BERITA

PBNU: Mari Akhiri Pro-Kontra UU KPK, Masih Ada MK

PBNU: Mari Akhiri Pro-Kontra UU KPK, Masih Ada MK

KBR, Jakarta - Pengurus Besar Nahdhlatul Ulama (PBNU) mengajak semua pihak mengakhiri pro-kontra soal revisi UU KPK, yang sudah disahkan DPR pada Selasa (17/9/2019).

"Mari kita akhiri pro-kontra yang ada, dengan menghormati proses legislasi yang kini berlangsung," kata Ketua PBNU Bidang Hukum Robikin Emhas, seperti dikutip Antara, Selasa (17/9/2019). 

"Masih terbuka ruang koreksi jika proses revisi UU KPK dinilai tidak sesuai ketentuan, dengan cara mengajukan judicial review ke Mahkamah Konstitusi (MK)," katanya lagi.

Robikin percaya bahwa pihak yang pro maupun kontra sama-sama menginginkan perbaikan penanganan korupsi di Indonesia. PBNU sendiri termasuk dalam kelompok yang pro revisi UU KPK.


Catatan dari Polemik UU KPK

Polemik UU KPK sudah berlangsung sejak dua pekan belakangan, sejak DPR tiba-tiba mengusulkan pemajuan revisi UU KPK ke Sidang Paripurna, Selasa (5/9/2019).

Gelombang penolakan pun datang dari berbagai kelompok masyarakat, termasuk dari KPK sendiri. Mereka umumnya menilai materi revisi UU KPK rawan mengganggu independensi, melemahkan kewenangan KPK, serta tidak sejalan dengan prinsip pemberantasan korupsi internasional.

Usulan revisi UU KPK juga banyak dikritik karena proses pembahasannya sangat mendadak, tidak melibatkan pimpinan KPK, serta menyalahi tata tertib pembuatan perundang-undangan.

"Sekarang kalau prosedurnya saja sudah nggak tertib, melanggar UU 11/2011 tentang tata tertib pembuatan undang-undang, tentang tata tertib DPR, gimana dengan materinya?" ujar Direktur Eksekutif PSHK Gita Putri Damayana kepada KBR, Senin (16/9/2019).

Kendati demikian para legislator jalan terus. Alih-alih menunda pembahasan dan menyerap berbagai aspirasi tadi, pemerintah dan DPR tetap berkeras mengesahkan revisi UU KPK.

Setelah resmi diketok, UU ini pun menetapkan sejumlah ketentuan baru untuk KPK, di antaranya:

    <li>Pegawai KPK berstatus sebagai Aparatur Sipil Negara (ASN).&nbsp;</li>
    
    <li>KPK berada di bawah kekuasaan eksekutif, diawasi Dewan Pengawas yang dipilih Presiden.&nbsp;</li>
    
    <li>Dalam melakukan penyadapan, KPK harus mendapat izin tertulis dari Dewan Pengawas paling lambat 1x24 jam sebelum pelaksanaan.</li>
    
    <li>KPK berwenang menghentikan penyidikan dan penuntutan apabila kasusnya tidak selesai dalam dua tahun.<span id="pastemarkerend"> <br>
    


Editor: Agus Luqman

  • Revisi UU KPK

Komentar (0)

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!