BERITA

Melek DIgital Dalam Menjaga Data Pribadi

"Kesadaran melek digital di masyarakat Indonesia bisa menjadi salah satu penyalahgunaan dan kejahatan siber semakin tinggi "

Melek DIgital Dalam Menjaga Data Pribadi
Ilustrasi.

KBR, Jakarta - Kesadaran melek digital di masyarakat Indonesia bisa menjadi salah satu faktor penyebab penyalahgunaan dan kejahatan siber semakin tinggi.

Awal tahun 2018, publik dunia dikejutkan dengan berita kebocoran data yang terjadi pada media sosial Facebook. Sebesar 87 juta data orang di seluruh dunia, terbanyak di Amerika telah dibocorkan kepada Cambridge Analytica yang diduga data-data tersebut digunakan salah satunya untuk tim pemenangan Donald Trump di pemilihan umum Amerika tahun 2016 lalu.

Kasus kebocoran data tersebut tentu tidak bisa dianggap sepele. Di Indonesia sendiri banyak kasus ditemui tentang kebocoran data pribadi, kasus “mama minta pulsa” bisa disebut salah satunya. Fenomena di mana nomor pribadi kita bisa ditelpon oleh orang yang mengaku kerabat dekat kita adalah kasus yang jamak kita temui tentang masalah bocornya data pribadi.

Lalu sebenarnya apa yang disebut dengan privasi atau data pribadi?

Profesor Hukum Universitas Padjajaran, Sinta Dewi Rosadi mengatakan bahwa secara dogma/genus, privasi dibagi ke dalam 4 macam. Pertama, privasi terhadap teritorial kita seperti tempat tinggal. Artinya, orang lain tidak boleh masuk seenak saja ke dalam tempat tinggal kita tanpa izin langsung dari sang pemilik.

Lebih lajut Prof Sinta juga menjelaskan hal tersebut juga berlaku kepada para penegak hukum yang ingin masuk dan memeriksa di rumah kita. Mereka tidak boleh masuk tanpa membawa bukti surat tugas pemeriksaan.

Privasi kedua adalah privasi terhadap anggota badan kita. Di Amerika privasi jenis ini mengacu kepada fenomena aborsi di mana banyak kalangan yang megatakan bahwa perempuan yang melakukan tindakan aborsi adalah bentuk menjaga privasi kepada tubuhnya. Prinsip my body my authority adalah hal yang bisa menggambarkan jenis privasi ini.

Privasi ketiga adalah privasi tentang alat komunikasi. Dalam penjelasannya Prof Sinta mengatakan bahwa privasi ini mengacu kepada alat komunikasi yang kita miliki seperti, handphone atau laptop yang tidak boleh dibuka oleh sembarang orang yang tidak mendapat izin dari sang pemiliknya. Privasi keempat adalah privasi mengenai data pribadi kita.

"Privasi atau data pribadi merupakan hak yag sudah dilindungi oleh instrumen HAM yang sudah tertuang pada deklarasi mengenai hak HAM. Jadi bisa dikatakan data pribadi merupakan hak dasar yang harus dimiliki oleh tiap individu dan dilindungi oleh negara," jelas Prof Sinta dalam Ruang Publik KBR akhir Juli lalu terkait seberapa pentingnya negara harus melindungi mengenai data pribadi masyarakatnya.

Hal senada juga diungkapkan oleh Damar Juniarto dari Safenet yang megatakan bahwa landasan hukum di Indonesia dalam menjaga data privasi masyarakat tertuang dalam Undang-Undang Dasar Pasal 28 G ayat 1 yang berbunyi "setiap orang berhak atas perlindungan diri pribadi, keluarga, kehormatan, martabat, dan harta benda yang di bawah kekuasaannya, serta berhak atas rasa aman dan perlindungan ancaman ketakutan untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu yang merupakan hak asasi".

Namun lebih lanjut dalam penjelasannya, Damar mengatakan saat ini pemerintah belum memiliki payung hukum yang jelas yang mampu melindungi data pribadi masyarakat. Hal ini memicu sikap aktif dan peduli dari masyarakat itu sendiri terhadap data pribadinya.

"Di era digital ini, data privasi adalah sesuatu yang harus diperjuangkan”, ujar Damar Juniarto selaku koordinator Safenet.

Namun ketika sikap aktif diperlukan dari masyarakat dalam menjaga data pribadi, sebuah penelitian dari ICT Watch yang merupakan organsisasi masyarakat yang berfokus kepada gerakan advokasi literasi digital menunjukkan hal yang menyedihkan. 

Sherly Harischa selaku perwakilan dari ICT Watch ketika diwawancarai oleh KBR mengatakan bahwa tingkat kesadaran masyarakat sangat minim.

"Kami melihat pola masyarakat dalam menjaga data pribadinya. Untuk sekolah yang berasal dari golongan sosial ekonomi yang lebih tinggi, serta murid-murid yang berada di jenjang yang tinggi cenderung memiliki kesadaran dalam menjaga data pribadinya di sosial mereka. Akan tetapi hal tersebut tidak berlaku bagi golongan yang berada di tingkat bawah. Kami juga menemukan pola bahwa guru dan para orang tua juga memiliki kesadaran yang rendah dalam menjaga data privasi para anak didiknya," kata Sherly.

Untuk itu sebagai penutup Sherly Harischa dan para pegiat dari ICT Watch mengajak masyarakat untuk melek digital. 

Melek atau literasi digital dalam hal ini bukan hanya kemampuan dalam memilah informasi yang benar dan sesuai fakta dalam internet, tapi juga kemampuan dalam memilah informasi pribadi apa yang kita ingin bagikan di internet serta implikasi apa yang akan kita dapatkan dalam penyebaran informasi tersebut. 

Editor: Agus Luqman

  • melek digital
  • data pribadi
  • melek digital

Komentar (0)

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!