BERITA

Cegah Iklan Rokok Pengaruhi Generasi Muda

Cegah Iklan Rokok Pengaruhi Generasi Muda

KBR, Jakarta- Iklan, promosi dan sponsor (IPS) rokok marak ditemukan di Indonesia, termasuk di sejumlah kawasan yang dilarang seperti kawasan di sekitar sekolah atau tempat aktivitas anak.

Lembaga pengawas kesehatan publik Amerika Serikat (Surgeon general of the United States) menggelar studi dan menyimpulkan bahwa iklan rokok mendorong perokok meningkatkan konsumsinya.


Iklan rokok disebut mendorong anak-anak mencoba rokok serta menganggap rokok adalah hal wajar. Ini salah satu yang memicu naiknya angka perokok anak di Indonesia hingga hampir dua kali lipat.


Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) Nasional 2018 mencatat jumlah perokok anak usia 10-18 tahun mencapai 9,1 persen atau 7.8 Juta anak usia 10-15 tahun.


Sementara, prevalensi perokok elektrik penduduk usia 10-18 tahun mengalami kenaikan pesat. Dari 1,2 persen pada 2016 menjadi 10,9 persen pada 2018.


Di Indonesia, sejumlah daerah telah menerapkan peraturan setingkat kabupaten/kota (perbup, perwako) untuk membatasi sebaran iklan rokok di ruang publik.


Salah satu kota yang memiliki komitmen mengurangi konsumsi rokok warganya adalah Kota Sawahlunto, Sumatera Barat.


Kepala Dinas Sosial Pemberdayaan Masyarakat Desa, Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PMD-PPA) Kota Sawahlunto Dedi Syahendry beralasan, komitmen itu diambil lantaran perilaku hidup tidak sehat masyarakat Sawahlunto yang banyak merokok dalam ruangan termasuk perokok anak-anak. 

"Tahun 2013 Kota Sawahlunto mencanangkan sebagai kota layak anak. Kita memulai gerakan menghapus iklan rokok. Tahun 2014 Kota Sawahlunto mengeluarkan Perda No. 3 tahun 2014 tentang Kawasan Tanpa Rokok (KTR)," ujar Dedi kepada KBR di program Ruang Publik, Kamis (24/06/20).



Baca juga:

Yuk, Ikuti Lomba Blog #PutusinAja, Berhadiah Total 21 Juta



Selanjutnya, pada 2017 keluar Instruksi Wali Kota agar semua iklan rokok dihapuskan. Kemudian pada 2019 Kota Sawahlunto mengeluarkan Peraturan Wali Kota (Perwako) No. 70 tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Larangan Reklame Produk Rokok.


"Pada tahun 2019 Sawahlunto tidak menerima apapun kegiatan yang disponsori produk rokok," ujarnya.


Dedi mengakui tidak adanya iklan dari produk rokok berimbas terhadap Pendapatan Asli Daerah (PAD) Kota Sawahlunto. 


"PAD dari iklan ini (rokok) hanya Rp32 juta per tahun. Jumlah ini terhitung kecil, sehingga kita carikan pengganti pendapatan itu. Seperti dari BUMD. Tanpa ada iklan rokok kita kehilangan pendapatan tetapi tidak persepsi orang terhadap kota ini akan menjadi baik," ungkap Dedi.

Iklan Rokok Pengaruhi Anak Merokok

Koordinator Advokasi Lentera Anak, Nahla Jovial Nisa menyatakan iklan rokok mempengaruhi anak untuk merokok. Hal ini merujuk dari penelitian Universitas Muhammadiyah Prof. Dr. Hamka (Uhamka) tahun 2017 yang merinci 46 persen remaja mulai merokok karena terpengaruh iklan rokok.

"Tidak adanya iklan atau promosi sponsor rokok maka satu pintu yang mempengaruhi anak untuk merokok itu tertutup," ungkap Nahla di program Ruang Publik, Kamis (24/06/20).


Ia membantah anggapan bahwa larangan iklan rokok berdampak terhadap kesejahteraan petani tembakau dan buruh pabrik rokok. 

"Yang dilakukan oleh iklan rokok itu bukan menargetkan orang yang sudah merokok, tetapi mereka (industri rokok) menargetkan perokok pemula. Artinya di sini (iklan rokok) yang ditargetkan adalah anak anak, konsumsinya supaya tidak turun, supaya ada perokok pengganti. Pertanyaannya adalah, apakah ketika tidak ada larangan iklan petani (tembakau) langsung tidak terjual tembakaunya? tidak ada hubungannya," imbuhnya.

"Dan perlu diingat, impor tembakau kita lebih besar daripada yang sudah dihasilkan, artinya petani tembakau kita tidak sejahtera. Bukan karena iklannya tidak ada tapi karena sistem ekonomi yang dibentuk," pungkasnya.


Lentera anak sebelumnya juga menyebut industri rokok kehilangan 240.618 pelanggan setianya karena meninggal.


Dilansir dari Antara, Ketua Lentera Anak Lisda Sundari mengatakan bahwa industri melakukan berbagai kegiatan manipulatif melalui iklan, promosi, sponsor, kegiatan CSR, informasi misleading, dan produk-produk baru.


Menurut Lisda, industri rokok di dunia semakin kreatif menjangkau anak muda melalui media dan cara-cara baru. Seperti menggunakan media sosial, influencer atau pemengaruh anak muda, penggunaan konten film serial beradegan merokok.

Karena itu, ia khawatir, manipulasi industri rokok berdampak terhadap tumpulnya sikap kritis anak muda.


Editor: Sindu Dharmawan




Diskusi ini dapat anda simak di Spotify Ruang Publik, KBR Prime dan Youtube Berita KBR. 

  • Rokok
  • lentera anak
  • Sawahlunto
  • iklan rokok
  • riskesdas 2018

Komentar (0)

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!