BERITA

Cari Keadilan, Istri Munir Desak Kejagung Ajukan PK atas Bebasnya Muchdi PR

Cari Keadilan, Istri Munir Desak Kejagung Ajukan PK atas Bebasnya Muchdi PR

KBR, Jakarta- Suciwati, istri dari Munir Said Thalib, mendesak Presiden Joko Widodo agar memerintahkan Kejaksaan Agung mengajukan Peninjauan Kembali (PK) atas Muchdi Purwoprandjono, yang divonis bebas pada 2008.

Aktivis HAM Munir Said Thalib tewas diracun arsenik saat dalam perjalanan dari Jakarta ke Amsterdam Belanda, pada 7 September 2004.

Suciwati menilai, Muchdi memiliki peran yang jauh lebih besar dalam pembunuhan suaminya, dibanding pilot Garuda Indonesia, Pollycarpus Budihari Priyanto.

Suciwati menduga, masih ada dalang intelektual dalam pembunuhan Munir yang belum tersentuh hukum, dan baru akan terungkap jika ada peninjauan kembali terhadap perkara Muchdhi.

"Yang sudah dibawa ke ruang hukum kan Muchdi. Kalau Pollycarpus kan hanya pelaku, kroco kita bilang, meski pun dia jahat karena dia melakukan pembunuhan dan bisa dengan mudah bebas, itu aneh juga. Tapi kita mau ngomongnya dalang, yang harus kita kejar adalah dalang. Karena orang yang menyuruh ini berkuasa. Kalau Pollycarpus ini kan pion, yang disuruh-suruh doang," kata Suciwati ketika peringatan 15 tahun kematian Munir yang berlangsung di kantor Kontras, Jumat (06/09/2019).

Suciwati menjelaskan, tokoh berkuasa yang ia duga dalang pembunuhan suaminya adalah bekas Kepala Badan Intelijen Negara (BIN) yang juga atasan Muchdi, AM Hendroriyono.

Menurut Suciwati, keterlibatan Hendropriyono juga harus diungkap, karena namanya juga disebut dalam hasil investigasi Tim Pencari Fakta, sebagai orang yang kemungkinan ikut dalam permufakatan jahat pembunuhan Munir.

Namun, hingga saat ini, Hendropriyono tak pernah diperiksa untuk kasus tersebut.

Kontras Desak Pemerintah Umumkan Isi Dokumen TPF


Koordinator Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) Yati Adriyani menambahkan, hasil investigasi TPF 2005 lalu memuat banyak fakta yang bisa digunakan sebagai penyidikan awal mengungkap pembunuhan Munir.

Selain mendesak agar isi dokumen diumumkan, Yati menilai, semua rekomendasi TPF juga harus dilaksanakan, termasuk memeriksa nama-nama yang diduga terlibat untuk mencari dalang pembunuhan Munir.

Menurut Yati, Presiden Joko Widodo bisa memerintahkan Kapolri Tito Karnavian, Jaksa Agung Muhammad Prasetyo, dan Menkumham Yasonna Laoly untuk mengusut kasus Munir.

Jika Jokowi masih ragu, Yati menyarankan untuk memanggil semua anggota TPF terlebih dulu, mengingat beberapa nama yang tergabung dalam TPF masuk dalam pemerintahan Jokowi saat ini. Di antaranya Menteri Luar Negeri Retno Marsudi, Duta Besar Jerman Arief Havas Oegroseno, Duta Besar Kanada Abdul Kadir Jaelani, serta beberapa penyidik dari kejaksaan dan kepolisian.

Sementara Bekas Sekretaris Tim Pencari Fakta Munir, Usman Hamid juga mendesak pemerintah untuk menuntaskan kasus pembunuhan Munir.

Usman Hamid mengatakan, pemerintah saat ini harus melanjutkan kembali upaya penegakan hukum terkait kasus Munir yang belum tuntas dari pemerintahan sebelumnya, sebagaimana komitmen Jokowi mengenai penuntasan pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) di masa lalu termasuk kasus Munir.

Pernyataan tersebut, lanjut Usman, memunculkan harapan akan adanya kemajuan konkret seperti terungkapnya dalang pembunuhan terhadap Munir, meski hingga saat ini belum nampak wujud nyata perkembangan kasus tersebut.

“Meskipun sekitar pertengah Juni 2007, 2008 juga sempat ada kemajuan tetapi berakhir pada putusan bebas, itu yg sebenarnya hingga hari ini kita masih menyuarakan pentingnya tanggung jawab negara. Bukan hanya presiden tapi juga DPR dan ke lembaga negara lainnya untuk melanjutkan kasus ini hingga benar-benar dituntaskan,” tambah Usman Hamid.

Editor: Kurniati Syahdan

  • TPF Munir
  • 15 Tahun Munir
  • Munir Said Thalib
  • Suciwati
  • Aktivis HAM
  • Peninjauan Kembali

Komentar (0)

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!