BERITA

Tewaskan Belasan Penumpang, Nakhoda Kapal Arista Jadi Tersangka

""Karena dia itu kapal pribadi cuma membawa orang, aslinya kapal nelayan. ""

Tewaskan Belasan Penumpang, Nakhoda Kapal Arista Jadi Tersangka
Keluarga korban kapal motor Arista yang tenggelam mencari info di Rumah Sakit Jala Ammari, Makassar, Sulawesi Selatan, Rabu (13/6). (Foto: Antara)

KBR, Jakarta-  Kepolisian Sulawesi Selatan menetapkan DK, nakhoda sekaligus pemilik kapal motor Arista yang tenggelam kemarin, sebagai tersangka. Kapal  tenggelam kemarin di perairan Makassar, Sulawesi Selatan, dan menewaskan sedikitnya 15 penumpang.

Juru Bicara Polda Sulawesi Selatan, Dicky Sondani, mengatakan DK dikenakan pasal 359 KUHP. DK disangka lalai sehingga menyebabkan orang lain meninggal karena  menggunakan kapal nelayan miliknya untuk mengangkut penumpang.

 

"Karena dia itu kapal pribadi cuma membawa orang, aslinya kapal nelayan. Jadi kalau jadi kapal penumpang tidak layak," ujar Juru Bicara Polda Sulawesi Selatan, Dicky Sondani kepada KBR, Kamis (14/06).

 

Dicky melanjutkan, "tapi ya karena sudah kebiasaan ya gimana, transportasi masyarakat di sana juga kapal kan dari pulau ke pulau, jadi mereka sudah biasa. Pada hari itu ombaknya besar anginnya kencang, penumpangnya satu pun tidak memakai pelampung."

 

Dicky menambahkan,  masih menelusuri kemungkinan menjerat DK dengan UU 17 tahun 2008 tentang Pelayaran. UU Pelayaran Pasal 302 dapat menjerat nakhoda yang melayarkan kapalnya meski mengetahui kapalnya tidak layak, dan menyebabkan kematian, dengan ancaman penjara 10 tahun.
 

Namun kata Dicky, kapal nelayan milik DK tidak bisa dikenakan UU Pelayaran.

"Nanti kita lihat situasi, itu kan bukan kapal penumpang umum gitu. Kita dalami dulu," kata dia.
 

Kapal motor Arista tenggelam di Perairan Makassar, Sulawesi Selatan, kemarin. Sebanyak 15 korban tewas, dan 22 penumpang selamat berhasil dievakuasi. Hingga kini 6 orang korban belum ditemukan. Kepolisian mengatakan kapal tersebut bukanlah kapal penumpang melainkan kapal nelayan.
 

 

Pencarian Korban


Badan SAR Nasional (Basarnas) Sulawesi Selatan memperluas area pencarian korban yang hilang  akibat tenggelamnya kapal motor Arista di Perairan Makassar. Kepala Basarnas Sulawesi Selatan Amiruddin mengatakan, saat ini pencarian korban sudah diperluas hingga 9 nautical mil atau sekitar 16,2 kilometer dari lokasi kecelakaan, sedangkan area pencarian kemarin hanya 5 nautical mil atau 9,25 kilometer.

Ia berkata, Basarnas memperluas area pencarian tersebut setelah pada dini hari tadi menemukan dua bocah korban KM Arista dalam kondisi tewas. Total korban tewas sebanyak 15 orang.

"Jadi berdasarkan dengan SAR map, pedoman pelaksanaan operasi SAR yang kita punyai, kita baru mencari dengan radius 9 nautical mil dari lokasi kecelakaan. Nanti bisa diperluas ke 15 nautical  mil. Pencariannya seperti kemarin," kata Amiruddin kepada KBR, Kamis (14/06/2018).


Amiruddin mengatakan, sepanjang pencarian mulai pukul 06.00 pagi tadi, belum ada tambahan korban yang ditemukan tim pencari. Ia berkata, pencarian korban tersebut menggunakan dua kapal milik Basarnas, dua Kapal Patroli Kesatuan Penjagaan Laut dan Pantai milik Kantor Kesyahbandaran Utama Makassar, satu kapal dari Polisi Air, serta dibantu tujuh kapal nelayan.


Amiruddin berkata, aktivitas transportasi air masyarakat juga kembali pulih, dengan tetap menggunakan kapal-kapal motor milik nelayan. Meski begitu, Amiruddin berkata, tim SAR telah mengimbau pemilik kapal agar melengkapi alat-alat keselamatan, serta lebih berhati-hati saat berlayar. Amiruddin lantas diminta tak mengangkut penumpang dan barang secara berlebihan, lantaran biasanya kapal tersebut juga mengangkut sepeda motor dan furnitur rumah tangga.


