BERITA

Kecenderungan Pemberitaan di Televisi Terkait Pilpres Akan Dirilis

Kecenderungan Pemberitaan di Televisi Terkait Pilpres Akan Dirilis

Komisi Penyiaran Indonesia mengajak Komisi Pemilihan Umum, Badan Pengawas Pemilu, dan Komisi Informasi Pusat membentuk gugus tugas pemantauan, dan pengawasan pemberitaan, penyiaran, dan iklan kampanye pemilihan presiden dan wakil presiden mendatang.

(Baca juga: Gugus Tugas KPI, KPU, Bawaslu, KIP Efektif Bertugas)

Dalam Program Sarapan Pagi KBR (2/6) Rahmat Arifin, Anggota KPI Bidang Isi Siaran, mengatakan salah satu gugus tugas ini adalah menilai dan mengeluarkan rilis terkait dengan kecenderungan pemberitaan di televisi baik itu yang berafiliasi maupun yang netral.

Selain itu apa saja tugas gugus tugas ini? Berikut wawancara selengkapnya.

Gugus tugas sudah dibentuk kemudian melibatkan lembaga-lembaga seperti KPU, Bawaslu, dan KIP. Apakah akan bertemu dengan para pasangan capres?

“Intinya kita juga selain meresmikan gugus tugas itu ya kita juga mengundang capres dari dua pasangan itu yang kami harapkan nanti menyampaikan visi apa mengenai dunia penyiaran kita.

Capresnya mungkin bagus-bagus saja tapi tim suksesnya bisa offside. Tim suksesnya juga diundang?

“Iya tentunya kita undang. Kita harapkan mereka bisa menyampaikan visi misi mengenai penyiaran, karena kita hafal benar karakter politisi. Jadi kalau serangan udaranya dalam arti perang di media kalah mereka marah-marah sama KPI tapi kalau menang diam saja.”

Hasilnya mau dijadikan apa?

“Hari ini kita akan mengeluarkan rilis bersama Dewan Pers yang isinya adalah penilaian kita terhadap pemberitaan. Jadi kita akan mengeluarkan rilis terkait dengan kecenderungan pemberitaan di televisi-televisi baik itu yang berafiliasi maupun yang netral. Jadi kita sudah punya penilaian dengan Dewan Pers hasil pengamatan dan pemantauan selama 7 hari yaitu tanggal 19-25 Mei kemarin. Setelah datanya kita olah dan kemudian akan kita sampaikan.”

Gugus tugas ini untuk pengawasan dan pemantauan penyiaran pilpres nanti bagaimana kerja atau pembagian tugas dari masing-masing lembaga seperti KPI dan Dewan Pers?

“Gugus tugas kita ada dua. Pertama gugus tugas yang dulu di dalam pemilu legislatif sudah kita bentuk yaitu KPI, KPU, Bawaslu, dan Komisi Informasi. Sementara itu khusus dengan pemberitaan kita juga membentuk gugus tugas dengan Dewan Pers dan itu hal yang lain ya terkait dengan pilpres. Kita terkait dengan pembagian wilayahnya kalau ada potensi pelanggaran di lembaga penyiaran terkait dengan iklan, pemberitaan, dan penyiaran itu kita rapatkan di dalam gugus tugas itu. Kemudian kalau ada temuan maka akhirnya kita serahkan kepada masing-masing lembaga untuk menjatuhkan sanksi sesuai dengan kewenangannya. Misalnya ada temuan di dalam iklan atau pemberitaan mengenai pilpres, kemudian di dalam gugus tugas empat lembaga atau dengan Dewan Pers kita nyatakan ini melanggar. Kemudian dengan itu KPI mengambil sikap sendiri  yaitu memberikan sanksi kepada lembaga penyiarannya, kemudian Bawaslu memberikan rekomendasi kepada KPU jika ada pelanggaran di dalam penyiaran yang dilakukan oleh tim sukses atau capres itu. Jadi kalau sanksinya sendiri-sendiri, kalau KPU itu kepada peserta pemilunya, sementara KPI kepada lembaga penyiarannya. Tapi untuk menentukan vonis salah atau tidak itu dirapatkan bersama.”

