HEADLINE

Diminta Jangan Asal Jadi, RUU Tindak Pidana Kekerasan Seksual

Diminta Jangan Asal Jadi, RUU Tindak Pidana Kekerasan Seksual

KBR, Jakarta - Masyarakat sipil mengkritik draf terbaru Rancangan Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (RUU TPKS). Anggota Koalisi Masyarakat Sipil Anti Kekerasan Seksual (Kompaks) Riska Caroline menyebut, draft terbaru RUU itu justru memangkas 85 pasal dan elemen penting yang melindungi para korban.

"Pengurangan jumlah jenis kekerasan seksual. Yang kita minta kan dari awal dari 2016 bahkan sebelumnya ada 15 lalu diturunkan jadi 9. Sekarang hanya ada 4. Nah dari penurunan itu juga berarti perlindungan untuk korbannya juga maka itu menghilang. Ada 85 pasal yang menghilang. Jadi lebih kepada pemidanaannya, kepada fokusnya kepada pelaku, tidak kepada korban," kata Riska Caroline kepada KBR (7/9/21).

Riska juga mengingatkan, jangan sampai RUU Tindak Pidana Kekerasan Seksual menjadi produk hukum yang asal jadi saja. RUU TPKS, menurut Caroline, harus mampu melindungi korban, memenuhi keadilan serta memastikan pemulihan korban.

Saat ini, menurut Caroline, Koalisi juga sedang mencoba bernegosiasi untuk memastikan draf RUU TPKS bisa diubah lagi. Tujuannya, agar menjadi lebih baik dan memastikan keberpihakan kepada korban kekerasan seksual.

Sekadar Pemuas Hati

Sementara itu, Lembaga Bantuan Hukum Asosiasi Perempuan Indonesia untuk Keadilan (LBH APIK) menilai, RUU TPKS yang disusun Badan Legislasi DPR seolah-olah hanya berusaha menyenangkan hati masyarakat saja.

Pengurus LBH Apik Indonesia, Asnifriyanti Damanik menyayangkan RUU TPKS yang dinilai tidak komprehensif, dalam memberikan perlindungan dan hak-hak korban kekerasan seksual.

"Padahal, jaminan tersebut sangat dibutuhkan oleh para korban. Sebab, proses penanganan kasus kekerasan seksual selama ini sering menimbulkan trauma terhadap korban. Kami melihatnya bahwa RUU ini masih setengah-setengah untuk melindungi atau mengakui hak-hak korban, gitu ya, atau juga dalam penanganan kasus-kasus kekerasan seksual. Kenapa demikian? Kami melihat dari RUU ini ada beberapa hal yang dipangkas, misalnya ya, terutama yang sangat urgen sekali yang harus ada, di mana selama ini aturan hukum terkait kekerasan seksual kan itu belum maksimal melindungi korban,” kata Asnifriyanti Damanik saat dihubungi KBR, Selasa (07/09/2021).

Baca juga: Pembahasan RUU PKS, Baleg DPR: Utamakan Sisi Kemanusiaan

Baca juga: Menteri PPPA Minta Perempuan di Parlemen Dukung Pengesahan RUU PKS

Asni menambahkan, RUU TPKS juga belum mengakomodir aturan rehabilitasi bagi semua pelaku tindak kekerasan seksual. Padahal, menurutnya hal itu sangat penting, sebab pihaknya sering menemukan pelaku kekerasan seksual yang kembali melakukan tindak kekerasan pasca menjalani hukuman.

Sementara itu, Ketua Panitia Kerja RUU TPKS, Willy Aditya hari ini mengklaim, Panja sudah melahirkan draf baru sekaligus draf awal RUU Tindak Pidana Kekerasan Seksual.

Kehadiran draf baru itu, menurut Willy, menjadi gambaran bahwa berbagai masukan dan pandangan masih terbuka, dalam pembahasan RUU TPKS itu untuk tahapan selanjutnya.

Editor: Fadli Gaper

  • RUU TPKS
  • Kekerasan Seksual
  • LBH APIK

Komentar (0)

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!