BERITA

Panja RUU Pilkada: Utang Budi kepada DPRD Besar Sekali

"Kalau Pilkada langsung, kepala daerah terpilih utang budi pada masyarakat."

Agus Luqman

Panja RUU Pilkada: Utang Budi kepada DPRD Besar Sekali
RUU Pilkada, pemilu langsung

KBR, Jakarta – Hari ini nasib RUU Pilkada ditentukan di DPR. Perolehan sementara menunjukkan kalau partai-partai di belakang Koalisi Merah Putih berkeras memilih Pilkada lewat DPRD. Partai tersebut adalah Demokrat, Golkar, Gerindra, PPP, PAN dan PKS. Sementara partai yang berseberangan, yaitu memilih Pilkada secara langsung, adalah PDI Perjuangan, Hanura dan PBB.

Anggota Panja RUU Pilkada Agus Poernomo mengakui ada banyak nuansa politis di balik pembahasan RUU ini. Salah satunya adalah pergeseran sikap PKS awal September ini, dari semula mendukung Pilkada langsung dan akhirnya mendukung Pilkada lewat DPRD.

Berikut wawancara Sarapan Pagi dengan Agus Poernomo hari ini, Rabu (10/9/2014).

Terakhir PKS bergeser, apa alasannya?


“Ada banyak aspek ya. Sebenarnya ketika dulu langsung itu tahu konsekuensinya, ketika memilih tidak langsung juga tahu resikonya dan kita memilih dengan kesadaran.”

Mendengarkan aspirasi rakyat?


“Rakyat ada aspirasinya juga tetapi kemudian yang mendalami disini kita. Nanti kalau misalnya rakyat itu tidak setuju dia bisa juga mengadukan apakah konstitusional atau tidak Undang-undang ini.”

Apakah karena PKS berada di kubu Koalisi Merah Putih sehingga satu suara lewat DPRD?


“Itu salah satu variabel.”

Tadinya mendukung pemilihan kepala daerah secara langsung ya, sifatnya politis sekali ya?

“Ada politisnya tetapi ketika dulu memilih pemilihan langsung landscape politiknya berbeda memang. Sekarang ada situasi baru yang akhirnya kemudian pilihan itu adalah pilihan yang tidak mudah tapi dua-duanya punya alasan.”

Situasi baru yang Anda sebut tadi seperti apa?


“Konfigurasi politik itu nomor satu. Kemudian yang keduanya kita menemukan tentang perilaku pemilih. Pemilih kita sekarang lebih transaksional kalau dari hasil pilkada langsung, kedua menurunnya partisipasi. Jadi pada saat menjelang pemilu legislatif itu Direktur Pencegahan KPK sudah mengingatkan dan kita sudah melakukan survei. Kalau versi Direktur Pencegahan KPK itu mengingatkan bahwa pemilih kita toleran terhadap money politic 70 persen kalau versinya KPK, kalau versi kita 60 persen masyarakat toleran terhadap money politic. Jadi pemilu kemarin kita menyaksikan dan kita adalah pelaku dalam arti kita ikut kontestasi di lapangan dan memang masyarakat lebih transaksional. Dua-duanya punya resiko yang sama makanya kita pilih bukan baik atau buruk tetapi ada konsekuensinya.”

Transaksional ke masyarakat sepertinya menyalahkan ke masyarakat ya?

“Oh tidak menyalahkan, itu kita berbicara tentang fakta lapangan. Sama juga ketika ke DPRD juga bisa transaksional, caranya bisa langsung bisa tidak langsung dan bisa juga dengan memberi aset. Misalnya proyek pemerintah atau pengadaan barang pemerintah. Ini survei artinya kalau survei tidak berbicara menyalahkan atau membenarkan tapi kita menemukan fakta begitu.”

Kalau survei terus kemudian dijadikan pembenaran bagaimana?

“Survei itu alat yang logis untuk membuat kebijakan. Artinya itu sah, bukan sebagai pembenaran ini adalah fakta di lapangan yang kemudian mendasari kita untuk mengambil keputusan. Ini salah satu teknik yang di dalam proses pengambilan keputusan. Jadi dua-duanya kita ketika memilih langsung kita menemukan fakta di lapangan bahwa pemilih toleran terhadap money politic.”

“Tetapi ketika pemilih dari DPRD kita juga sadar bahwa pasti ada transaksi, kemudian ketika kita berpikir legal drafting bagaimana caranya mencegah itu. Salah satu teknik mencegah itu drafting di undang-undangnya, makanya di pembahasan undang-undangnya kita men-draft dua. Pertama men-draft yang metode pemilihan via DPRD dengan seluruh prosedurnya, kemudian yang kedua men-draft pemilihan langsung via masyarakat.”

Dengan faktor politis dan teknis tadi PKS lebih berat kemana?

“Kalau kita dua pilihan itu adalah yang kita sampaikan kepada pengambil kebiijakan, pengambil kebijakan kita kan pimpinan partai. Ini draft yang tidak langsung begini, tidak langsung begini, konsekuensinya begini kita sampaikan semua datanya. Setelah itu kemudian pada saat pengambilan keputusan nanti kita lapor lagi, kemungkinan voting mau piliha draft satu langsung atau draft dua tidak langsung.”

  • RUU Pilkada
  • pemilu langsung

Komentar (0)

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!