BERITA

Pokjanas GSRPP: Masyarakat Bisa Mencoblos Tanpa Undangan

"Ketika akan menggunakan KTP maka harus daftar pagi-pagi walaupun memang mereka memilihnya nanti setelah yang lain sudah masuk DPT."

Pokjanas GSRPP: Masyarakat Bisa Mencoblos Tanpa Undangan
Pilpres, DPT, KTP, TPS

KBR, Jakarta - Koordinator Pokjanas Gerakan Relawan Pengawas Pemilu, Yusfitriadi, mempersilahkan masyarakat untuk langsung datang ke TPS bila belum mendapatkan undangan mencoblos dengan membawa KTP.

Menurutnya tidak diserahkan undangan kepada warga yang berhak memilih bisa menjadi salah satu modus operandi yang dilakukan untuk memenangkan salah satu calon.

Berikut wawancara lengkapnya dalam Program Sarapan Pagi KBR (9/7) berikut ini.

Apa tips agar kita tidak dicurangi dan suara-suara tidak dimanipulasi?

“Kalau kita sebagai pemilih maka ketika akan ke TPS dipastikan daftar pemilih tertempel di TPS. Karena agar masyarakat bisa melihat masuk DPT atau tidak soalnya kalau tidak masuk DPT akan ada Daftar Pemilih KTP, daftar pemilih yang akan menggunakan KTP. Yang menggunakan KTP itu tidak bisa diukur berapa sebetulnya yang akan menggunakan KTP. Ketika akan menggunakan KTP maka harus daftar pagi-pagi walaupun memang mereka memilihnya nanti setelah yang lain sudah masuk DPT.”

Ini seperti mencari kuota dulu dan mendaftar karena 2,5 persen saja surat suara tambahan untuk tiap TPS ya?

“Iya makanya kasus di pileg kemarin seperti di Bengkulu ada TPS sampai 150 orang yang menggunakan KTP. Itu akan sulit dari mana mencari kertas suaranya karena yang disediakan cuma 2,5 persen.”

Reporter kita yang ada di Papua melaporkan warga di sana melihat di papan di TPS banyak nama asing yang kita tidak tahu. Bagaimana?

“Ini yang saya pikir basis datanya juga yang kemudian harus kita teliti. Makanya di sana petugas pemutakhiran pemilu yang harus bertanggung jawab atas nama-nama itu. Ketika petugas pemutakhiran data pemilih kemudian memasukkan banyak data-data siluman dan itu saya pikir preseden yang umum. Dulu juga banyak data siluman ini segera dilaporkan oleh masyarakat ke Panwaslu. Karena memang biasanya masyarakat mengenal persis siapa yang ada di daerahnya.”

“Ketika ada orang-orang yang aneh itu ya khawatir juga ghost voter itu yang kemudian memanfaatkan sisa kertas suara atau dimanfaatkan nanti bagi orang-orang yang tidak dikirim surat undangan memilih. Itu adalah modus operandi salah satu kandidat calon ingin menang dengan mengkondisikan penyelenggara pemilu, sehingga penyelenggara pemilu itu tidak menyampaikan undangan dan otomatis banyak kertas suara sisa. Ketika itu kemudian dengan atas nama yang ghost voter itu dimanfaatkan untuk kepentingan salah satu pasangan calon.” 

Di lini masa Twitter banyak menyebutkan mereka tidak mendapatkan kartu undangan memilih, sampai pagi ini juga di Papua banyak yang belum terima undangan itu. Ini apakah memang sistematis atau tidak?

“Dari laporan teman-teman relawan sampai tadi pagi banyak masyarakat belum menerima undangan. Ini memang kebanyakan terjadi pada daerah-daerah yang di pelosok. Karena di pelosok itu banyak alasan seperti orangnya tidak ada, mereka bekerjanya jauh, kartu undangannya datang dari TPS mendadak, dan seterusnya.”

“ Artinya masyarakat langsung saja kalau yang belum menerima undangan sekarang datang ke TPS. Ketika di dalam DPT masuk minta undangannya supaya mereka tidak masuk Daftar Pemilih KTP. Kalau kemudian masyarakat tidak menerima undangan dan tidak datang ke TPS maka bisa dipastikan undangan itu bisa disalahgunakan, diberikan ke orang lain atau dipegang oleh PPS dan mereka yang mencoblos. Itu yang kemudian modus operandi banyak ditemukan pada pileg kemarin.”

Sekarang soal serangan fajar frekuensinya kecil atau tidak begitu menyolok, tapi yang perlu diperhatikan adalah kecurangan sistematis seperti ini?

“Betul. Jadi serangan fajar, kampanye di luar jadwal, kampanye terselubung sekarang itu sudah bias. Padahal setiap hari ada money politic, kampanye terselubung, kampanye di masa tenang sekarang tapi kemudian itu sudah bias karena sulit menterjemahkan ini kampanye atau tidak. Tapi yang lebih jelas-jelas kemudian merugikan hak suara rakyat ada tiga hal. Pertama adalah surat undangan tidak disebarkan kepada yang berhak menerimanya, kedua adalah intimidasi TPS, dan ketiga adalah perpindanhan kotak suara dari TPS ke PPS, PPK sampai KPUD kabupaten/kota. Itu luar biasa rawan untuk dimanipulasi suara, direkayasa, bahkan dihilangkan suara rakyat itu. Pada 2009 kemarin JPPR menemukan minimal di tiga tempat di Aceh misalnya, di tengah kebun kelapa sawit kita menemukan kertas-kertas suara yang telah dicoblos berserakan.”

“Di Bogor juga kita temukan, di Tangerang di selokan terminal angkot ditemukan kertas surat suara yang berserakan. Ini modus operandi yang sama berarti kalau begitu, berarti yang dihitung KPUD itu yang mana. Ini saya pikir rawan terjadi, okelah kalau di perkotaan besar seperti Jakarta mungkin untuk membuka kotak suara sulit karena ramai terus. Tapi kalau daerah lain yang melewati kebun kelapa sawit, sungai, hutan segala macam siapa yang bertanggung jawab.”    

(Baca juga: Ratusan Warga Rusun Penggilingan Cakung Pilih Golput)

  • Pilpres
  • DPT
  • KTP
  • TPS

Komentar (0)

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!