BERITA

Buchtar Tabuni Dituntut Kasus Makar 17 Tahun Penjara, Keluarga: Tidak Adil

Buchtar Tabuni  Dituntut Kasus Makar 17 Tahun Penjara, Keluarga: Tidak Adil

KBR, Jakarta-   Keluarga terdakwa menilai tuntutan 17 tahun penjara oleh Jaksa Penuntut Umum atau JPU terhadap Wakil Ketua II Komite Legislatif United Liberation Movement For West Papua (ULMWP), Buchtar Tabuni tidak adil. Kejaksaan Tinggi Papua dalam persidangan di Pengadilan Negeri Balikpapan, Kalimantan Timur, Selasa (2/06) menuntut Buchtar 17 tahun penjara. 

Dalam tuntutannya, Jaksa menilai terdakwa terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana Pasal 106 KUHP jo Pasal 55 ayat 1 KUHP. Pasal makar tersebut mengancam dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara selama waktu tertentu paling lama dua puluh tahun. 

Debora Awom, istri Buchtar Tabuni mengatakan bekas Ketua Umum Komite Nasional Papua Barat atau KNPB itu ditangkap dan dituduh melakukan apa yang tidak ia perbuat.

Menurutnya, Buchtar Tabuni ditangkap pascaunjuk rasa mengecam ujaran rasisme yang berujung rusuh di Kota Jayapura akhir Agustus 2019 lalu. Buchtar Tabuni yang dititipkan di Rutan Balikpapan, Kalimantan Timur bersama enam terdakwa lainya didakwa melakukan upaya makar, dan penghasutan di muka umum.

Padahal kata Demoba Awom, saat dua kali unjuk rasa mengecam ujaran rasisme digelar Kota Jayapura, Agustus 2019 lalu Buchtar Tabuni tak pernah ikut apalagi mengkoordinir massa aksi.

"Ditangkap untuk dihukum 17 tahun penjara ini, saya rasa bahwa itu tidak adil. Pak Buchtar tidak pernah suruh mahasiswa atau KNPB demo tolak rasis.  Waktu demo tanggal 19  dan 29 (Agustus 2019) Pak Buchtar tidak pernah ikut," kata Debora Awom kepada KBR.

Keluarga menduga, Buchtar Tabuni ditangkap terkait kampanye Papua merdeka yang ia lakukan selama ini. Unjuk rasa mengecam ujaran rasisme di Kota Jayapura yang berujung rusuh, hanya dijadikan alasan untuk mempidanakan aktivis ULMWP.

Dugaan itu menguat karena dalam tuntutannya, JPU mengangkat masalah dugaan makar yang pernah dilakukan Buchtar Tabuni beberapa tahun lalu di antaranya pada 2008 lalu.

Ketika itu Buchtar Tabuni bersama para aktivis KNPB berunjuk rasa mendukung peluncuran International Parliamentarians for West Papua (IPWP) di London, 15 Oktober 2008.

Akan tetapi menurut Debora Awom, Buchtar Tabuni telah menjalani hukuman untuk kasus tersebut. Buchtar yang ditangkap pada awal Desember 2008 terkait unjuk rasa mendukung peluncuran IPWP, dituntut hukuman penjara 10 tahun penjara.

Buchtar Tabuni merupakan salah satu aktivis Papua Merdeka yang telah beberapa kali ditangkap dan dipenjara. Ia juga pernah masuk dalam daftar pencarian orang atau DPO kepolisian sejak 2013-2018, atas tuduhan menggerakkan unjuk rasa oleh massa KNPB yang berujung bentrok dengan aparat kepolisian pada 2013 lalu. Namun pada akhir 2018 lalu, Polres Jayapura Kota menyatakan Buchtar Tabuni bebas dari status DPO. 


Makar

Dalam kasus serupa pada 24 April lalu Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat menjatuhkan vonis penjara terhadap Surya Anta dan lima aktivis Papua lainnya yang didakwa telah melakukan makar.  Terdakwa lainnya adalah  Charles Kossay, Ambrosius Mulait, Isay Wenda, Anes Tabuni, dan Arina Elopere.  Majelis hakim rata-rata memvonis 9 bulan penjara. Sementara Isay Wenda diputuskan bersalah dan divonis 8 bulan penjara.  

Majelis hakim memutuskan keenam tapol Papua bersalah karena telah terbukti melakukan makar saat menggelar unjuk rasa di area Istana Kepresidenan Jakarta dengan mengenakan beberapa atribut dan yel-yel. Unjuk rasa itu merupakan bentuk protes para mahasiswa atas aksi rasisme di asrama mahasiswa Papua di Surabaya pada 28 Agustus 2019. 

Editor: Rony Sitanggang 

  • Veronica Koman
  • Papua
  • KSP
  • makar
  • Moeldoko
  • tapol
  • konflik papua
  • Jokowi

Komentar (0)

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!