara APEC

Minyak Sawit  Mentah Belum Punya Daya Saing di Negara APEC

KBR68H, Jakarta - Dalam KTT APEC Bali yang baru  berakhir, Pemerintah kembali gagal memperjuangkan masuknya minyal sawit mentah (crude palm oil/CPO) dalam daftar produk ramah lingkungan atau "Enviromental Good List" (EG List).

Dalam    KTT APEC di Vladivostok, Rusia,  tahun lalu, Indonesia pun gagal memasukkan CPO  dalam produk ramah lingkungan.  Akibatnya,  CPO tidak  memperoleh  keringanan tarif  bea masuk (BM) hingga 5%. Kenapa CPO kembali gagal masuk daftar produk ramah lingkungan dan apa dampaknya? Simak perbincangan penyiar KBR68H Agus Luqman dan Sutami dengan Ketua Dewan Minyak Sawit Indonesia (DMSI), Derom Bangun dalam program Sarapan Pagi.

Apa kerugian ketika CPO kita tidak masuk Environmental Good List selama ini?

Mengenai statusnya sebagai yang tidak masuk Environmental Good List sebenarnya tidak membawa dampak negatif langsung tapi itu seperti tidak membuka peluang untuk daya saing yang lebih baik memasuki negara-negara anggota APEC. Karena tanpa itu negara-negara anggota APEC dapat menentukan bea masuk ke negaranya sesuai kepentingan mereka misalnya 10 persen atau berapa bisa saja. Tapi jika masuk pada Environmental Good List ini nantinya pada tahun 2015 mereka tidak boleh memberikan tarif bea masuk lebih dari 5 persen, boleh 3 persen atau 4 persen.

Itu CPO kita saja atau CPO negara lain?

Kalau pengertiannya tentu saja semua negara yang berada dalam APEC akan memperoleh keringanan itu. Jadi kalau Malaysia atau Papua Nugini mengekspor ke India misalnya semuanya akan mendapat perlakuan yang sama.

CPO kita saja yang belum masuk ke dalam produk ramah lingkungan?

Semuanya belum masuk, bukan Indonesia saja.

Ada dugaan bahwa ini ada kepentingan negara di belakangnya, bukan sekadar tudingan sawit Indonesia ini tidak ramah lingkungan. Tapi kepentingan Amerika ingin juga berkuasa di dalam produk-produk mereka sehingga produk mereka lebih banyak masuk dalam Environmental Good List ini. Komentar anda?

Tanggapan seperti itu saya pikir ya boleh-boleh saja tapi kita tidak melihatnya suatu yang formal mengenai itu.

Apa lagi yang akan dilakukan pengusaha agar ini bisa masuk produk ramah lingkungan?

Kalau kami melihat bahwa adanya suatu prakarsa di Bali ini oleh Indonesia suatu kesempatan untuk memasukannya ke dalam kelompok bahan-bahan yang baru. Karena kita dengar bahwa di sana telah muncul satu usulan atau gagasan untuk memajukan suatu kelompok komoditas yang disebut mencakup kriteria pertumbuhan berkelanjutan, kemudian berfungsi sebagai pengentasan kemiskinan, dan juga untuk membangun pedesaan. Jadi kelompok komoditas ini nantinya juga akan mendapat perlakuan atau keistimewaan seperti halnya EG List itu. Sehingga jika ini telah diakui bea masuknya ke negara-negara anggota APEC juga tidak boleh melebihi suatu angka tertentu.

Ini tidak lepas dari sorotan negatif terhadap industri sawit di Indonesia karena selama ini dianggap banyak merusak lingkungan. Bagaimana ini kemudian ditangani bersama sehingga sorotan itu berkurang dan industrinya berkelanjutan?


Ini memang tugas bersama semua pemangku kepentingan baik pemerintah maupun pengusaha, petani, dan masyarakat umumnya. Artinya kita memang harus selalu menyesuaikan praktik industri atau perkebunan kita sesuai dengan tuntutan zaman. Kalau dulu tahun 1950-an tidak banyak yang bicara mengenai lingkungan, sekarang lingkungan sudah menjadi isu penting bahkan mengenai nasib hewan juga sering dijadikan  topik pembicaraan. Oleh karena itu semua pelaku industri ini, pelaku perkebunan ini harus memahami hal itu dan mencoba menyesuaikan tuntutan perkembangan zaman.

Itu sudah dilakukan?

Sudah. Karena disamping kesadaran masing-masing dan peraturan yang diberlakukan pemerintah, juga ada muncul standar-standar yang berlaku di pasar dan standar yang dimajukan atau dipergunakan oleh pemerintah Indonesia.

Misalnya?

