BERITA

Pascagempa, Harga Komoditas Pertanian di Lombok Turun

"Harga kacang tanah hasil panen petani di Lombok Utara turun dari Rp 13 ribu menjadi Rp 8 ribu."

Pascagempa, Harga Komoditas Pertanian di Lombok Turun
Pedagang melayani pelanggan di Pasar Tanjung, Lombok Utara, NTB, Minggu (12/8/2018). (Foto: ANTARA/Zabur Karuru)

KBR, Mataram- Gempa bumi yang mengguncang Lombok sejak akhir Juli lalu berdampak pada harga komoditas pertanian.

Ketua Kontak Tani Nelayan Andalan (KTNA) Nusa Tenggara Barat (NTB), Sabri M Amin mengatakan, harga produk-produk pertanian di Lombok turun karena kurangnya tenaga kerja dan distribusi penjualan yang mandek.

Sabri mencontohkan harga kacang tanah hasil panen petani di Lombok Utara turun dari Rp13 ribu menjadi Rp8 ribu. Ia mengatakan, tenaga kerja yang langka menyebabkan petani memanen kacang sedikit-sedikit, sehingga proses panen memakan waktu berminggu-minggu.

"Dari sisi harga memang agak lesu pasarannya, untuk semua komoditi. Kacang tanah turun harganya. Sekarang harganya hanya Rp8-9 ribu per kilo untuk yang kering. Biasanya 12-13 ribu per kilo. Memang yang ambil barang orang-orang sini. Sementara pengiriman ke pabrik di Surabaya juga tersendat, tidak lancar," kata Sabri M Amin, di Mataram, Senin (10/9/2018).

Sabri menjelaskan, tenaga kerja yang notabene korban gempa masih trauma sehingga belum bisa meninggalkan pengungsian. Selain itu, kata Sabri, ada juga masyarakat yang lebih memilih menjaga ternak dibanding menjadi kuli pertanian.

Menurut Sabri, gempa bumi yang mengguncang NTB tidak menyebabkan tanaman petani gagal panen. Namun pemasaran produk pertanian di NTB lesu akibat distribusi yang tersendat.

Editor: Gilang Ramadhan

  • gempa Lombok
  • lombok
  • Pemulihan Gempa Lombok
  • ekonomi Lombok
  • gempa NTB
  • Gempa NTB 6
  • produk pertanian
  • harga produk pertanian

Komentar (0)

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!