BERITA

Polisi: Perkara Beras PT IBU Bukan karena Oplosan, Tapi Soal Label Gizi

"Yang kita temukan di pasar ada beras merek ini, kok ini labelnya seperti ini? Kan baru kita dalami, kita tanya. Jangan disimpulkan bahwa ini salah. Faktanya ini, komposisinya begini," kata Ari Dono."

Polisi: Perkara Beras PT IBU Bukan karena Oplosan, Tapi Soal Label Gizi
Penjualan beras premium produksi PT Indo Beras Unggul merek Maknyuss dan Ayam Jago di Bekasi, Jawa Barat, Selasa (25/7/2017). (Foto: ANTARA/Risky Andrianto)

KBR, Jakarta - Kepala Badan Reserse Kriminal Mabes Polri Ari Dono Sukmanto memastikan perkara pidana yang diduga dilakukan PT Indo Beras Unggul (PT IBU) terkait produksi beras yang digrebek polisi di Bekasi, hanyalah soal label gizi pada kemasan.

Ari mengatakan, polisi sudah mengantongi data kandungan nilai gizi beras yang berbeda dengan label di kemasannya. Perkara itu, kata Ari, kini sudah masuk tahap penyidikan. Polisi juga sudah menyiapkan pasal untuk menjerat perusahaan itu.


Ari memastikan, perkata yang membelit PT IBU itu bukan karena praktik pengoplosan beras maupun upaya penguasaan pasar dengan monopoli.


"PT IBU ini bukan soal oplosan. Yang kita temukan di pasar ada beras merek ini, kok ini labelnya seperti ini? Kan baru kita dalami, kita tanya. Jangan disimpulkan bahwa ini salah. Faktanya ini, komposisinya begini. Ini nanti ditanyakan lagi pada ahlinya," kata Ari Dono Sukmanto di Kantor Ombudsman RI, Jakarta, Kamis (27/7/2017).


Ari mengatakan perkara PT Indo Beras Unggul itu sudah masuk penyidikan karena polisi sudah menemukan dua alat bukti yang cukup.


Polisi sejauh ini menggunakan ancaman pasal 382 BIS KUHP (pasal tambahan) tentang perbuatan curang, Pasal 8 Undang-undang Perlindungan Konsumen, serta pasal 141 UU Pangan. Meski begitu, belum ada tersangka yang ditetapkan karena perlu menunggu proses gelar perkara.


"Kita meneliti ada perbuatan pidana. Selanjutnya kalau pidana itu jelas dan nyata memang ada, siapa yang harus bertanggung jawab? Nanti yang bertanggung jawab, ya kita ketahui setelah gelar perkara," kata Ari di kantor Ombudsman RI, Kamis (27/07/2017).


Saat ini Bareskrim Polri masih berusaha mengundang direksi PT Indo Beras Unggul untuk diminta keterangan. Selain itu, nantinya polisi juga akan kembali melibatkan ahli pangan untuk menguji ulang kandungan gizi pada beras produksi PT IBU.


24 saksi

Hingga saat ini Polri sudah memerisa 24 orang saksi terkait dugaan pelanggaran hukum dalam produksi beras PT Indo Beras Unggul.


Juru bicara MabesPolri Rikwanto menjelaskan sejauh ini penyidik telah memintai keterangan dari 24 orang saksi. Dalam mengusut perkara ini, polisi berpedoman pada Undang-undang Perlindungan Konsumen dan Undang-undang tentang Pangan.


"Yang ditangani kepolisian saat ini adalah masalah Undang-undang Perlindungan Konsumen, Undang-undang Pangan. Jadi ada perbedaan dari yang tertera di label dengan hasil uji lab dan tentang kandungan-kandungannya. Kami sudah memeriksa sekitar 15 orang pada kesempatan pertama, kemudian sembilan orang ditambah di hari berikutnya. Hingga kini sudah 24 saksi. Bisa jadi tambah lagi," katanya.


Sebelumnya Kepala Kepolisian Indonesia Tito Karnavian juga telah menegaskan anak buahnya akan serius untuk mengusut kasus ini. Sebab komoditas beras termasuk kebutuhan pokok. Persoalan ini menjadi polemik pasca penggerebekan produsen beras Maknyuss pekan lalu.


Satgas Mafia Pangan menduga PT IBU membeli gabah petani lebih tinggi di angka Rp4.900 sehingga produsen lain kalah bersaing. Lalu, beras itu dijual di harga Rp 13 ribu.


Satgas Mafia Pangan menemukan dugaan adanya pelanggaran hukum dalam bentuk persaingan curang, dalam bentuk Perlindungan Konsumen dan lainnya.


Baca juga:


Tidak ada regulasi

Kasus beras yang membelit PT Indo Beras Unggul itu menarik perhatian sejumlah pakar di Departemen Agronomi dan Holtikultura Institute Pertanian Bogor (IPB) Jawa Barat.


Para ahli dari IPB bahkan berkumpul membahas serius mengenai kasus pencampuran beras itu dan menyimpulkan tidak ada regulasi yang mengatur campuran beras.


Ketua Departemen Agronomi dan Holtikultura Intitute Pertanian Bogor, Sugianto menegaskan pencampuran beras atau oplosan---menurut bahasa Polisi---tidak tercantum dalam regulasi pada Standar Nasional Indonesia (SNI). Sugianto mengatakan di dalam SNI hanya terdapat pengaturan soal varietas mutu beras atau kadar beras tersebut.


"Tidak ada aturan yang menerangkan beras dicampur atau dijual. Yang ada hanya menerangkan soal varietas mutu beras yang ada pada SNI," kata Sugianto seusai berdiskusi bersama para ahli dan praktisi, di Bogor, Rabu (26/7/2017).  


Sugianto menambahkan akan menyampaikan usulan dan saran kepada Pemerintah, baik Kementerian Pertanian maupun Kementerian Perdagangan agar mengevaluasi kembali aturan mengenai Harga Eceran Tertinggi (HET).


"Pertama, mengenai HET beras tunggal. Jadi di dalam SNI beras itu ada beberapa kelas mutu beras. Tetapi harga eceran tertingginya hanya satu harga. Mungkin ini perlu dievaluasi. Kedua, tentang penentuan HTT yang dasar penghitungan HET bagaimana supaya menguntungkan berbagai pihak yang terlibat sebagai pelaku di industri beras," kata dia.


Dia akan menyampaikan usulan dan saran yang dihitung melalui kajian akademis kepada pemerintah dengan segera.


"Kami melakukan ini agar tidak terjadi salah pemahanan antara beras premium dan medium seperti yang terjadi saat ini," tandasnya.


Sebelumnya, polisi sempat menduga PT IBU melakukan kecurangan menjual produk beras premium ke pasar dengan kandungan beras bersubsidi atau varietas IR64. Hal tersebut dibantah PT IBU dengan menyebut varietas IR64 hanya menjadi salah satu bahan produksi.


Selain itu, mereka mengklaim beras produksinya sesuai deskripsi mutu Standar Nasional Indonesia (SNI) yang sertifikasinya didapat dari Badan Standardisasi Nasional (BSN).


Baca juga:


Editor: Agus Luqman 

  • PT Indo Beras Unggul
  • beras oplosan
  • perlindungan konsumen
  • Produksi Beras
  • beras premium

Komentar (0)

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!