Pemerintah Abai


Pengamat transportasi Djoko Setijowarno menilai pemerintah hanya berfokus pada transportasi darat dan udara, tetapi mengabaikan kelayakan transportasi laut. Djoko mengatakan, transportasi laut tersebut bukan hanya yang berjarak jauh dan menggunakan kapal feri dan ro-ro, melainkan juga kapal kecil yang menghubungkan pulau berjarak dekat.

Menurut Djoko, pelabuhan kecil dengan kualitas yang buruk tersebut biasanya dikelola pemerintah daerah yang belum mengerti pentingnya keamanan transportasi air.

"Speedboat kan bebas, sangat-sangat bebas sekali. Makanya saya bilang speedboat seperti sepeda motor, seenaknya dia keluar. Jarang saya melihat orang naik speedboat pakai pelampung. Padahal kalau mau masuk ke Tawau harus pakai, walaupun speedboat cuma isinya empat orang. Di kita enggak. Itu kan ada pelabuhan yang dikelola Pemda. Sementara Pemda maunya, ya kayak terminal tidak diperhatikan, yang penting duit yang diperhatikan. Ini yang jadi masalah," kata Djoko kepada KBR, Rabu (13/06/2018).


Djoko mengatakan, ia sudah melihat layanan transportasi laut dan sungai di berbagai daerah yang hampir semuanya mengabaikan standar-standar keselamatan penumpang. Padahal, kata Djoko, saat ini sudah ada peraturan yang mengatur keselamatan penumpang, seperti pada Peraturan Menteri Perhubungan nomor 25 tahun 2015 tentang Standar Keselamatan Transportasi Sungai, Danau, dan Penyeberangan, serta Peraturan Menteri Perhubungan nomor 37 tahun 2015 tentang Standar Pelayanan Penumpang Angkutan Laut. Namun, menurutnya, pemerintah tak pernah memastikan pengetahuan soal aturan keselamatan tersebut diterima para operator kapal kecil untuk penyeberangan jarak pendek.


Djoko berkata, operator speedboat yang menghubungkan beberapa wilayah di Sumatra dan Kalimantan tersebar di sepanjang sungai-sungai besar. Biasanya, kata dia, hanya ada pelabuhan-pelabuhan kecil yang dikelola pemerintah daerah untuk speedboat tersebut berlabuh.

Menurut Djoko, pengelolaan pelabuhan oleh Pemda biasanya sangat berantakan, sama seperti pengelolaan terminal untuk angkutan darat. Akibatnya, tak ada jaminan keselamatan yang diberikan pada penumpang moda angkutan air. Bahkan, kata Djoko, di DKI Jakarta saja pernah terjadi kecelakaan kapal kecil di kawasan Kepulauan Seribu pada awal 2017 lalu.

Djoko menyarankan, agar Kemenhub menggandeng Kementerian Dalam Negeri untuk meminta Pemda memperbaiki pelabuhannya. Alasannya, kata Djoko, kebanyakan Pemda hanya mau mengikuti perintah Kemendagri, lantaran perintah tersebut biasanya juga dibarengan dengan ancaman sanksi. 

Rabu kemarin, kapal yang mengangkut penumpang tenggelam di tiga wilayah berbeda yakni di Makassar dan Banggai, Sulawesi, serta Bangka Selatan, Sumatera.

Di Makassar, kapal motor Arista tenggelam di perairan dan hingga kini 6 orang korban belum ditemukan. Kecelakaan juga dialami kapal Cikal rute Leme-leme menuju Luwuk, Kabupaten Banggai, Sulawesi Tengah. Tiga orang dinyatakan meninggal beserta ternak yang diangkut di dalam kapal.

   

Sementara di Bangka, kapal cepat Albert rute Kabupaten Bangka Selatan menuju Ogan Komering Ilir, mengalami pecah lambung karena menabrak ombak, hingga terbalik, dan menewaskan 3 orang. Kapal ini merupakan kapal penumpang.

 

Tenggelamnya kapal-kapal ini terjadi sehari setelah Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi mengatakan tidak ada kapal barang yang jadi angkutan lebaran tahun ini.

Editor: Rony Sitanggang

 

  • kapal motor Arista
  • kapal cepat Albert
  • kapal tenggelam
  • Anggota Komisi V Bambang Haryo

Komentar (0)

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!