Jadi di pasar itu dikenal dengan nama RSPO (Roundtable on Sustainable Palm Oil) yang muncul tahun 2003-2004 yang menetapkan prinsip dan kriteria di dalam praktik perkebunan itu jadi dilandasi dengan yang namanya 3P (People, Planet, Profit). Maksudnya bahwa semua kegiatan itu harus memperhatikan, mempedulikan mengenai manusia atau masyarakat, planet atau lingkungan, dan profit artinya aspek ekonomi. Dengan begitu diberikanlah 8 prinsip dan 39 kriteria yang menjadi panduan didalam melaksanakan praktik perkebunan itu.

Yang mengaudit siapa?

Ada lembaga-lembaga audit yang ditunjuk cukup banyak dari Inggris, Jerman, dan Indonesia. Kemudian belakangan ini Indonesia sudah menerbitkan atau menggunakan yang namanya ISPO (Indonesian Sustainable Palm Oil). Ini juga merupakan satu standar yang mengharuskan pelaku perkebunan itu mematuhi berbagai peraturan yang dikumpulkan dari semua peraturan yang berlaku di Indonesia baik dari Kementerian Pertanian, Kementerian Kehutanan, Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi, Kementerian Lingkungan Hidup. Dengan demikian standar Indonesia ini sudah menerapkan semua peraturan, sehingga dengan mematuhi prinsip dan kriterianya maka perkebunan itu sudah dapat dipastikan sifatnya berkelanjutan dan ramah lingkungan.

Jadi ada dua standar pertama RSPO dan ISPO yang harus dimiliki para perkebunan itu?

Iya. Di pasar ada standar lain, untuk pasaran energi kalau misalnya minyak sawit mau dijual kepada pabrik energi untuk dijadikannya biodiesel mereka menuntut yang namanya ISCC (International Sustainability and Carbon Certification). Ini munculnya dari Jerman sehingga pabrik-pabrik yang menjadikan CPO biodiesel di Eropa meminta sertifikat dari standar ini.
 
Itu berlaku di Eropa ya?

Iya.

Itu pasarannya cukup besar untuk Eropa?

Cukup terutama di pasar-pasar yang menggunakan banyak biodiesel seperti Italia, Spanyol, dan Jerman.

Amerika termasuk yang paling getol menentang CPO Indonesia masuk dalam EG List. Sebetulnya pasar sawit kita ke Amerika berapa?

Sebenarnya kalau ke Amerika Serikat pasar kita kecil. Karena penggunaannya selama ini hanya bidang makanan, bahan-bahan pembersih seperti shampo dan sebagainya. Tetapi ke depannya ketika mereka akan menjadikan minyak nabati termasuk minyak kedelai, minya bunga matahari, dan minyak kanola menjadi bahan bakar terbarukan ini menjadi sangat penting. Artinya mereka sekarang sedang menyusun suatu standar bahan bakar terbarukan yang boleh dipergunakan. Dalam hal itu mereka melakukan analisis dan menganalisis setiap jenis minyak nabati bagaimana minyak kanola, minyak bunga matahari, minyak kedelai, dan juga minyak sawit. Menurut perhitungan mereka minyak sawit itu dapat memberikan penghematan, pengurangan emisi sebanyak 17 persen sedangkan syarat yang dituntut 20 persen itulah sebabnya mereka tidak menerimanya. Jadi kita bersama pemerintah pergi ke Amerika menyampaikan kepada EPA (Environmental Protection Agency) untuk meninjau kembali perhitungannya, karena berdasarkan perhitungan kami disini angka itu jauh melebihi 20 persen bahkan sampai 50 persen penghematan emisinya. Jadi kalau di Amerika masalahnya mereka melakukan angka-angka untuk menentukan tuntutan mendapatkan penghematan atau pengurangan emisi.

Andaikata CPO Indonesia masuk EG List ini keuntungan kita berapa dari sekarang?  
             
Itu akan meningkatkan daya saing yang juga memberi peluang untuk menaikkan harga. Itu tergantung karena bisa jadi juga ketika memberlakukan bea masuk yang tinggi, seperti dulu pernah di India bea masuk itu lebih dari 60 persen misalnya, kalau sekarang mungkin hanya 9-10 persen. Ada saja kekhawatiran bahwa nanti suatu ketika mereka menaikkan, itu dapat dicegah jika sudah masuk EG List. Disamping itu dengan masuknya EG List kalau sekarang pun mereka bea masuknya melebihi 5 persen itu harus diturunkan. Dengan demikian daya saingnya menjadi baik sehingga bisa saja harga CPO naik beberapa persen dengan adanya penyesuaian tarif.            

  • minyak sawit mentah
  • daya saing
  • APEC

Komentar (0)

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!