HEADLINE

HAN 2021: Masih Tinggi, Anak Korban Kekerasan dan Perkawinan Anak

HAN 2021: Masih Tinggi, Anak Korban Kekerasan dan Perkawinan Anak

KBR, Jakarta - Orangtua diingatkan untuk senantiasa menjaga kerukunan antar-anggota keluarga, termasuk menghindarkan diri dari melakukan tindak kekerasan kepada anak. Ketua Umum Lembaga Perlindungan Anak Indonesia (LPAI) Seto Mulyadi menyatakan prihatinan, masih banyak kasus kekerasan yang mengakibatkan anak menjadi korban. Bahkan tidak sedikit dari pelakunya, yang justru merupakan orangtua atau anggota keluarga terdekat lainnya.

“Saya kira yang paling utama adalah, anak-anak merindukan pola asuh yang penuh dengan kekuatan cinta. Siapapun juga ayah, bunda, apakah pengasuh di panti dan sebagainya, gelarnya harus S3, sangat sabar sekali, gelarnya S5 bahkan, “sangat sabar sekali selalu senyum, bahkan S7, senantiasa semangat. Jadi kekuatannya harus di sini ya, adalah dalam bentuk pemenuhan hak anak,” kata Seto pada perayaan Hari Anak Nasional secara daring, Jumat (23/07/2021).

Seto juga mengingatkan orangtua untuk tetap mengelola emosi secara baik, saat menegur anak untuk belajar. Karena di masa pandemi COVID-19, anak-anak akan lebih mudah merasa jenuh, terutama saat belajar.

Sementara itu, data di Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak menyebutkan, hingga bulan ini dari total 8 ribu kasus kekerasan, ada 1.500 diantaranya yang dilakukan oleh orangtua atau keluarga terdekat. Sedangkan dari 8 ribu kasus kekerasan yang tercatat itu, ada 4 ribu anak-anak yang menjadi korban.

Tinggi, Perkawinan Anak di Jateng

Sementara itu, angka perkawinan anak di Jawa Tengah sepanjang 2020 lalu ternyata masih cukup tinggi. Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan Perlindungan Anak Jawa Tengah, Retno Sudewi mengatakan, perkawinan anak masih banyak terjadi di sejumlah daerah, seperti di Cilacap, Brebes, Banyumas, Pemalang dan Grobogan.

"Kita melakukan kampanye gerakan pencegahan perkawinan anak di Jawa Tengah dengan Jo Kawin Bocah. Kalau angka pernikahan anak itu masih dibawah nasioanal dari hasil survei 10,8 persen tapi masuh cukup tinggi angkanya," ungkap Dewi kepada KBR di Semarang, Jumat (23/07/21).

Retno menambahkan, tingginya angka perkawinan anak di Jawa Tengah disebabkan berbagai faktor. Misalnya ondisi ekonomi, lingkungan sosial, pendidikan dan nilai budaya. Selain itu, adanya perubahan Undang-Undang Nomor 16 tentang Perkawinan Anak dengan batas usia minimal menikah 19 tahun, juga menjadi salah satu penyebab tingginya pernikahan anak. Jawa Tengah saat ini terus berupaya mencegah perkawinan anak dengan mengampanyekan slogan "Jo Kawin Bocah" atau "Jangan Menikah Saat Masih Kecil".

Informasi yang dihimpun KBR menyebutkan, total pernikahan anak di Jawa Tengah pada tahun lalu mencapai lebih dari 12 ribu anak.

Editor: Fadli Gaper

  • HAN 2021
  • COVID-19 Anak
  • pernikahan anak

Komentar (0)

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!