HEADLINE

Pasca Putusan Kasus 65, Ini Langkah Lanjutan IPT 1965

Pasca Putusan Kasus 65, Ini Langkah Lanjutan IPT 1965

KBR, Jakarta- Koordinator IPT 1965 Nursyahbani Katjasungkana mengaku telah menyiapkan langkah lanjutan terkait keputusan hasil sidang Internasional People’s Tribunal 1965. Dalam keputusan sidang yang dibacakan hari ini, Rabu (20/07/2016), Ketua Majelis Hakim Internasional People’s Tribunal 1965, Zakeria Yacoob telah menyebut adanya tindakan kejahatan kemanusiaan terhadap orang-orang yang terkait dan yang dikaitkan dengan PKI, bahkan hingga pendukung Presiden Soekarno dan anggota Partai Nasional Indonesia (PNI).

Baca: Sidang Rakyat IPT Beberkan 10 Kejahatan Kemanusiaan Peristiwa 1965

Koordinator IPT 1965 Nursyahbani Katjasungkana mengatakan telah menyiapkan tiga agenda lanjutan hasil sidang, untuk menyosialisasikan kebenaran soal 1965.

Pertama, kata Nur IPT akan menyerahkan semua fakta dan temuan kepada Komnas HAM. Hal ini untuk memperkuat keputusan penyelidikan yang dilakukan Komnas HAM. Kata dia, penyelidikan Komnas HAM dan IPT saling menguatkan.

Kedua, Komnas HAM diminta untuk membuka kepada publik proses penyelidikan. "Kita ingin mendesak Komnas untuk memberikan pertanggungjawab publik sampai di mana di proses ke kejagung," ungkapnya kepada KBR, Selasa (20/07/2016).

Ketiga, IPT akan menggunakan mekanisme HAM internasional. Untuk mengagendakan itu, Nur menjelaskan butuh dua negara yang mengusulkan pelanggaran HAM bisa dibahas di PBB. "Kita masih perlu kerja panjang untuk melakukan lobi," ujarnya.

17 April 2017, akan ada Universal Periodik Review PBB terhadap laporan pelanggaran HAM di Indonesia. Kesempatan itu, ujar Nur akan digunakan untuk memasukan data soal lambatnya penyeleseian masalah HAM masa lalu, dan khususnya soal HAM 65 di Indonesia.

Langkah lain, Nur menyebut akan mendorong PBB menyurati Indonesia untuk mengundang Pablo De Greiff, Special Rapporteur Past Human Right Violation Transitional Justice. Tragedi 65 perlu disebarluaskan terus menerus.

"Prosedur internasional adalah PBB meminta Indonesia mengundang. Tetapi jika Indoensia tidak mau, ya tidak bisa. Karena ini menghormati kedaulatan negara. Itulah sebabnya mekanisme HAM internasional hanya berdampak pada political shaming," jelas Nursyahbani.

Minta Dukungan Parlemen

Langkah lanjutan lain juga bakal dilakukan Nursyahbani. Kata dia, IPT 1965 bakal mendatangi Komisi Hukum DPR, untuk meminta parlemen memanggil Komnas HAM dan Kejaksaan Agung. Dia tegaskan, kedua institusi itu harus menjelaskan kepada publik sejauh mana penyelidikan temuannya soal pembantaian massal tragedi 1965. Termasuk memberikan penjelasan sejauh mana perkembangan penyidikan kasus berdarah tersebut.


"Kita akan ke DPR juga menyampaikan kepada komisi 3, untuk segera memanggil Komnas HAM maupun Komnas Perempuan dan Kejagung yang menjadi mitra kerja komisi 3, untuk meminta penjelasaan kelanjutan laporan Komnas HAM tersebut," ujar Nur kepada KBR, Rabu (20/7/2016)


Komisi Hukum, kata Nur harus proaktif, tidak hanya menunggu apa yang disampaikan Kejagung. Nur juga berpendapat penyelaseian non yudisial bisa dilakukan kalau penyelesaian yudisial mentok.


Nur menambahkan putusan IPT akan diserahkan kepada Komnas HAM dan Komnas Perempuan. Salinan ini juga akan diberikan kepada pemerintah.


"Selain menyerahkan kepada Komnas, kita juga ingin menyerahkan kepada Menkopolhukam, Menkumham, dan Menlu. Mereka kami undang sekarang ini. Hanya menlu yang membalas, mohon dikirimkan laporannya. Embassy juga kami undang, hanya kedutaan Australia dan Inggris yang membalas, AS no respon," tutupnya.

Baca juga:

Editor: Dimas Rizky

  • #genosida65
  • #tragedi65
  • IPT 1965
  • hasil sidang IPT 1965

Komentar (0)

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!