BERITA

Siasat Firli Singkirkan Pegawai KPK Lewat TWK

Siasat Firli Singkirkan Pegawai KPK Lewat TWK

SIANG itu di masjid lantai dua, gedung Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Jakarta. Farid Andhika mendengar langsung ada 21 nama pegawai KPK yang menjadi target untuk disingkirkan.

Saat itu, Farid tengah menemani penyelidik KPK Harun Al Rasyid menemui Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron. 

Daftar 21 nama itu disampaikan langsung oleh Ghufron ke Harun, pada November 2020.

Gue denger sendiri memang soal list itu,” kata Farid yang kala itu menjabat Sekjen Wadah Pegawai KPK kepada IndonesiaLeaks.

Dugaan menyingkirkan sejumlah pegawai KPK ditengarai sudah muncul jauh sebelum tes wawasan kebangsaan (TWK) digelar.

Ketua KPK Firli Bahuri diduga sudah membuat daftar pegawai yang akan disingkirkan. “List berasal dari Firli,” kata Harun Alrasyid kepada IndonesiaLeaks.

Farid tak mengetahui detail 21 nama tersebut. Sumber IndonesiaLeaks menuturkan, daftar nama-nama yang akan disingkirkan itu berisi nama orang-orang yang dulu pernah menangani perkara pelanggaran kode etik Firli dan orang-orang yang kencang menolak revisi UU KPK. Selain itu, ada nama-nama lain yang diincar karena ikut menangani kasus rekening gendut perwira polisi Budi Gunawan.

Firli membantah telah membuat 21 daftar nama itu. “Tidak ada kaitannya. Orang lulus tidak lulus karena dia sendiri,” kata dia di DPR, 3 Juni 2021. Dia mengklaim, tidak memiliki kepentingan mencoret atau mengincar pegawai tertentu melalui TWK.

Daftar nama-nama incaran itu muncul ketika KPK tengah membahas draf alih status pegawai menjadi Aparatur Sipil Negara (ASN). Beberapa rapat digelar mengundang perwakilan dari Badan Kepegawaian Negara (BKN) dan Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Kemenpan RB). Sumber IndonesiaLeaks menuturkan, BKN dan Kemenpan RB saat itu sepakat bahwa ini adalah alih status, bukan perekrutan layaknya tes Calon Pegawai Negeri Sipil (CPNS).

Namun dalam beberapa kali diskusi, pertanyaan mengenai dasar hukum proses alih status sudah mulai mengemuka. Sebab alih status itu tidak diatur secara detail dalam Undang-Undang nomor 5 Tahun 2014 tentang ASN. Ini yang menjadi celah.

Begitu pula dengan tolok ukur setia terhadap Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 sebagai syarat menjadi ASN. Sumber IndonesiaLeaks menuturkan, saat itu muncul masukan dari akademisi untuk membuat surat pernyataan saja sebagai bukti hukum. Toh, calon presiden hingga calon gubernur juga menggunakan surat pernyataan sebagai bukti kesetiaan pada Pancasila.

Gunakan Perkom

Hasil diskusi dan rapat antarlembaga itu akhirnya dibawa ke meja pimpinan. Pada pertengahan Desember 2020, digelar rapat pimpinan membahas peraturan komisi (Perkom) terkait alih status pegawai. Dalam rapat itu, belum ada pembahasan mengenai tes wawasan kebangsaan (TWK).

Baru pada awal Januari 2021, Firli dikabarkan meminta klausul TWK masuk ke dalam Perkom. Permintaan itu disebut-sebut sempat ditolak oleh salah satu pimpinan KPK. Sumber IndonesiaLeaks mengungkapkan, salah satu pimpinan saat itu hanya ingin loyalitas kesetiaan diatur menggunakan surat keterangan saja.

Sumber IndonesiaLeaks menuturkan, Firli ngotot meminta ada TWK sembari membawa-bawa isu Taliban di tubuh KPK.

Masuknya klausul TWK ke dalam Perkom itu pun memicu perdebatan. Sejumlah pihak mempertanyakan dasar hukum dan anggaran. Sebab penyelenggaraan tes semacam itu membutuhkan anggaran tidak sedikit. Sedangkan saat itu, belum ada rancangan anggaran yang jelas.

Atas dasar itulah, dalam draf Perkom tanggal 18 Januari 2021, klausul TWK itu belum muncul. Sumber IndonesiaLeaks menuturkan bahwa Firli terus-menerus memaksakan untuk memasukkan klausul TWK dalam Perkom.

