BERITA

KADIN: Perbaiki Jalur Laut Jika Daerah Ingin Maju

KADIN: Perbaiki Jalur Laut Jika Daerah Ingin Maju

KBR, Jakarta - Setiap jelang Hari Raya Idul Fitri, hampir semua barang kebutuhan pokok. Tanpa disadari, keadaan yang rutin itu diterima sebagai sebuah kewajaran yang tidak perlu dipersoalkan. Tanpa sadar, semua memaklumi keadaan itu. Tak cuma di Jakarta atau kota-kota besar lain, tapi juga di banyak pelosok negeri. Harga bahan pokok seperti telur, minyak goreng, daging sapi, ongkos angkutan dan lain-lain naik secara berbarengan, membuat uang yang kita miliki menjadi lebih kecil nilainya.

Menurut Pengamat Ekonomi dari Institute for Development of Economics and Finance (INDEF), Sugiyono, seharusnya inflasi sudah bisa dikendalikan sejak di daerah. “Sebenarnya saat ini banyak daerah yang sudah memiliki satu tim kerja khusus untuk mengendalikan inflasi atau TPID, Tim Pemantau dan Pengendalian Inflasi daerah,” ujarnya. Hanya saja kinerjanya belum menampakkan hasil dan tidak maksimal.
   
Ketika daerah sudah berhasil menekan laju inflasi, kondisi ini akan mendukung upaya menekan inflasi secara nasional. “Peran daerah sangat penting dalam menjaga stabilitas harga mengingat karakteristik inflasi Indonesia yang masih dipengaruhi oleh gejolak di sisi pasokan (supply side shocks),” ujarnya dalam Program Daerah Bicara KBR dan TV Tempo.

Selain itu kata dia, kenyataan bahwa inflasi nasional merupakan agregasi dinamika pembentukan harga yang terjadi di daerah. “Terciptanya inflasi yang rendah dan stabil pada gilirannya akan meningkatkan daya saing dan dapat lebih menjamin kesinambungan pertumbuhan ekonomi,” ujarnya.
   
Sayangnya, upaya menekan inflasi di daerah sulit dilakukan karena masih ada banyak kendala seperti konektivitas yang rendah, struktur pasar yang terdistorsi, kesenjangan informasi harga dan produksi pangan menyebabkan pergerakan inflasi sangat rentan berfluktuasi. Sugiyono menambahkan efisiensi perekonomian daerah yang berbeda antara kawasan barat dan timur juga menyebabkan disparitas harga yang cukup besar. “Pemerintah terkesan diskriminatif karena tidak semua daerah medapat perhatian soal pembangunan,” ujarnya.
   
Sugiyono memaparkan dalam rentang 10 tahun terakhir pergerakan inflasi yang signfikan lebih disebabkan oleh faktor adanya penyesuaian kebijakan pemerintah terkait harga (administered prices) dan lonjakan harga komoditas pangan (volatile foods). “Kemajuan politik didaerah tidak diimbangi dengan kemajuan sektor lain didaerah,jadi daerah hanya mengandalkan APBD,” kata Sugiyono.

Karakteristik inflasi yang banyak dipengaruhi oleh faktor kejutan di sisi pasokan (supply side) tersebut menyebabkan upaya untuk mencapai inflasi yang rendah dan stabil tidak cukup hanya melalui kebijakan moneter, melainkan diperlukan adanya suatu paduan kebijakan yang harmonis antara kebijakan moneter, kebijakan fiskal, kebijakan sektoral dan daerah.

“Salah satu cara untuk mengatasi ini adalah dengan menggencarkan resi gudang di daerah-daerah supaya bisa menyetok bahan. Karena infrastruktur jalan masih sangat kurang jadi penditribusian barang tidak perlu berkali-kali,” ujarnya.
   
Hanya saja, investor kurang berminat menanamkan modalnya untuk membangun resi gudang di daerah-daerah. “Bisnis resi gudang ini tidak diminati oleh pengusaha karena butuh waktu panjang untuk mendapatkan keuntungan.”.

Kata dia Pemerintah baik pusat maupun daerah harus memiliki formula tertentu agar investasi untuk sistem resi gudang banyak diminati. “Tidak mungkin daerah menyelesaikan inflasi tanpa ada instrumen yang mendukung dari pusat,” ujarnya.
   
Ikatan Kamar Dagang Indonesia (Kadin) pun mengeluhkan kebijakan yang diterapkan oleh pemerintah terkait hal tersebut. Wakil Ketua Umum Kadin bidang perdagangan, distribusi dan logistik, Natsir Mansyur mengatakan, peran Tim Pengendalian Inflasi Daerah (TPID) di tiap kabupaten dan kota di Indonesia harus mempunyai tujuan dan tugas yang terukur. Jadi bukan hanya sekedar forum pertemuan,  tetapi menjadi salah satu instrumen untuk merumuskan kebijakan dan tindakan pengendalian harga di daerah. Bagaimana implementasinya, perlu kerangka kerja yang jelas, pasti dan terukur. “Minimnya infrastruktur di daerah juga menjadi kendala utama melambungnya bahan sektor pangan di daerah karena tingginya biasa transportasi,” ujarnya.

Terbatasnya infrastruktur di daerah mengakibatkan pengusaha jadi enggan untuk menanamkan modalnya di daerah. Hal itu lah yang menyebabkan kemajuan daerah menjadi tidak berimbang. “Pada dasarnya semua pengusaha adalah mencari keuntungan. Jadi butuh ketegasan pemerintah mengontrol antara keinginan pengusaha dengan pemenuhan kebutuhan daerah soal penanaman modal,” ujarnya.
   
Misalnya seperti yang terjadi baru-baru ini. Amblasnya Jembatan Comal di Pemalang mengakibatkan lumpuhnya pendistribusian barang dari barat ke timur juga sebaliknya. “Semakin lama pemerintah memperbaiki jembatan itu, maka akan semakin banyak kerugian yang kami dapat, harusnya pemerintah menggencarkan upaya perawatan bagi infrastruktur yang ada jadi hal ini bisa diantisipasi,” ujar Sugiyono.

Kata dia sekarang pengusaha sudah mulai tidak melirik jalur darat untuk melakukan pendistribusian barang. Pasalnya, butuh waktu yang cukup ketika barang lewat darat akibat buruknya infrastruktur dan padatnya jalan, tinggi pungutan liar juga menjadi kendala. “Selama pemerintah baik itu pusat maupun daerah tidak mamu memperbaiki sistem itu, maka kami jadi setengah hati dalam berinvestasi,” ujarnya.
   
Saran yang diberikan oleh Kadin kepada pemerintah adalah, perbaiki jalur laut dengan segala sarana prasarananya apabila pembangunan di daerah mau maju agar bisa menekan inflasi. “Sebenarnya program itu sudah ada, namun seperti halnya di darat, perawatan fasilitas laut juga mengkhawatirkan, padahal potensinya sangat besar,” ujarnya. Peremajaan armada kapal laut dan perbaiki sistem pelabuhan menjadi kunci utama apabila hal tersebut menjadi lebih baik lagi.

Editor: Fuad Bakhtiar

  • harga kebutuhan pokok naik
  • harga naik jelang hari raya idul fitri
  • kamar dagang dan industri

Komentar (0)

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!