BERITA

Media Diuji dalam Insiden Tolikara

Media Diuji dalam Insiden Tolikara
Karubaga, Tolikara

KBR, Bulan ini toleransi umat beragama di Indonesia menghadapi ujian berat terkait insiden di Tolikara, kabupaten terpencil di Papua.  Media massa pun menjadikan kasus Tolikara sebagai sajian utama. Insiden itu memantik banyak kecaman, kutukan, hujatan.  

Meski begitu banyak pihak menyayangkan maraknya pemberitaan yang ditampilkan media justru cenderung provokatif dan memperkeruh suasana. Minimnya akses menuju lokasi kejadian dinilai sebagai salah satu sebab informasi utuh terkait peristiwa tersebut sulit dikonfirmasi.

Dalam program perbincangan Agama dan Masyarakat, Willy Pramudya dari Majelis Etik Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Indonesia mengatakan banyak media melanggar etika saat memberitakan insiden Tolikara. Menurut Willy, kebanyakan media yang melanggar itu adalah media arus utama dan besar.

“Itu karena media tersebut ingin memberikan informasi yang cepat tanpa sumber yang jelas dan hanya menggunakan informasi media jejaring sosial,” kata Willy.

“Banyak media tidak punya orang di Tolikara sehingga menggunakan informasi yang ada untuk memberitakan peristiwa tersebut,” jelas Willy

Senada dengan Willy, Jerry Sumampouw Sekretaris Eksekutif Persekutuan Gereja-gereja di Indonesia (PGI) mengatakan menilai, media terlalu cepat menginformasikan tanpa mempertimbangkan keberimbangan sehingga membuat situasi di luar Papua menjadi memanas. Hal itu mendorong dirinya bersama PGI mengambil langkah untuk memberikan keterangan agar suasana di Karubaga, Tolikara mereda. Meskipun menurutnya, ada kesalahan fatal yang dilakukan jemaat Gereja Injili di Indonesia dengan mengeluarkan surat yang menurutnya telah memicu keresahan.

“Kita tidak setuju isi surat dari GIDI. Ini negara kesatuan. Meskipun isi surat diakui ada perbaikan namun proses sosialisasi tidak berjalan. Kami juga mempertanyakan kenapa ada surat seperti itu. KKR juga kenapa maju dari jadwal,” jelas Jerry.

Baik Willy maupun Jerry berharap kedepan media bisa melakukan praktik jurnalisme dengan kepala dingin dan mengerti konteks permasalahan yang terjadi.

“Media harus memberikan kebenaran dan mencerdaskan. Jangan meneruskan malpraktek journalism. Jurnalis dan media harus profesional dan taat kepada etika. Media jangan menjadi gendang yang ditabuh pihak tertentu untuk memanaskan suasa,” tegas Willy.

“ Disamping akurasi, media harus punya sensitifitas daerah.  Media harus melakukan crosscek. Jangan menjadikan medsos sebagai media informasi utama,“ tutup Jerry. 

Editor: Malika

  • Agama dan masyarakat
  • Toleransi
  • insiden tolikara
  • petatoleransi_23Papua_merah

Komentar (0)

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!