Hingga akhirnya dalam draf Perkom 20 Januari 2021, muncul pasal selundupan mengenai TWK. Klausul itu termuat pada Pasal 5 Ayat 4. Dari sebelumnya hanya berupa asesmen, berubah menjadi asesmen tes wawasan kebangsaan.

Lima hari berselang, draf itu rampung. Ada klausul TWK yang dilaksanakan KPK bekerja sama dengan BKN.

Sumber IndonesiaLeaks mengatakan, Firli yang membawa sendiri draf tersebut ke Kantor Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkum HAM) pada 26 Januari 2021. Pertemuan di Kantor Kemenkum HAM itu tak dihadiri oleh pimpinan KPK lain. Keesokan harinya, Peraturan Komisi Nomor 1 Tahun 2021 tentang Tata Cara Pengalihan Pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi menjadi Pegawai Aparatur Sipil Negara resmi diundangkan.

Aturan yang memuat klausul TWK itu sontak membuat geger sejumlah pegawai. “Saya tanyakan soal apakah TWK akan ada lolos dan tidak lolosnya? Tidak ada jawaban dari pimpinan. Kami bingung banget,” ujar salah seorang pegawai kepada IndonesiaLeaks.

Tahu bahwa tes itu membuat geger Komisi, pimpinan KPK saat itu mencoba meredam dengan menyebut bahwa TWK tidak akan dijadikan dasar lulus atau tidak lulus. Tak lama berselang, tiap pegawai mendapat pemberitahuan dari BKN akan pelaksanaan tes seleksi asesmen ASN KPK.

Tanggal mundur

Sumber IndonesiaLeaks mengatakan, meski tes dimulai 9 Maret, nota kesepahaman pengadaan barang dan jasa melalui swakelola antara KPK dan BKN untuk TWK justru dibuat belakangan. Padahal, seharusnya ada nota kesepahaman terlebih dahulu sebelum tes digelar.

Dokumen kontrak swakelola KPK dan BKN juga diduga dibuat mundur. Sumber IndonesiaLeaks di KPK menuturkan, dokumen itu seolah-olah dibuat pada 27 Januari, padahal baru diteken 26 April atau setelah TWK selesai digelar. Nilai kontrak yang harus ditanggung KPK dalam tes ini mencapai Rp1,8 miliar.

Hingga akhirnya BKN menyerahkan hasil tes pada 27 April. Saat diserahterimakan ke KPK, sudah ada tanda pegawai ‘memenuhi syarat’ dan ‘tidak memenuhi syarat’.

Sumber IndonesiaLeaks mengatakan, saat itu Firli berencana memberhentikan pegawai yang tak memenuhi syarat pada 1 Juni. Sejumlah pihak disebut-sebut sempat mengingatkan Firli atas risiko hukum dan respon publik jika ada pemberhentian pegawai. Sejumlah pihak juga sempat menyarankan ke Firli agar pegawai yang tak memenuhi syarat itu menjalani pendidikan dan pelatihan (diklat) terlebih dahulu. Namun Firli kekeh untuk memberhentikan pegawai itu.

Akhirnya rencana itu tak terlaksana lantaran 75 nama yang tak lolos itu kadung bocor ke publik dan ditentang sejumlah kalangan.

Munculnya 75 nama yang tak lolos itu juga menarik perhatian Presiden Joko Widodo. Dalam sebuah pidato, saat itu Presiden menekankan bahwa TWK tidak boleh dijadikan dasar memberhentikan pegawai. Presiden juga menyebut pertimbangan Mahkamah Konstitusi, yang menyatakan alih status tak boleh merugikan pegawai.

Sumber IndonesiaLeaks menuturkan, pidato Presiden itu justru ditafsirkan macam-macam. Hingga akhirnya muncul keputusan akhir mengenai nasib 75 pegawai: 24 akan dibina dan sisanya dicap merah alias tak bisa dibina.

Atas hasil tes ini, Firli menyebut semua pegawai KPK memiliki hak yang sama mengikuti tes wawasan kebangsaan.

“Hasilnya seperti itu,” kata Firli di DPR, kata dia di DPR, 3 Juni 2021. (*)

  • KPK
  • TWK
  • Firli Bahuri
  • Buku Merah
  • Save KPK

Komentar (0)

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!