KBR, Jakarta - Menteri Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi Mohamad Nasir memerintahkan seluruh rektor Perguruan Tinggi Negeri untuk menindak dosen yang terindikasi intoleran atau terlibat jaringan terorisme. Instruksi serupa juga diamanatkan ke dosen swasta melalui Koordinasi Perguruan Tinggi Swasta.
"Saya langsung perintahkan kepada rektor seperti semua dosen yang terlibat dalam radikalisme dan teroris dan intoleran harus bisa dicegah. Jangan sampai ini berkembang terus," kata Nasir di kantornya, Senayan, Jakarta Selatan, Rabu (16/5/2018).
Ia pun menegaskan, pemerintah takkan memberi ruang benih-benih intoleran tumbuh di kampus-kampus.
Perintah menteri itu berkaitan dengan aksi perlawanan tahanan dan narapidana teroris di Mako Brimob Kelapa Dua, Depok. Ditambah lagi, teror bom di Surabaya dan Sidoarjo oleh pentolan Jemaah Ansharut Daulah (JAD). Rentetan aksi teror itu terjadi beruntun sepekan belakangan.
Karena itu, Menteri Nasir meminta pengelola kampus menaruh perhatian lebih terhadap gerakan-gerakan yang berpotensi mengganggu keamanan publik.
Baca juga:
- 20 Persen Mahasiswa Dukung Khilafah, Ini yang Dilakukan Menristekdikti
- Intoleransi, Wahid Foundation: Tren Kekerasan Bergeser ke Kriminalisasi
Nasir mengungkapkan, kebijakan rektor-rektor di kampus akan menertibkan gagasan ekstrem di kalangan dosen. Dia menyebut, ada beberapa dosen yang sudah diberhentikan dari jabatannya karena terindikasi mendukung sistem khilafah untuk menggantikan sistem demokrasi. Tetapi ia enggan merinci hal tersebut.
"Jadi yang menjabat tolong kalau memang terlibat, diberhentikan jangan dibiarkan."
Ia melanjutkan, ada sanksi keras bagi dosen yang menganut paham ekstrem atau terlibat dalam jaringan terorisme. Sanksi tersebut bisa berupa peringatan, penurunan pangkat, hingga pemecatan. Bobot sanksi nantinya ditentukan berdasar jenis pelanggaran.
Sementara rektor Universitas Indonesia Muhammad Anis memastikan kampusnya tidak akan membiarkan ide-ide ekstrem berkembang. Ia mengklaim, UI telah memiliki sistem yang ampuh untuk mencegah hal tersebut. Sistem ini berupa program forum kebangsaan, evaluasi dosen, kegiatan dan pembinaan setiap fakultas.
"Kami yang penting membangun sistem. Sistem yang kami bangun sebenarnya tidak membuka peluang untuk itu," tandas Anis.
Baca juga:
- Peringatkan Dosen Anggota HTI, Menristekdikti Dianggap Berlebihan
- Pemerintah Diminta Buka Hotline Ujaran Kebencian
Editor: Nurika Manan