BERITA

Istri Santoso Kelaparan Sebelum Menyerah

Istri Santoso Kelaparan Sebelum Menyerah



KBR, Palu – Hingga saat ini pemeriksaan kesehatan istri Santoso yakni Jumiatun Muslim masih dilakukan di Rumah Sakit Bhayangkara Palu, Sulawesi Tengah.

Sejauh ini belum ada pemeriksaan terhadap Jumiatun alias Umi Delima terkait keterlibatannya dalam jaringan suaminya, Santoso di kelompok Mujahidin Indonesia Timur (MIT).


Kapolda Sulawesi Tengah Rudy Sufahriadi mengatakan pemeriksaan intensif akan dilakukan ketika kesehatannya pulih. Saat ini Polda masih berkosentrasi terhadap kesehatan Jumiatun alias Umi Delima.


Rudy mengatakan saat melarikan diri dari kejaran pasukan gabungan TNI-Polri yang tergabung dalam Satgas Tinombala, Umi Delima membawa senjata api laras panjang jenis M16 milik Santoso. Tapi senjata api itu ditinggalkan di hutan karena berat.


"Saat ini kesehatannya berangsur pulih, nanti setelah kondisinya membaik, baru kita akan bawa lagi Umi Delima ke dalam hutan untuk menunjukan dimana senjata itu dia simpan. Karena dia yang tahu letaknya di dalam hutan,” kata Kapolda Rudy saat memberikan keterangan kepada media di Polda Sulteng, Senin (25/07/2016).


Baca: Mabes Polri Perkirakan Istri Santoso Kabur dengan Basri

Rudy mengatakan saat melarikan diri, istri Santoso terpisah dari istri Basri dan istri Ali Kalora. Ia berlari sendirian selama hampir empat hari, hingga kemudian ia bertemu dengan tukang kebun.


Kepada tukang kebun Jumiatun mengaku sebagai istri Santoso. Ia kelaparan karena tidak memakan apa-apa sejak Santoso tewas tertembak beberapa waktu lalu.


Kepada tim Satgas, istri Santoso mengaku disuruh membawa senjata M16 sebelum Santoso tewas.


Baca: Basri Kabur, Calon Pengganti Santoso

Editor: Agus Luqman

  

  • Santoso
  • teroris
  • Poso
  • Sulawesi Tengah
  • Mujahidin Indonesia Timur
  • Operasi Tinombala
  • perburuan teroris

Komentar (0)

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!