INDONESIA

Berkunjung ke Kota Perbatasan Pakistan

"Ada mitos di daerah ini yang mengatakan kalau penduduk perbatasan itu menganut sikap garis keras dan tidak mendukung pendidikan serta olahraga."

Berkunjung ke Kota Perbatasan Pakistan
Pakistan, Chaman, wilayah perbatasan, masyarakat garis keras, Shadi Khan Saif & Muddasar Shah

Di pinggir provinsi Balochistan Pakistan, terletak kota Chaman. Secara harafiah kata Chaman berarti Taman, karena di sini ada taman kecil yang berusia ratusan tahun. 


Tapi tidak seperti namanya, kota ini miskin dan tidak terjelajahi. 


Di sini terdapat gunung dan daerah tandus.  


Para penumpang yang mau ke Afghanistan akan  naik bus yang melalui Chaman tapi ketika busnya rusak, mereka harus mencari transportasi lain.


Ini adalah daerah yang keras dan tangguh. Para penumpang menghadapi banyak kesulitan untuk melewati perbatasan kota Chaman.


Ada mitos di daerah ini yang mengatakan kalau penduduk perbatasan itu menganut sikap garis keras dan tidak mendukung pendidikan serta olahraga. 


Tapi saat kami memasuki kota, sedang berlangsung sebuah demo pendidikan dan reformasi secara besar-besaran. 


Hajira yang berusia 9 tahun dan semua teman sekelasnya ikut serta dalam demonstrasi itu. Mereka menuntut dibangun lebih banyak sekolah di desa mereka. 


“Saya ingin menjadi dokter agar bisa melayani masyarakat. Kami  menuntut ada lebih banyak sekolah dan guru di desa kami.”


Saat kami mengendarai mobil menuju pusat kota, kami melihat banyak anak laki-laki bermain kriket di tengah lembah.


Daerah ini tidak hanya terpencil tapi juga tidak punya akses internet atau koneksi TV kabel.


Transportasi menjadi sumber pemasukan utama bagi hampir satu juta penduduk Chaman. 


Keberadaan pasukan NATO di Afghanistan membawa keuntungan bisnis bagi para pedagang di daerah ini. 


Ahmadkhel Imran menyaksikan aliran uang di kedua sisi perbatasan dalam satu dekade terakhir. 


Tapi dengan semakin dekatnya waktu penarikan pasukan asing dari Afghanistan, perubahan juga terjadi di Chaman. 


“Penarikan pasukan Amerika Serikat menciptakan ketakutan di kalangan pedagang, turunnya harga properti dan berkurangnya aliran uang.” 


Ada persepsi yang menganggap Chaman adalah rumah bagi etnis konservatif Pashtun yang berhubungan erat dengan Afghanistan. 


Matiullah Achakzai adalah seorang jurnalis lokal.


“Setiap pagi lebih dari 20 ribu orang menyeberang ke Afghanistan untuk bekerja dengan upah harian dan kembali di malam hari.”


Secara mengejutkan, kami menemukan sebuah kuil Hindu berusia puluhan tahun dan terawat dengan baik di pusat kota Chaman. 


Kuil itu dijaga keluarga Kumaar. Suresh Kumar yang berusia 44 tahun mengatakan ia tidak merasa asing berada di antara penduduk setempat.


“Kami merasa nyaman tinggal di sini dan tidak merasa sebagai orang asing.”

 

Sekitar 60 keluarga Hindu tinggal di kota Chaman dan sebagian besar mencari nafkah dengan berdagang herbal dan kosmetik. 


Di halaman kuil, kami bertemu ibu Suresh yang berusia 77 tahun, bernama Devmani Kummar.


“Ketika India pecah menjadi Pakistan dan India yang sekarang, ada beberapa kerusuhan awalnya. Tapi kami sudah melupakan semua kenangan buruk itu dan sekarang hidup damai di kota Chaman.”


Tepat sebelum matahari terbenam, kami tiba di titik nol, tempat di mana wilayah Pakistan berakhir dan wilayah Afghanistan dimulai. 


  • Pakistan
  • Chaman
  • wilayah perbatasan
  • masyarakat garis keras
  • Shadi Khan Saif & Muddasar Shah

Komentar (0)

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!