BERITA

Ikrar Nusa Bhakti: Koalisi Permanen Butuh Kesamaan Ideologi

Ikrar Nusa Bhakti: Koalisi Permanen Butuh Kesamaan Ideologi

KBR, Jakarta - Tujuh partai politik pengusung koalisi merah putih tandatangani kesepakatan bersama (MoU) Koalisi Permanen di Tugu Proklamasi, Jakarta, Senin (14/7).

Peneliti LIPI, Ikrar Nusa Bhakti, LIPI mengatakan ini kali pertama ada koalisi permanen di Indonesia. Tapi dia ragu apakah koalisi permanen ini akan benar-benar menjadi koalisi permanen dan kuat.

Kita simak wawancara lengkapnya dalam Program Sarapan Pagi KBR (15/7) berikut ini.

Sekuat apa Anda menduga koalisi permanen yang kemarin dideklarasikan?

“Kalau memang benar ada koalisi permanen itu sih bagus-bagus saja. Berarti untuk pertama kali dalam sejarah Indonesia bahwa ada koalisi yang disebut permanen baik sebelum maupun setelah pemilihan umum. Tapi kita juga tahu bahwa dalam kasus Indonesia belum ada koalisi yang permanen. Kenapa demikian, karena Anda tahu untuk membangun koalisi permanen itu perlu ada prasyarat-prasyarat.”

“Pertama dan paling utama adalah misalnya bangunan ideologi yang sama, contohnya kalau di Australia saya bilang Partai Liberal dan Partai Nasional sama-sama berideologi alternatif makanya kemudian mereka bersatu. Tapi tidak pernah misalnya Partai Liberal berkoalisi dengan Partai Buruh Australia. Jadi koalisi itu memang harus dibentuk atas dasar ideologi yang sama. Kemudian tentunya kalau kepentingan-kepentingan politiknya juga harus berdekatan, kemudian mereka memang memiliki satu tujuan bersama untuk membangun negeri ini.”

“Dalam kasus Indonesia yaitu memang belum tercapai atau belum pernah ada yang disebut koalisi permanen ya baik itu dalam kaitannya partai yang berideologi Islam atau partai-partai yang campuran itu belum pernah ada. Itu semuanya lagi-lagi atas dasar disebut dengan aliansi strategis atau koalisi strategis dan sebagainya. Saya terus terang ragu apakah koalisi permanen yang dideklarasikan kemarin sore akan benar-benar menjadi koalisi permanen dan kuat.”

Anggota dari Golkar misalnya menyebutkan bahwa kesepakatan itu tidak legal karena hanya disepakati oleh elit partai saja, tidak membumi ke bawah anggota partai yang lainnya. Soal legalisasi bagaimana menurut Anda?

“Biar bagaimanapun yang namanya partai politik kalau ingin membangun suatu koalisi tentunya harus atas dasar keputusan partai pada tingkatan tertinggi. Itu tidak bisa dilakukan oleh orang per orang pimpinan partai. Kenapa demikian karena kita tahu partai-partai politik itu bukan dimiliki segelintir orang saja, apa yang disebut oligarki partai. Karena kita tahu yang namanya kedaulatan partai itu berada di tangan anggotanya. “

“Saya juga tidak yakin bahwa Golkar akan benar-benar permanen di situ walaupun ada orang seperti Tantowi Yahya yang menyatakan siapa bilang akan bergabung dengan Jokowi dan PDIP. Sementara Anda tahu gerakan-gerakan menuju Munas dipercepat itu sudah mulai muncul. Apalagi Anda tahu sebetulnya Munas Golkar itu harusnya memang September tahun ini, bukan diperpanjang menjadi tahun 2015. Perubahan itu sebagai akibat dari tindakan oligarki partai yang didasari kepentingan pribadi ketimbang kepentingan partai.”

(Baca juga: Poempida: Masih Ada Peluang Golkar Merapat ke Jokowi)

“Anda juga tahu di dalam Golkar itu bukan cuma anak-anak muda saja yang mendesak untuk dilakukan Munas dipercepat tapi juga ada kelompok yang menjadi bangunan utama partai Golkar seperti Kosgoro, MKGR itu beberapa pimpinannya sepakat Munas harus dipercepat. Ada juga kelompok-kelompok tua yang selama ini “pura-pura“ menyokong Aburizal Bakrie untuk bergabung dengan Prabowo Subianto tapi sebetulnya hati kecil mereka itu tidak sreg. Sekarang mereka sudah mulai muncul juga walaupun deklarasinya masih belum sekeras seperti yang dilakukan tiga kelompok induk organisasi atau anak-anak muda itu.”

Anda tadi menyebutkan oligarki partai, apa yang Anda maksud?

“Oligarki partai itu dipimpin oleh sekelompok kecil orang seolah-olah bisa menentukan partai tanpa melalui yang disebut dengan kongres. Karena Anda tahu keputusan tertinggi partai itu harus dilakukan melalui kongres, kalau dalam Golkar disebut Munas (Musyawarah Nasional). Ini yang kalau kemudian pimpinan utama atau kecil seperti ketua umum, sekjen, wakil sekjen, ketua DPP saja yang memutuskan itu tanpa adanya dialog atau musyawarah nasional secara utuh. Itu yang kemudian bisa dijadikan seolah-olah partai ini partai yang oligarkis. Saya lihat Golkar bukanlah partai seperti itu ya karena Golkar kita tahu sebuah partai yang dinamis.”