Seberapa besar potensi dari gugus tugas ini mampu meredam pelanggaran, penayangan, dan pemberitaan tak berimbang terkait dengan pilpres?

“Karena kita kemarin membuka file-file ternyata pada tahun 2009 itu Mahkamah Konstitusi pernah mengeluarkan keputusan nomor 99 yang isinya itu ternyata mengabulkan beberapa gugatan yang diajukan oleh beberapa elemen masyarakat terkait pilpres. Yang menarik adalah ternyata beberapa pasal di dalam Undang-undang Pilpres Tahun 2008 itu ternyata dibatalkan oleh MK. Jadi memang kami melihat waktu itu gugatan dari masyarakat mengenai beberapa pasal, misalnya soal kewenangan Dewan Pers menjatuhkan sanksi yang digugat oleh kelompok masyarakat kemudian oleh MK pasal itu dibatalkan. Memang ada yang menarik MK itu ternyata keputusan mengenai itu ada yang keliru. Contohnya Pasal 54 UU Pilpres itu gugatan dari masyarakat mempersoalkan, kenapa di dalam pasal itu ada pernyataan bahwa kalau ada pelanggaran Dewan Pers dan KPI berhak menjatuhkan sanksi. Kemudian digugat oleh elemen masyarakat itu karena mereka mengetahui Dewan Pers itu sebenarnya tidak punya kewenangan untuk menjatuhkan sanksi. Kalau ada pelanggaran yang dilakukan oleh media Dewan Pers kemudian merapatkan dan hasilnya direkomendasi kepada yang bersangkutan. Kemudian terserah apakah lembaga pers yang bersangkutan itu mau menjatuhkan sanksi kepada jurnalisnya atau tidak. Tetapi Dewan Pers tidak punya kewenangan untuk langsung menjatuhkan sanksi, output produknya hanya rekomendasi. Kemudian gara-gara digugat oleh masyarakat itu pasal itu dihapus semuanya, padahal MK harusnya tahu kalau KPI punya kewenangan menjatuhkan sanksi sesuai Undang-undang Penyiaran dan Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran. Karena pasal itu jadi satu kok serta merta MK membatalkan pasal itu keseluruhan, harusnya dipilah. Memang Dewan Pers tidak berhak menjatuhkan sanksi tetapi KPI berhak. Lucunya putusan MK pada tahun 2009 seperti itu sehingga efektif atau tidak memang dampaknya di dalam Undang-undang Pilpres ada beberapa pasal yang seharusnya menjadi kewenangan KPI terkait dengan pilpres itu akhirnya dibatalkan dlengan keluarnya keputusan MK itu. Ini menariknya sehingga masyarakat harus tahu ternyata MK kita kemarin kurang teliti dalam membuat putusannya.”

Dari pengalaman pemilu legislatif lalu KPI sudah memberikan surat teguran, peringatan kepada media televisi yang sudah tidak berimbang. Tapi seakan-akan rekomendasi dari KPI tidak ada bunyinya buat mereka, bagaimana?

“Kemarin kita selama pemilu legislatif itu mengeluarkan 37 surat baik itu peringatan, teguran, sanksi, bahkan sampai pada penghentian program. Soal efektivitas itu efektif kok, misalnya kita sempat menghentikan Kuis Kebangsaan, Kuis Indonesia Cerdas di grupnya MNC dan mereka menurut apa yang menjadi sanksi dari KPI. Cuma masalahnya ketika beberapa pasal itu dibatalkan oleh MK itu nanti otomatis KPI hanya berpegang pada Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran (P3SPS). Artinya mungkin irisan aturan antara Undang-undang Pilpres dan Undang-undang Penyiaran itu agak susah kita tindaklanjuti karena pasal-pasalnya sudah dibatalkan oleh MK. Dampaknya nanti kalau ada pelanggaran terkait dengan pilpres baik itu penyiaran, pemberitaan maupun iklan itu KPI hanya berpegang pada P3SPS. Misalnya ada salah satu televisi itu membuat iklan yang tidak seimbang, makanya KPI nanti menegurnya menggunakan P3SPS, tidak bisa menggunakan Undang-undang Pilpres.”   
 


  • pilpres
  • pemberitaan
  • televisi
  • gugus tugas
  • Rahmat Arifin

Komentar (0)

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!