EDITORIAL

Mencegah Eksekusi Mati

Ilustrasi.

Kejaksaan Agung sepertinya sudah bulat dengan rencana eksekusi hukuman mati bagi para terpidana kasus narkoba. Usai lebaran ini Jaksa Agung Prasetyo mengatakan setidaknya ada dua orang yang akan ditembak mati, termasuk warga asing.

Keterangan pemerintah menyebutkan eksekusi tembak mati tahun ini akan menyasar 16 orang yang sudah berkekuatan hukum tetap. Dan itu bakal menambah panjang daftar orang dicabut nyawa di depan regu tembak. Tahun lalu 14 orang sudah dieksekusi, dan ini memicu protes publik dalam negeri dan internasional.

Indonesia mengaku sebagai negara demokratis. Konsekuensinya, negara harus menjamin tegaknya hak-hak sipil dan hak asasi manusia. Tetapi soal ini sepertinya pemerintah setengah hati dan menerapkan standar ganda. Dengan dalih menyelamatkan warga dari ancaman narkoba, hukuman mati dijadikan solusi. Sementara jika ada warga yang dihukum mati di luar negeri, pemerintah sibuk membela dan melobi agar hukuman dibatalkan.

Konstitusi kita menjamin hak asasi setiap warga negara, setiap manusia. Apapun alasannya, nyawa dan kehidupan adalah hak dasar manusia yang tidak boleh diabaikan dalam kondisi apapun. Tapi setiap kali kita berbusa-busa bicara penegakan hak asasi manusia, pemerintah justru sedang melanggarnya.

Jika protes dan kecaman diabaikan, lalu hukuman mati benar-benar akan dilakukan dalam waktu dekat, maka noda hitam kelam kembali dicorengkan di muka pemerintah, di wajah bumi pertiwi. Menjelang pelaksanaan eksekusi, kita berharap Presiden Jokowi mau mendengarkan suara hati nurani untuk membatalkan rencana itu. 

  • hukuman mati
  • tembak mati

Komentar (0)

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!