BERITA

2014, Lima Komoditas Akan Swasembada

"KBR68H, Jakarta - Kementerian Pertanian pada 2014 mengalokasikan anggaran sebesar Rp 8,23 triliun untuk program swasembada nasional. Anggaran terbesar dialokasikan untuk mendukung pencapaian surplus 10 juta ton beras yakni sebesar Rp 4,54 triliun."

Doddy Rosadi

2014, Lima Komoditas Akan Swasembada
lima komoditi, beras, swasembada, kementerian pertanian

KBR68H, Jakarta - Kementerian Pertanian pada 2014 mengalokasikan anggaran sebesar Rp 8,23 triliun untuk program swasembada nasional. Anggaran terbesar dialokasikan untuk mendukung pencapaian surplus 10 juta ton beras yakni sebesar Rp 4,54 triliun. Kapan target swasembada nasional ini bisa dicapai? Simak perbincangan penyiar KBR68H Agus Luqman dan Quinawaty Pasaribu dengan Wakil Menteri Pertanian Rusman Heriawan dalam program Sarapan Pagi

Target swasembada pangan kita tahun depan, maksudnya kita tahun depan sudah swasembada atau baru proses?

Jadi target 2014 itu jadi tahun terakhir bagi keberhasilan swasembada. Tentu kita terus berusaha supaya 2014 itu kita bisa swasembada paling tidak untuk lima komoditas yang memang sudah ditargetkan, yaitu beras, jagung, kedelai, gula kristal putih untuk konsumsi rumah tangga, dan daging sapi. Jadi dari kelima itu kalau padi ini capaiannya kira-kira masih 40 juta ton beras, kalau padi itu kira-kira 70 juta ton gabah kering panen atau kering giling, kalau dikonversi setara 40 juta ton beras.

Banyak persoalan penyempitan lahan tiap tahun, petani yang terus berkurang, irigasi yang rusak. Mana yang akan didahulukan untuk menuju swasembada pangan nasional?

Iya memang semakin ke depan tantangannya makin besar. Contoh irigasi kita kira-kira yang masih berfungsi normal itu sekitar 50 persen, sisanya tidak berfungsi normal bahkan ada yang rusak sama sekali. Ini jadi program prioritas sebenarnya bagi Kementerian Pertanian, karena kalau saluran irigasi tersier itu tanggung jawabnya ada di Kementerian Pertanian dan pemerintah daerah. Tapi kalau irigasi primer dan sekunder itu tanggung jawabnya ada di Kementerian PU. Harapan kita PU memberikan prioritas yang tinggi juga terhadap sarana dan prasarana pertanian kita, terutama irigasi.

Dari 50 persen yang tidak berfungsi ini yang paling banyak tersier atau primer?

Itu tidak normal. Bukan berarti tidak jalan sama sekali, yang rusak fatal itu paling 10 persen sampai 15 persen yang tidak berfungsi sama sekali.

Paling banyak tanggung jawab Kementerian PU atau Kementerian Pertanian?
 
Kalau Kementerian Pertanian membangun irigasinya tapi kalau primernya tidak diperbaiki juga percuma, air tidak mengalir. Jadi ini menjadi tanggung jawab bersama, inisiatif awalnya tentu dari Kementerian PU. Karena dia saluran primernya, setelah itu saluran tersiernya paling tidak baru bisa dikerjakan. Kedua konversi lahan, di Jawa terutama itu terus berlangsung walaupun ada Undang-undang yang menjamin pelestarian lahan pertanian, mengenai perlindungan lahan pertanian berkelanjutan. Tapi faktanya kalau secara ekonomi ya kita tidak bisa berbuat apa-apa, petani juga punya pilihan, oleh karena itu insentif diberikan kepada petani juga penting supaya petaninya tidak serta merta mudah menjual lahan pertaniannya. Lahan terkonversi juga cukup banyak yang beririgasi penuh, itu sayang sekali. Kita terus mengejar program 2014 ini pencetakan lahan kita lanjutkan, tahun depan kira-kira 40 ribu hektar di luar Jawa itu pencetakan sawah baru.
 
Itu termasuk kedelai?

Bukan itu hanya untuk sawah padi. Karena kalau kedelai itu lain lagi, memang ada juga program perluasan lahan untuk kedelai terutama di daerah-daerah yang kearifan lokalnya menanam kedelai. Contoh di Aceh, Aceh ini menjadi harapan baru untuk kedelai karena dulu sebelum konflik itu banyak transmigran di sana yang menanam kedelai.

