NASIONAL

Istana Bantah Kriminalisasi Veronica Koman

Istana Bantah Kriminalisasi Veronica Koman

KBR, Jakarta - Kantor Staf Presiden membantah anggapan bahwa pemidanaan terhadap aktivis HAM Veronica Koman merupakan bentuk kriminalisasi.

Tenaga Ahli Utama Deputi V Kantor Staf Presiden (KSP) Ifdhal Kasim mengatakan Veronica ditetapkan sebagai tersangka karena ada ketentuan hukum yang dilanggar.

Meski begitu, menurut Ifdhal, Veronica punya kesempatan membuktikan dirinya tak bersalah di pengadilan.

"Biar saja nanti proses hukum seperti apa. Karena problemnya ada aturan pidana yang mengatur soal itu. Orang tidak bisa juga bebas berbicara, karena kebebasan ada pertanggungjawabannya. Apakah tindakan kepolisian tepat atau tidak, nanti diuji di pengadilan saja," kata Ifdhal di kantornya, Jumat (06/09/2019).

Eks-Ketua Komnas HAM ini menambahkan pemerintah tak bisa mengintervensi kasus yang menjerat Veronica. Ia meminta semua pihak menyerahkan prosesnya ke aparat hukum.

Polda Jawa Timur pada 4 September 2019 menetapkan Veronica Koman sebagai tersangka penyebaran hoaks dan konten provokatif mengenai insiden di asrama mahasiswa Papua di Surabaya. 

Kapolda Jawa Timur Luki Hermawan mengatakan Veronica tak berada di asrama ketika pengepungan terjadi. Namun, kata Luki, Veronica disebut aktif menyebarkan berita palsu dan provokasi.

Perempuan kelahiran Medan pada 1988 ini dijerat pasal berlapis antara lain Undang-undang Informasi dan Transaksi Elektronik, KUHP, Undang-undang Nomor 1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana dan Undang-undang Nomor 40 Tahun 2008 tentang Penghapusan Diskriminasi, Ras dan Etnis. 

"Pada saat kejadian tidak ada di tempat tapi di Twitter aktif dan mengajak provokasi, dia mengatakan seruan aksi monyet untuk demo di Jayapura. Ini memakai bahasa Inggris juga," kata Luki.

Veronica Koman merupakan tersangka ketiga yang ditetapkan Polda Jatim dalam kasus ini. Sebelumnya Polda telah menetapkan koordinator aksi pengepungan asrama Papua, Tri Susanti dan PNS Pemerintah Kota Surabaya, Samsul Arifin sebagai tersangka penyebaran hoaks dan ujaran rasial. Keduanya sudah ditahan. Sementara, Veronica masih dilacak keberadaannya di luar negeri. 

Juru bicara Mabes Polri Dedi Prasetyo mengklaim telah mengetahui keberadaan Veronica, tetapi enggan membeberkan di negara mana. Dalam pelacakan, Polisi menggandeng Interpol. 

"Interpol nanti akan mengirim surat juga nanti kepada negara dimana yang bersangkutan dideteksi berada. Ya kalau ada perjanjian ekstradisi kan cepet," ujar Dedi. 

Tindakan polisi dikecam

Penetapan Veronica Koman sebagai tersangka menuai kecaman dari publik.

Direktur Eksekutif Amnesty Internasional Indonesia Usman Hamid mengatakan langkah ini menunjukkan pemerintah dan aparat tak paham menyelesaikan akar masalah kasus asrama Papua. 

"Akar masalah sesungguhnya adalah tindakan rasisme oleh beberapa anggota TNI dan penggunaan kekuatan berlebihan oleh kepolisian di asrama mahasiswa Surabaya," tutur Usman dalam rilis yang diterima KBR. 

Usman menyebut tindakan ini bentuk kriminalisasi dan akan membuat orang lain takut berbicara atau memakai media sosial untuk mengungkap pelanggaran HAM terkait Papua.

Amnesty mendesak Polda Jatim menghentikan kasus ini dan mencabut status tersangka Veronica. 

Kecaman juga disuarakan Koalisi Masyarakat Sipil untuk Demokrasi. Anggota Koalisi Suarbudaya Rahardian mengatakan siap memberikan bantuan hukum. Menurutnya, kriminalisasi terhadap Veronica merupakan sikap reaktif aparat dan pemerintah dalam menghadapi hujan kritikan soal isu Papua. 

"Jelas ini mengada-ada, bentuk kepanikan terhadap kritikan isu Papua. Harus dipertanyakan kembali apa landasannya," ujar Suarbudaya.

Editor: Ninik Yuniati

  • jokowi
  • ifdhal kasim
  • istana
  • ksp
  • polri
  • veronica koman
  • papua
  • ham
  • amnesty internasional

Komentar (0)

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!