BERITA

Pemerintah Upayakan Dorongan Psikososial dan Sekolah Darurat Pascagempa Lombok

Pemerintah Upayakan Dorongan Psikososial dan Sekolah Darurat Pascagempa Lombok

KBR, Jakarta - Sejak Sabtu (25/8/2018) lalu, masa tanggap darurat penanganan gempa Lombok dinyatakan berakhir. Salah satu sektor yang mendesak untuk ditengok adalah pendidikan. Menurut data Pos Pendidikan Penanganan Gempa Lombok pada 21 Agustus 2018 lalu, ada lebih dari 850 satuan pendidikan yang terdampak. Mayoritas sekolah yang jadi korban adalah Sekolah Dasar, dengan 1.500 ruang kelas yang rusak berat. Selain itu ada lebih dari 6.500 siswa dan guru yang mengungsi di Lombok timur. Dengan kondisi bangunan sekolah yang rusak, juga trauma yang dialami guru serta murid, kondisi belajar pun harus menyesuaikan dengan kondisi yang ada. 

Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan memastikan, proses belajar mengajar akan didahulukan supaya tetap berjalan lancar. Karena itu, yang jadi fokus saat ini adalah pemulihan psikososial, kata Direktur Pembinaan Pendidikan Khusus dan Layanan Khusus Pendidikan Dasar dan Menengah Kemendikbud, Poppy Dewi Puspitawati.

“Kemdikbud tetap megupayakan bekerjasama dengan BNPB dengan Kementerian Pekerjaan Umum dengan pengadaan tenda darurat atau mungkin nanti kelas darurat. Tapi yang penting sekarang semangat untuk kembali sekolah, semangat untuk belajar digiatkan. Karena tidak hanya siswa-siswa, kadangkala orang tua masih was-was mengirimkan anak-anaknya untuk jauh dari oang tuanya,” ujar Poppy.

Sarana dan prasarana belajar yang terbatas jadi tantangan tersendiri. Siswa SMA 1 Gunungsari, misalnya, masih menggunakan peralatan seadanya untuk melaksanakan kegiatan belajar mengajar.

Menurut Mansur, Guru Kimia SMA 1 Gunungsari, sekaligus Kepala Biro Informasi dan Komunikasi SGI Mataram, proses belajar mengajar sudah diupayakan dengan sarana prasarana seadanya. SMA Gunungsari 1 menyiapkan kelas darurat dengan fasilitas papan tulis. Namun, sekolah menghimbau siswa untuk membawa kursi masing-masing. Para siswa juga diperkenankan untuk memakai pakaian bebas, tapi tetap rapi.

“Di SMA 1 Gunung sari, dari 40 ruang itu hanya 4 yang siap digunakan. Sehingga kita anggap saja semua belajar di luar. Nah kita sudah siapkan kelas-kelas darurat dalam bentuk kayak ada papan tulis, ada tempat duduk-duduk yang dibawa siswa,” kata Mansur.

Mansur menambahkan, untuk wilayah Mataram, kegiatan pembelajaran dimulai dari pukul 8 hingga 12 siang, dengan durasi 30 menit untuk setiap mata pelajaran. Berbeda dengan Lombok Utara yang kabarnya sudah didirikan beberapa kelas darurat tenda, yang dibentuk oleh para relawan. 

Rencananya pemerintah akan membangun 51 sekolah darurat. Total rencana bantuan oleh Kemendikbud sebesar hampir 300 miliar dengan prioritas seperti tenda untuk kelas darurat, paket perlengkapan sekolah, dukungan psikososial dan kampanye 'Ayo Belajar', bantuan penyelenggaraan sekolah darurat, serta pengelolaan Pos Pendidikan untuk koordinasi multipihak.

Komisioner Komisi Perlindungan Anak Indonesia ( KPAI)  Bidang Pendidikan Retno Listyarti mengatakan, sekolah darurat sangat diperlukan di lokasi bencana. Sebab perbaikan gedung sekolah yang terdampak gempa akan memakan waktu lama. Diperkirakan untuk membangun kembali bangunan sekolah yang rusak parah butuh waktu sekitar 6-10 bulan. Menurut Retno, selama proses pembangunan, anak-anak tidak mungkin diliburkan dalam waktu yang lama, karenanya hak mereka untuk mendapatkan pembelajaran tetap harus dipikirkan.

Editor: Citra Dyah Prastuti 

  • gempa lombok
  • gempa NTB
  • Bantuan Gempa

Komentar (0)

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!