BERITA

Poengky Indarti: Munir adalah Guru Saya

"Mengajak masuk ke tempat-tempat buruh berkumpul dan hidup."

Agus Luqman

Poengky Indarti: Munir adalah Guru Saya
Munir, Imparsial, 10tahun Munir

Sepuluh tahun sudah kasus pembunuhan Munir berlalu tanpa kejelasan siapa pembunuhnya. PortalKBR menurunkan sejumlah tulisan sebagai untuk mengingatkan kita bersama: pembunuh Munir belum ditemukan. 


KBR, Jakarta – Di kantor Imparsial, jejak Munir masih terasa. Masih ada cek terakhir yang ditandatangani Munir, ada juga pesan dari rekan sejawat Munir di atas papan styrofoam untuk melepas kepergian Munir yang sedianya sekolah lagi di Belanda. 


Sepuluh tahun lalu, Munir dibunuh dengan arsenik, tewas di atas langit Rumania, meninggalkan istri dan dua anaknya, Alif dan Diva. Pembunuhnya sampai kini belum ditemukan, meski Presiden SBY sudah mengatakan kalau kasus pembunuhan Munir adalah ‘a test of our history’. 


Imparsial kini berada di bawah kendali Poengky Indarti sebagai Direktur Eksekutif. Ia melihat sosok Munir sebagai gurunya, sebagai orang yang mengajarinya cara melihat dunia dan berinteraksi dengan rakyat. Apa saja kenangan Poengky terhadap Munir yang berpulang 10 tahun silam? 


Simak cuplikan wawancaranya dalam program Sarapan Pagi, Rabu (3/9/2014) ini: 


Bagaimana sosok pribadi Munir?


“Saya mengenal Munir tahun 1992 waktu itu kami sama-sama di LBH. Munir ini orang yang menguji ketika saya melamar jadi volunteer di LBH. Kemudian dia menjadi guru saya ketika waktu itu di divisi buruh Munir ini mengajari saya. Waktu itu saya jadi anak kampus yang text book, memandang dunia kampus sebagai menara gading tapi sama sekali tidak menyentuh masalah rakyat.”


“Jadi ketika saya bersama Munir itu ibaratnya Munir mengajari saya renang, melihat sisi kehidupan masyarakat sebenarnya. Dia mengajak saya gabung ke tempat-tempat buruh, teman-teman buruh. Pagi sampai sore kita mendampingi buruh ke Depnaker, pengadilan. Malamnya waktunya diberikan untuk kawan-kawan buruh, kami diskusi di rumah-rumah kos buruh. Pada zaman itu represif banget, artinya hak buruh untuk berserikat hanya bisa ditunggalkan melalui SPSI, selain  SPSI tidak boleh. Padahal SPSI waktu itu banyak terkontaminasi kepentingan aparat keamanan dan pengusaha. Misalnya orang jadi manajer jadi Ketua SPSI sehingga peran SPSI tidak membela buruh. Ini yang waktu itu coba didobrak Munir, jadi ketika itu di Surabaya dan Malang mengajarkan kawan-kawan buruh untuk berani. Buruh itu meskipun dianggap kelas bawah tapi mereka sanggup berunding mempunyai posisi tawar yan sama dengan pengusaha.” 


Cak Munir ini apakah setiap harinya mengurusi orang lain?


“Iya betul.”


Dia mikir dirinya sendiri tidak misalnya jalan-jalan atau nonton film? 


“ Iya kadang-kadang kesukaan Munir itu nonton di bioskop. Jadi kalau dia dapat duit dari menulis artikel terus dia ajak kawan-kawan, teman-teman LBH waktu itu ramai-ramai nonton. Tapi setiap hari memang benar waktunya untuk buruh, petani. Bahkan sampai ada masyarakat korban yang mengatakan kantor LBH ini 24 jam sama seperti Wartel 24 jam. Jadi dikatakan waktu Munir itu 24 jam untuk teman-teman buruh.” 


Jadi sedikit sekali waktunya buat keluarga ya? 


“Waktu itu masih belum menikah. Jadi setelah menikah dengan Suci apalagi setelah lahir Alif dan Diva dia membagi waktu Sabtu-Minggu untuk keluarga.” 


Pernah curhat kepada Anda?


“Kalau curhat dalam pikirannya melihat situasi Indonesia masih penuh ketidakadilan. Terakhir saat dia berangkat sekolah dia menganggap situasi Indonesia sudah lebih baik, on the right track transisi menuju demokrasi sehingga dia bisa meninggalkan sejenak untuk sekolah.”


“Dulu pada tahun 2001 dia ditawari sekolah tapi dia tidak mau karena dia menganggap bahwa kami masih dalam masa transisi sehingga harus ada di Indonesia. Dia waktu itu berpesan kalau Wiranto jadi presiden dia pulang, dia tidak mau menyaksikan Indonesia dalam kondisi pelanggara HAM berat bisa jadi pemimpin. Apalagi kalau misalnya Prabowo yang jadi di zamannya Munir dia sudah teriak-teriak.” 


Sebelum ke Belanda ada yang disampaikan kepada Anda?


“Waktu itu kami sedang mengadvokasi RUU TNI. Jadi dia mengatakan kita ini sipil, jadi kekuasaan tertinggi ada di tangan sipill. Jadi jangan sampai melalui UU TNI tentara mengambil alih kekuasaan sipil. Ada waktu itu RUU Pasal 20 itu disebut pasal kudeta karena dalam pasal itu tentara diberi kewenangan untuk mengambil alih kekuasaan jika tentara menganggap situasi Indonesia ada dalam kondisi melawan konstitusi. Tapi penilaian itu semata-mata penilaian tentara, oleh karena itu Munir mengatakan tidak bisa ini pasal inkonstitusional. Karena itu dia dan kawan-kawan mengupayakan agar pasal itu ditarik dari RUU TNI dan memang akhirnya pasal itu tidak dipasang.” 



  • Munir
  • Imparsial
  • 10tahun Munir

Komentar (0)

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!