BERITA

Jangan Khawatir, PP Pajak Penghasilan (PPh) UMKM Tak Akan Membunuh!

"Bagi UMKM dan Organisasi Pekerja Seluruh Indonesia, aturan tersebut bisa membunuh secara massal UMKM di Indonesia."

Jangan Khawatir, PP Pajak Penghasilan (PPh) UMKM Tak Akan Membunuh!
Peraturan Pemerintah Nomor 46 tahun 2013, PPh, UMKM, pajak

KBR68H, Jakarta - Anda pengusaha? Kategorinya Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM) beromzet maksimal Rp4,8 miliar? Ini artinya usaha Anda akan dikenakan pajak final sebesar 1%. Ketentuan ini diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 46 tahun 2013 tentang Pajak Penghasilan (PPh) atas Penghasilan dari Usaha yang Diterima atau Diperoleh Wajib Pajak yang Memiliki Peredaran Bruto tertentu.

Namun bagi UMKM dan Organisasi Pekerja Seluruh Indonesia, aturan tersebut bisa membunuh secara massal UMKM di Indonesia. Sebab dengan besaran pajak tersebut sektor UMKM akan terbebani. Penyerapan tenaga kerja di sektor UMKM juga akan menurun.

Kecemasan itu lekas dijawab Direktorat Jenderal Pajak. Kepala Seksi Peraturan Pemotongan dan Pemungutan Pajak Penghasilan (PPh) Direktorat Peraturan Perpajakan II, Bambang Eko Nugroho mengatakan, peraturan tersebut malahan mempermudah hitung-hitungan pajak para pengusaha.

"Penetapan peraturan ini tergantung omzet karena faktor pengalinya adalah peredaran bruto. Jika penjualan sepi maka pajaknya juga akan kecil, namun jika penjualan tinggi maka pajak akan naik. Sesuai ketentuan yang berlaku, kalau ada wajib pajak rugi maka akan ada waktu kompensasinya juga. Dengan cara ini mereka pasti itu, saya punya omzet Rp 100 juta bulan Juli. Tinggal mengalikan 1 %, sudah pasti itu pajaknya berapa. Sepanjang tahu omzetnya. Selesai," jelas Bambang Eko.
Karena bergantung omzet, penerapan peraturan ini juga bisa memungkinkan wajib pajak dikenai peraturan yang berbeda selama setahun. Staf Seksi Peraturan Pemotongan dan Pemungutan Pph Direktorat Peraturan Perpajakan II, Samuel Nugroho mencontohkan, jika wajib pajak badan usaha mengalami kerugian pada 2013, maka badan usaha itu akan mendapatkan waktu kompensasi hingga 2018.

"Jika ada wajib pajak badan mencatat rugi. Dia bisa dikompensasikan lima tahun ke depan. Misalnya di 2013 ada wajib pajak badan rugi, ruginya ini bisa dikompensaikan sampai 2018. Jika ternyata di 2013 omzetnya di bawah 4,8 maka dia pakai PP 46 tahun 2013. Tetapi ketika 2014 omzetnya dia sudah lebih, misalnya 10 miliar maka dia harus memakai ketentuan umum, maka 2015 akan memakai ketentuan umum. Jadi karena ketentuannya omzet maka memungkinkan keluar masuk wajib pajak," papar Samuel.
Jika sebuah wajib pajak badan usaha tidak mendapatkan penghasilan, maka tidak perlu membayar pajak. "Di PP 46 ini diatur menurut peredaran bruto atau omzet. Misalkan tidak ada penjualan sama sekali, maka ya tidak perlu membayar pajak," Samuel menegaskan.
Selain kemudahan menghitung. Dirjen Pajak juga menjanjikan kepraktisan dalam pembayaran. Bukan kerumitan seperti yang dibayangkan sebelumnya. Setelah menghitung 1 % dari peredaran bruto atau omzet, wajib pajak hanya perlu membayarkannya ke bank-bank atau kantor pos persepsi. Dengan begitu, otomatis pembayaran pajak akan langsung terlaporkan. “Di situ juga mudah, kalau sudah bayar sudah tidak perlu lapor, karena sudah termasuk,” ucap Eko.

