Article Image

BERITA

Merawat Kerukunan dengan SADAP

Komunitas Satu Dalam Perbedaan, Kalimantan Barat. (Foto: Taufik/KBR)

Pulau Kalimantan punya catatan pahit konflik antara suku Dayak dan Madura. Bermula dari Sampit, Kalimantan Tengah, konflik meluas hingga ke wilayah-wilayah di sekitarnya, termasuk Pontianak, Kalimantan Barat. Komunitas Satu dalam Perbedaan (SADAP)berupaya merawat kerukunan warga di Pontianak.  

Pura Giri Mulawarman yang berdampingan dengan Masjid Al Amien, Pontianak, Kalimantan Barat. (Foto: Taufik/KBR)

SADAP bergerak di platform digital. Lewat media sosial, website serta situs berbagi video Isa dan kawan-kawannya mengkampanyekan soal toleransi dan keberagaman.

Sebulan sekali Isa dan teman-temannya berkumpul untuk merumuskan konten yang akan dibuat. Ada yang terinspirasi kehidupan nyata, memuat nilai keberagaman. Tulisan dan video yang mereka hasilkan kemudian dipublikasikan di laman media sosial mulai Youtube hingga Instagram.

Adi Rahmat, 22 tahun, adalah mahasiswa semester akhir di Universitas Tanjungpura. Kisah yang ia tulis pernah dimuat oleh SADAP di media mereka.

Ceritanya tentang seorang Muslim dan Hindu di pinggiran Kota Pontianak. Adi menampilkan kisah apik tentang kerukunan umat muslim dan hindu dari rumah ibadah mereka yang hanya terpisah tembok tipis.

Itu kan iklim yang menarik ya. Soal dua agama tapi bisa hidup berdampingan. Harapannya, sekarang nilai itu, yang ada di sana, bisa menjadi tolok ukur di Indonesia, bahwa masih banyak hal yang menarik, dan kedamaian jadi hal menarik kalau memang itu dijadikan yang terlihat,” kata Adi

Akhir 2018 lalu, SADAP membuat acara Temu Pemuda Linstas Islam (Tepelima).

Mereka mengumpulkan belasan anak muda dari beragam suku dan agama, untuk melakukan kegiatan Bersama-sama. Termasuk mengunjungi semua jenis rumah ibadah di Pontianak.

Saya bisa menemukan orang-orang yang dulunya punya prasangka yang luar biasa terhadap beda suku, beda agama. Tapi setelah ikut Temu Pemuda Lintas Iman, dia sudah bisa berteman, bahkan menjadi keluarga dengan yang dulu diprasangkai. Itu membuat saya, ya ampun, senang banget. Itu yang bagi saya luar biasa,” katanya. 

Umi Tartilawati, 22 tahun, termasuk yang tercerahkan. Dulu Umi punya anggapan bahwa bergaul dengan orang yang tak seiman dengannya adalah hal yang dilarang. Sampai ia bertemu dan bergabung dengan SADAP.

"Untuk di lingkungan kecil, Alhamdulillah saya sudah merasa sadar. Dulunya saya pikir berteman dengan orang yang bukan dari suku dan agama saya, itu hal yang haram. Tapi ternyata saya pelajari lagi, hal itu tidak benar. Bagaimana kita mengubah mindset kita," kata Umi.

Bagi Isa, kegiatan-kegiatan SADAP penting untuk menciptakan pertemuan antar kelompok.

Supaya makin banyak anak muda yang merasakan pengalaman bersaudara dengan teman yang berbeda suku dan agama.

Memang generasi muda inilah yang akan buat konflik-konflik memudar. Karena kalau bukan anak muda, siapa lagi sih yang bisa diharapkan? Jadi kita ingin mengubah doktin lama, membuat hal-hal positif, menyebarkan hal-hal baik, baik di media sosial, maupun di kehidupan sehari-hari,” kata Isa. 

<tr>

	<td>Reporter</td>


	<td>:</td>


	<td>Dian Kurniati<br>
</tr>


<tr>

	<td>Editor</td>


	<td>:</td>


	<td>Friska Kalia&nbsp;<span id="pastemarkerend">&nbsp;</span></td>

</tr>