BERITA

'Pak Jokowi, Kepentingan Nasional Apa yang Menghambat Aksesi FCTC?'

'Pak Jokowi, Kepentingan Nasional Apa yang Menghambat Aksesi FCTC?'

KBR, Jakarta - Para aktivis pengendalian tembakau mengkritik pernyataan Presiden Joko Widodo terkait FCTC (Kerangka Kerja Konvensi Pengendalian Tembakau). FCTC merupakan traktat internasional untuk pengendalian global epidemi tembakau.

Pada saat memberikan pengantar rapat terbatas tentang FCTC, Selasa (14/6/2016), kemarin Presiden Jokowi mengatakan pengambilan keputusan soal FCTC harus dipertimbangkan masak-masak dan tidak karena mengikuti tren atau ikut-ikutan.


"Tapi kita harus betul-betul melihat kepentingan nasional kita, terutama yang berkaitan dengan warga negara kita yang terkena gangguan kesehatan dan juga kepentingan generasi muda ke depan,” kata Presiden Jokowi.


Pernyataan itu mengundang kritik dari Gerakan Muda FCTC. Gerakan sosial yang berasal dari berbagai daerah ini mempertanyakan maksud kepentingan nasional yang dimaksud Presiden sehingga negara tidak kunjung mengaksesi traktat internasional FCTC.


"Pengendalian tembakau itu bukan tren. Saat ini sudah 90 persen negara di dunia sudah menyadari pentingnya pengendalian tembakau demi melindungi masyarakat. Tapi ironis, Indonesia sebagai salah satu inisiator FCTC justru masih ragu memastikan komitmennya dalam pengendalian tembakau melalui FCTC," kata Margianta Surahman, juru bicara Gerakan Muda FCTC, Rabu (15/6/2016).


FCTC adalah traktat internasional pertama yang dibahas dalam forum Organisasi Kesehatan Dunia atau WHO (World Health Organization). Fungsi dari FCTC itu adalah membatasi dan mengontrol penyebaran produk tembakau seperti rokok. Produk tembakau ini sudah terbukti menyebabkan berbagai penyakit berbahaya yang berakhir kematian, membuat kecanduan, dan pendapatan warga miskin dihabiskan untuk belanja rokok.


Margiantia mengatakan mestinya kepentingan nasional yang dimaksud adalah mengutamakan perlindungan rakyat dari rokok. Dengan menandatangani FCTC sebetulnya pemerintah menunjukkan komitmen melindungi masa depan rakyat agar lebih sehat dan produktif.


"Tapi dengan abainya pemerintah, masyarakat bertanya-tanya, apa sesungguhnya kepentingan nasional Indonesia? Apakah kepentingan nasional itu hanya upaya mencapai pertumbuhan ekonomi melalui arus investasi dan infrastruktur? Ataukah kepentingan nasional itu adalah bentuk komitmen negara dalam pengendalian tembakau melalui FCTC, demi melindungi masa depan bangsanya dari adiksi dan dependensi pada rokok?” kata Margianta.


Gerakan Muda FCTC adalah gerakan sosial yang digagas 60 anak muda dari Jabodetabek, Padang, Mataram, Manokwari, Bangka Belitung, Jogjakarta dan Banten. Gerakan ini bertujuan untuk menggalang dukungan masyarakat luas agar Indonesia mengaksesi FCTC (Framework Covvention on Tobacco Control) untuk melindungi anak dari dampak rokok, melalui aktivitas berbasis media sosial.


Tahun lalu mereka mengumpulkan 40 ribu tanda tangan petisi #Dukung FCTC, yang mendorong Presiden Jokowi untuk segera mengaksesi FCTC.


"Pengendalian tembakau adalah wujud konkrit kesadaran tinggi negara untuk hadir, mengutamakan masyarakat terutama generasi muda dari cengkeraman adiksi rokok," kata Margianta.


Saat ini ada puluhan anak muda di 17 kota di Indonesia terus bergera di komunitas masing-masing, termasuk organisasi pemuda, pelajar SMP, SMA, mahasiswa, dan masyarakat umum di wilayahnya. Mereka ingin mengumpulkan lagi 10 ribu surat dukungan agar Presiden Jokowi mengaksesi FCTC.  


“Ketika anak muda sudah bergerak menggalang dukungan, ironisnya negara masih saja ragu untuk berkomitmen melindungi rakyatnya dari rokok,” papar Margianta.


Tanpa ada komitmen pengendalian tembakau melalui FCTC, maka jumlah perokok muda akan terus meningkat, harga rokok murah, akses anak terhadap rokok mudah dan iklan maupun promosi rokok bertebaran.


 

  • pengendalian tembakau
  • FCTC
  • rokok
  • dampak rokok
  • Presiden Jokowi
  • WHO
  • epidemi tembakau

Komentar (0)

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!