Samuel turut meluruskan, bahwa bukan berarti dengan adanya peraturan ini maka akan muncul pajak baru. Peraturan ini menjawab keluhan sebagian besar wajib pajak tentang kerumitan proses pembayaran dan pelaporan pajak."Intinya yang diusung ini adalah kesimpelan, kemudahan, kesederhanaan. Dalam membayarnya pun kita permudah. Jadi setiap wajib pajak tinggal menghitung 1 persen dari omzetnya. Isi di SSP, kemudian dia bayarkan ke bank. Ketika SSP-nya sudah ada, maka tidak perlu lapor lagi," ungkap Samuel.

Dirjen Pajak membantah jika peraturan ini dilatarbelakangi ketidakpatuhan wajib pajak. Dasar kemunculannya lebih kepada kesadaran Dirjen Pajak akan rumitnya pemahaman ihwal pajak.

"Mereka itu sebenarnya pada mau bayar pajak, cuma karena keluhan selama ini kok susah membayarnya. Memahami pajak itu rumit. Sudah mengelola usahanya saja susah, masih direpotkan dengan menghitung pajak juga. Maka dari itu muncullah peraturan ini," jelas Eko.

Tidak semua pengusaha kecil yang omzetnya di bawah Rp 4,8 miliar nantinya dikenakan peraturan ini. Terdapat beberapa pengecualian, salah satunya bagi wajib pajak yang kegiatannya menggunakan sarana dan prasarana yang dapat dibongkar-pasang.
"Pengecualiannya adalah wajib pajak yang ada di wajib pajak yang melakukan kegiatan yang menggunakan sarana dan pra sarana yang dapat dibongkar pasang. Misalnya, pedagang makanan keliling, pedagang asongan, . Jadi mereka itu berdagang di tempat umum, yang bukan disediakan untuk bisnis," jelas Samuel.

Melalui peraturan yang sudah mulai berlaku sejak Juli ini, Dirjen Pajak berharap adanya peningkatan kepatuhan wajib pajak.
"Tujuannya untuk kepatuhan wajib pajak di bawah Rp4,8 miliar supaya lebih mudah melakukan pemenuhan pembayaran pajak. Di sini juga lebih gampang, karena begitu mereka bayar,  mereka tidak perlu lapor. Pembayarannya itu sudah dianggap pelaporan, tidak seperti di ketentuan umum. Makanya kalau di ketentuan umum lebih sulit, menghitungnya susah, membayar kemudian melapor," ungkap Eko.

Wajib pajak tak perlu dipusingkan dengan berbendel-bendel formulir yang harus diisi."Form dengan adanya PP 46 ini tidak perlu banyak mengisi. Hanya SSP yang dibayarkan di Bank, setelah itu selesai untuk masa itu. Kalau kita bicara tahunan. SPT yang perlu mereka isi adalah lampiran saja. Mudah sekali," pungkasnya.

Jika pengusaha atau wajib pajak masih menemui kebingungan dalam pengisian, Dirjen Pajak memiliki petugas yang dapat ditemui di Kantor Pajak masing-masing daerah. Atau dapat pula menghubungi kring pajak di nomor 500200 atau bisa juga di website resmi Dirjen Pajak www.pajak.go.id. Peningkatan kepatuhan wajib pajak dan kemudahan dalam membayar adalah pencapaian peraturan ini.

Perbincangan ini kerjasama dengan Direktorat Jendral Pajak.


Editor: Vivi Zabkie

  • Peraturan Pemerintah Nomor 46 tahun 2013
  • PPh
  • UMKM
  • pajak

Komentar (0)

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!