BERITA

Fadjroel Rachman: SBY Memalukan!

Fadjroel Rachman: SBY Memalukan!

KBR, Jakarta – Begitu Paripurna DPR semalam memutuskan pemilihan kepala daerah secara tidak langsung atau diserahkan kepada DPRD, netizen langsung keluar. Aneka tagar muncul di Twitter, seperti #RIPDemocracy atau #ShameOnYouSBY Sikap Partai Demokrat yang memutuskan untuk walkout sesaat sebelum voting dilakukan dianggap ‘memalukan’ oleh aktivis pro-demokrasi Fadjroel Rachman. 


Simak perbincangan Sarapan Pagi dengan Fadjroel Rachman soal rencana uji materi yang akan diajukan terhadap UU Pilkada ini. 


Hashtag sudah mulai bertebaran ya?


“Iya SBY betul-betul memalukan.” 


Padahal sudah dipuji-puji bapak demokrasi ya? 


“Saya sudah capek muji-muji. Saya kecewa betul-betul, saya kok bisa ya muji-muji dia tapi ternyata SBY malah memalukan Partai Demokrat. Tapi yang mengagetkan pagi ini baca di online salah satu mengatakan bahwa SBY tidak tahu, menurut saya itu bohong. Tidak mungkin SBY tidak tahu proses paripurna kemarin dan pasti diberitahu apa yang harus dilakukan. Dia kan ketua umum, kalau dia ketua dewan pembina mungkin bisa kita bilang oh dia tidak tahu atau telat diberitahunya. Tapi kalau ketua umum hampir tidak mungkin ada keputusan sebuah partai politik tanpa diketahui ketua umumnya. Apalagi hasilnya sangat menentukan dimana pemilihan langsung itu bisa dilanjutkan atau tidak.”


“Kalau kita melihat wawancara SBY terakhir dan dia mengatakan bahwa pilkada langsung itu sama dengan pemilihan presiden. Jadi menurut saya pasti SBY berbohong dalam titik ini dan orang yang paling dihujat hari ini adalah Susilo Bambang Yudhoyono termasuk Koalisi Merah Putih. Tapi ingat juga saya dan teman-teman akan judicial review ke Mahkamah Konstitusi.” 


Sudah mulai merapat ya?


“Sudah mulai merapat kita. Terutama sebenarnya adalah independen, independen itu kalau sejak 2007 sudah memiliki 29 bupati di seluruh Indonesia termasuk pernah gubernur di Aceh. Independen itu sama sekali tidak ada salurannya di dalam Rancangan Undang-undang yang baru yang kemarin diparipurnakan. Ditanya salah satu televisi swasta dia bilang ya itu tergantung pada kerelaan partai politik saja, kalau mereka rela ambil independen silahkan kalau tidak ya tidak apa-apa.”


“Jadi saya akan maju bukan hanya persoalan ini pilkada langsung tetapi selama ini sebagai Ketua Umum Gerakan Nasional Calon Independen merasa paling dirugikan dengan Undang-undang Pilkada yang baru diresmikan kemarin. Jadi masih ada satu cara yaitu masuk ke Mahkamah Konstitusi dan saya senang Ridwan Kamil juga menyatakan lewat Twitter-nya bahwa ini merupakan kemunduran bagi demokrasi kita. Buat saya memang innalillahi wa inna ilaihi rajiun buat demokrasi kembali ke masa Orde Baru. Berikutnya adalah tentu kita berusaha menghidupkan kembali melalui Mahkamah Konstitusi, kita lagi berhubungan dengan banyak kawan. Bisa juga kalau hari ini kita ada kesempatan langsung ke sana untuk mendaftarkan judicial review.”


Siapa saja LSM yang sudah positif?


“Ini pribadi perorangan. Ada Mas Refly yang juga pasti sudah yakin kita akan maju ke sana, Perludem juga sudah menyatakan sikapnya dan tadi saya lihat juga banyak sekali pihak jadi tinggal dikoordinasikan saja. Cuma masalahnya nanti di sana mereka meminta untuk di Mahkamah Konstitusi salinannya itu ada. Saya pernah mengalami itu ketika judicial review terhadap Undang-undang untuk capres independen. Tapi kemudian ketika itu diganti dengan Undang-undang yang baru kita terpaksa menunggu hampir satu bulan, karena waktu itu kita menunggu ditandatangani SBY atau belum. Tapi Undang-undang menurut konstitusi kalau pun selama satu bulan tidak ditandatangani presiden dia berlaku dengan sendirinya.” 


Akan ada gerakan di luar itu untuk menarik simpati masyarakat? 


“Sekarang yang legal konstitusional pasti melalui MK. Kedua pasti melakukan seminar akademis, diskusi publik akademis. Kalau sudah ke MK sebenarnya massa sudah tidak terlalu penting tapi kalau mau turun tidak apa-apa juga. Inilah keuntungan demokrasi kita, kita bisa menggugat Undang-undang cukup satu pengacara dan satu pemohon. Kalau dulu teman-teman pernah turun ke jalan, bahkan untuk menggugat Undang-undang sudah turun ke jalan digebukin tetap tidak dicabut juga. Jadi mudah-mudahan kalau kita mengikuti prosedur di MK kalau pun kita sudah mengajukan misalnya hari ini permohonan uji materi mereka menunggu ditandatanganinya Undang-undang tersebut oleh presiden.” 


“Kalau selama satu bulan tidak ditandatangani dia tetap berlaku dan baru bisa dimulai persidangan. Jadi kemungkinan persidangan akan dimulai satu bulan setelah kemarin. Buat saya sebenarnya kalau pun semua anggota DPRD malaikat saya tetap mudah-mudahan KBR tetap mempertahankan hak untuk memilih secara langsung oleh rakyat. Kenapa, ini soal hak konstitusional untuk memilih dan dipilih. Jadi bukan soal bahwa semua anggota DPRD malaikat atau rakyatnya semua malaikat. Jadi bukan soal misalnya ada 3.600 anggota DPRD yang korup, kemudian ada 330 bupati/walikota yang korup. Soalnya adalah kita ingin mempertahankan hak konstitusional dari setiap warga negara Indonesia atau tidak.” 


“Sama seperti soal agama Pasal 28, kalau pun di Indonesia tidak ada orang yang beragama kita tetap pertahankan kok Pasal 28 itu. Karena itu artinya hak setiap orang untuk memiliki agama dan keyakinan, kalau mereka terbalik  tidak ada yang beragama dan berkeyakinan tetap dipertahankan Pasal 28 itu karena hak konstitusional. Soalnya bukan korupsi, bukan uang yang keluar berapa banyak, bukan soal sulitnya prosedur. Ini soal hak memilih dan dipilih setiap warga negara Indonesia. Saya tidak sepakat dengan pernyataan mengenai boros, korupsi. Karena prinsip demokrasi yaitu setiap orang memiliki hak konstitusional untuk hal tertentu yang dianggap tidak bisa dicabut dari dirinya contoh hak hidup, hak dipilih dan memilih itu yang kita pertahankan karena bernegara itu berkonstitusi.” 



  • Fadjroel Rachman
  • RUU Pilkada
  • Demokrat

Komentar (0)

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!