Kabarnya di sekitar Jawa Timur banyak pengurangan lahan untuk kedelai karena petaninya beralih menjadi petani yang lebih menguntungkan misalnya jeruk. Bagaimana?

Iya betul. Masalahnya pada harga, kalau harga dijual petani itu kira-kira di bawah Rp 7 ribu memang dia tidak break event. Jadi dulu ada semacam kepercayaan kalau menanam kedelai di bawah Rp 5 ribu itu sudah siap rugi dan perkembangan satu-satunya komoditas pangan yang perkembangannya menurun, bukan meningkat. Kalau padi, jagung itu meningkat baik produksi maupun produktivitasnya. Kalau kedelai ini produksinya tetap, tidak meningkat dan lahannya berkurang. Dulu kita pernah swasembada kedelai tahun 1992 ketika luas lahannya 1,5 juta hektar, sekarang ini cuma tinggal 500 ribu hektar. Jadi memang betul bahwa kedelai itu terkonversi tanaman lain juga. Persoalannya adalah kata kunci dari masalah kedelai ini harga, karena buat petani yang cerdas itu pilihan dia mau menanam kedelai atau jagung kalau, harganya bagus ya petani pasti akan mengalihkan. Kembali kalau di Jawa itu memang lahannya semakin terbatas, sehingga ada kompetisi di antara komoditas itu pada lahan yang sama. Sekarang harga beras bagus sehingga mereka berlomba-lomba menanam padi, tidak usah didorong-dorong karena memang dia dijamin harganya akan bagus terus.
 
Kalau persoalan daging bagaimana?

Sebenarnya Undang-undang pangan kita pun mengisyaratkan ya, bukan berarti kita anti impor ya. Impor itu menjadi pilihan terakhir ketika produksi dalam negeri tidak mencukupi kebutuhan. Jadi dia diletakkan pada pintu terakhir ketika produksinya tidak mencukupi. Pilihan terakhir ini tidak serta merta harus yang diimpor itu daging beku, karena dari kebijakan impor itu juga harus cerdas kalau yang diimpor daging beku kita tidak dapat apa-apa. Artinya tidak ada nilai tambah, tidak ada kegiatan yang tercipta di dalam negeri jadi yang tercipta cuma perdagangan saja. Kedua yang kita impor itu sapi hidup siap potong, sapi hidup siap potong ini ya nilai tambahnya tidak banyak karena kegiatan di dalam negeri paling di RPH. Ketiga sapi bakalan, sapi bakalan ini kira-kira umurnya setahun, beratnya maksimum 350 kilogram. Sehingga ada kesempatan peternak kita menggemukkan, sehingga siap potong, beratnya bertambah, harganya juga lebih baik. Paling bagus sebenarnya yang harus kita impor adalah sapi betina produktif, karena kita punya program cukup bagus yang kita sebut inseminasi buatan. Kita juga memproduksi jutaan semen beku (sperma jantan yang dibekukan), bahkan kita ekspor.
    
Kalau mengandalkan sapi lokal tidak bisa ya?

Sapi indukan yang penting. Jadi sapi lokal kita indukan tidak cukup memadai, apalagi banyak juga dengan harga sapi yang tinggi.
 
Mana yang mau diprioritaskan untuk tahun depan?

Sekarang kita membuka besar-besaran untuk impor sapi indukan. Tapi kalau kita impor, selalu kita jalankan inseminasi buatan, kemudian akan ada lompatan besar terhadap produksi dari anak-anak sapi kita.

Jumlahnya berapa?

Tergantung kemampuan. Kita juga melibatkan BUMN pangan untuk melakukan impor sapi indukan dan beternak sapi. Kalau bisa sampai satu juta yang kita impor akan lebih bagus, satu juta kita impor kemudian dalam satu tahun akan ada satu juta anak sapi.

Benar tahun depan ya?

Iya tahun depan. Sekarang pun sudah kita buka karena itu tidak menyangkut anggaran APBN kita.

Sudah ada yang tertarik untuk impor?

Ada banyak.

Pilihannya Australia yang dituju ya?

Iya karena secara geografis dia paling dekat dan peternakannya cukup maju. 

  • lima komoditi
  • beras
  • swasembada
  • kementerian pertanian

Komentar

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!