BERITA

Konferensi Gereja Pasifik Angkat Bicara Soal Rasisme Papua

Konferensi Gereja Pasifik Angkat Bicara Soal Rasisme Papua

KBR, Jakarta - Kasus diskriminasi rasial yang menimpa mahasiswa Papua di Surabaya pekan lalu telah menjadi sorotan internasional.

Sorotan itu salah satunya datang dari Pacific Conference of Churces (PCC) atau persatuan gereja negara-negara Pasifik.

Dalam situs resmi mereka, General Secretary PCC James Bhagwan menyatakan ikut terhina dengan umpatan berbau rasis yang ditujukan pada mahasiswa Papua.

"Dalam konteks Regionalisme Pasifik atau Keluarga Pasifik, menyebut saudara dan saudari Melanesia kita di Papua Barat 'monyet', sama dengan menyebut semua penduduk Kepulauan Pasifik 'monyet'," kata James Bhagwan dalam pernyataan resminya, Kamis (22/8/2019).


Singgung Kredibilitas Indonesia

Dalam pernyataan resminya, James Bhagwan juga menyayangkan tindakan pemerintah Indonesia yang mengedepankan pendekatan militer dalam kerusuhan di Papua.

"Mobilisasi lebih dari 1.000 tentara Indonesia ke Papua, bukannya cara-cara sipil, itu memunculkan pertanyaan, hasil apa yang sebenarnya mereka harapkan," katanya.

Karena itu, PCC meminta pemerintah Indonesia membuka pintu untuk PBB, supaya mereka bisa meninjau masalah-masalah HAM di Papua.

"Perlu ada bantuan untuk masalah ini, dan (Indonesia) perlu mengizinkan penggiat HAM (PBB) untuk masuk ke (Papua). Maksud saya, ini juga untuk kredibilitas Indonesia sendiri di kancah internasional," kata James Bhagwan dalam wawancara dengan Radio New Zealand, Jumat (23/8/2019).

"Kita bicara tentang pelanggaran HAM. Kita bicara tentang martabat manusia. Kita bicara tentang kehidupan. Bukan masalah kedaulatan, tapi tentang bagaimana mendorong Indonesia supaya mengizinkan orang-orang Papua Barat memiliki kehidupan yang bermartabat," lanjutnya.


Soal Pemblokiran Internet

Dalam wawancara dengan Radio New Zealand, James Bhagwan juga berkomentar soal pemblokiran internet di Papua.

"Pemerintah Indonesia mencoba memblokir internet di Jayapura sehingga orang-orang hanya dapat mendengar propaganda dari televisi. Inilah bagaimana mereka (pemerintah Indonesia) menutup-nutupi apa yang sebenarnya terjadi di Papua Barat," kata James Bhagwan seperti dilansir Radio New Zealand, Jumat (23/8/2019).

Kekhawatiran serupa sebenarnya disampaikan juga oleh kalangan aktivis HAM Indonesia. Karena itu, mereka membuat petisi online bertagar #NyalakanLagi untuk mendesak pemerintah menghentikan pemblokiran internet di Papua.

Hingga Jumat petang (23/8/2019) petisi tersebut sudah diteken sekitar 9.100 orang. Petisi lengkapnya bisa dilihat di sini.

Editor: Agus Luqman

  • rasisme
  • papua
  • Papua Barat
  • negara pasifik
  • pemblokiran internet
  • pembatasan medsos
  • konflik papua

Komentar (0)

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!