Anda melihat untung dan rugi kalau memang Golkar jadi merapat ke PDIP apa?

“Ini yang juga harus diperhitungkan oleh PDIP. Karena Golkar selama ini sudah membuat suatu “ancaman halus.” Mereka merasa jauh lebih lincah berpolitik, pintar SDM, partai nomor dua yang terbesar di parlemen mau tidak mau PDIP membutuhkan Golkar untuk keseimbangan berpolitik di parlemen. Ini yang boleh dikatakan pernyataan ini sudah mulai keluar apalagi mereka menyatakan bahwa setiap tahun APBN butuh dukungan parlemen.”

“Kalau Golkar tidak berada di pendukung Joko Widodo bagaimana kemudian pemerintahan berjalan kalau memang Jokowi-JK sebagai pemenang. Mereka juga mengatakan jangan lupa JK itu juga orang Golkar, tapi kita juga tahu JK kemarin ketika maju jadi cawapres dia tidak pernah mau membawa Golkar untuk masuk gerbongnya Jokowi-JK. Tapi lagi-lagi tergantung proses politik nanti karena Joko Widodo selama ini mengatakan waktu di Solo bukan kelompok partai mayoritas, di DKI Jakarta cuma 17 persen tapi berhasil. Kenapa berhasil ya salah satunya bukan cuma karena kebijakan-kebijakannya sesuai kepentingan rakyat tapi memang Jokowi melakukan dialog dengan anggota parlemen.”

“Ini yang kelihatannya akan digunakan lagi pada tingkatan nasional walaupun kita belum tahu bagaimana hasilnya. Tapi lagi-lagi tergantung kepada PDIP sendiri apakah akan mengambil Golkar sebagai anggota koalisi yang baru. Karena memang Golkar itu partai yang tidak pernah mau berada di oposisi.”

Saran Anda terhadap PDIP apa?

“Kalau Anda tanya sama saya lebih baik kita coba-coba partai yang lain supaya PDIP tidak merasa berada di bawah bayang-bayang Golkar. Kalau Golkar sangat ingin karena memang biasanya mereka tidak pernah berada di oposisi.”
Sekali-sekali Golkar ada di oposisi ya?

“Kalau buat saya sih iya kita coba. Kenapa demikian supaya Golkar juga merasakan tidak enaknya berada di kubu oposisi. Selama ini Golkar itu selalu mengatakan sebagai teman koalisi yang kritis, artinya dia berada dalam pemerintahan SBY-JK dan SBY-Boediono tapi Anda juga tahu bahwa pemerintahan SBY-Boediono sering mengalami pusing-pusing kalau Golkar bertingkah.” 

Koalisi oportunis jadinya ya?

“Saya tidak mengatakan oportunis ya. Tapi mereka selalu mengatakan bahwa kami memang anggota koalisi tapi kami juga menyuarakan suara rakyat dan harus kritis kepada pemerintah dan semuanya seperti itu, khususnya Golkar dan PKS.”

Jadi peluangnya ada di PAN dan PPP dengan syarat apa?

“Lagi-lagi kita lihat saja bagaimana mereka nantinya. Bukan mustahil juga Demokrat bisa kalau misalnya nanti Jokowi menang tidak tertutup kemungkinan ada hubungan baru antara SBY dan Megawati. Karena selama ini Bu Mega tidak mau terima dukungan Demokrat dengan asumsi mereka tidak mau berada di bawah bayang-bayang Demokrat dan seolah kemenangan itu karena ada faktor Demokrat. Tapi sekarang pemilu sudah usai, penghitungan suara tinggal seminggu lagi kita tunggu saja apakah akan ada manuver-manuver politik baru.”

Penting bagi Jokowi-JK untuk memperkuat di parlemen ya?

“Buat saya penting ya paling tidak 50 persen + 1 ya. Tapi lagi-lagi tidak bisa diputuskan secara sepihak oleh Jokowi-JK semata. Karena itu juga harus dipertimbangkan mitra yang lainnya. Karena kita tahu bahwa Nasdem tentunya agak pikir-pikir kalau Golkar juga ada di koalisi. Karena bagaimanapun pernah jadi induk semang mereka dan tentunya mereka juga takut kepentingan politik mereka terganggu.”

“Demikian juga dengan PKB sama ya, makanya dulu waktu bangunan koalisi rakyat ini dibentuk bahwa PKB adalah partai yang paling ngotot untuk secara halus mengatakan, ya sudahlah Golkar di sana saja. Tapi kalau misalnya PDIP mengambil partai non Golkar bukan mustahil bahwa itu dari segi power mereka akan jauh lebih kuat untuk bisa mengarahkan, ketimbang kalau Golkar menjadi pilihan utama.”

Tapi perlu dicoba ya?

“Kalau buat saya iya ya supaya Golkar bisa mengalami masa-masa dimana perjuangan politik tidak seindah ketika mereka berada di pemerintahan. PDIP pernah mengalami itu selama 10 tahun dan itu kekuasaan akhirnya bukan sekarang mereka mengambil alih kekuasaan tapi akhirnya mereka mendapatkan kepercayaan untuk menjalankan mandat rakyat 5 tahun ke depan.” 

          

  • Koalisi
  • oposisi
  • pilpres
  • LIPI

Komentar (0)

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!