BERITA

Perda Diskriminatif, Pemerintah Akan Buat Rambu-Rambu Khusus Untuk Kepala Daerah

Perda Diskriminatif, Pemerintah Akan Buat Rambu-Rambu Khusus Untuk Kepala Daerah

KBR, Jakarta- Pemerintah tengah mengkaji Peraturan Daerah Bireuen, Aceh yang tidak memperbolehkan laki-laki dan perempuan bukan muhrim duduk satu meja. Deputi I Bidang Politik Dalam Negeri Kementerian Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan, Wawan Kustiawan mengatakan, perda tersebut berpotensi menghambat investasi dan menimbulkan pro-kontra di masyarakat.

"Pak Jokowi bilang bagaimana investasi akan masuk kalau Perdanya seperti itu? Pasti hambat investasi," kata Wawan di Jakarta, Selasa(25/09/18).

Wawan menambahkan, masih banyak kepala daerah tidak memahami dinamika sosial dalam membuat peraturan. Pemerintah tengah menyusun kriteria perda-perda yang diskriminatif untuk dijadikan rambu-rambu bagi kepala daerah. Kriteria itu disusun Asosiasi Perancang Peraturan Daerah yang terdiri dari perwakilan Kemenkopolhukam, Sekretariat Negara, dan Kemendagri. 

Dia menambahkan, nantinya setiap kepala daerah akan dibekali dengan kriteria tersebut sebelum menjabat. Cara ini diharapkan dapat menekan lahirnya perda-perda diskriminatif.

"Parameter diskriminatif yang bagaimana supaya mengerti semua. Sampai sekarang kan belum (ada). Itu aja dulu, baru kita duduk bersama," ujar Wawan.

Larangan laki-laki dan perempuan bukan muhrim duduk satu meja tertuang dalam surat edaran Bupati Bireuen, Saifannur pada 30 Agustus 2018 tentang Standardisasi Warung Kopi, Kafe, dan Restoran. Atas dasar itu, Dinas Syariat Islam Bireuen gencar memantau warung, cafe hingga restauran.

Kepala Dinas Syariat Islam Bireuen, Jufliwan mengatakan, lak-laki dan perempuan yang bukan muhrim duduk makan dan minum semeja dilarang karena haram hukumnya menurut Islam. Ia memastikan lembaganya akan memantau seluruh tempat nongkrong di Bireuen untuk menghindari perbuatan maksiat.

”Kita tidak melarang mereka minum kopi, tapi silakan minum kopi asalkan ada mahramnya, seperti ada suaminya, atau duduk sesama perempuan. Tetapi, kalau sudah duduk dengan bukan mahramnya kan menimbulkan kecurigaan macam-macam," kata Jufliwan, Kamis (06/09/18).

Jufliwan berpendapat, larangan laki-laki dan perempuan bukan muhrim duduk satu meja melanggar hak asasi manusia (HAM) dan diskriminatif tidak relevan. Ia mengatakan, pemerintah daerah telah bekerja secara maksimal dalam penegakkan syariat islam agar masyarakat terhindar dari perbuatan maksiat.

Editor: Gilang Ramadhan 

  • Larangan non muhrim duduk semeja
  • Kabupaten Bireuen
  • syariat Islam

Komentar (0)

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!