BERITA

Nelayan Teluk Jakarta Ingin Laut Dikembalikan Seperti Semula

Nelayan Teluk Jakarta Ingin Laut Dikembalikan Seperti Semula
Foto udara pulau hasil reklamasi di Teluk Jakarta, Kamis (11/5). (Foto: ANTARA)


KBR, Jakarta- Perwakilan nelayan di Teluk Jakarta meminta ekosistem laut di utara ibukota itu dikembalikan seperti semula. Pasalnya kini, proses pengurukan laut untuk pulau reklamasi masih berlangsung. Berdasarkan pantauan KBR, Selasa (23/5/2017) beberapa bangunan bahkan telah berdiri di atas Pulau D. Backhoe dan truk angkut material hilir mudik di atas pulau.

Ketua Komunitas Nelayan Tradisional (KNT) Iwan berkeras meminta agar proyek reklamasi dihentikan dan sistem perairan diperbaiki. Hal tersebut ia sampaikan ke perwakilan Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) yang sedang merumuskan rencana zonasi tata ruang laut.


“Kalau perlu dikeruk lagi. Kalau memang pengembang tidak mau bertanggung jawab (mengeruk). Yang jelas tuntutan nelayan perbaiki sistem laut dan kembalikan ekosistem laut kami seperti semula,” tukas Iwan di tengah diskusi dengan perwakilan Kementerian Perikanan dan Kelautan, Selasa (23/5).

red

Tim dari kementerian di bawah Susi Pudjiastuti tersebut menghimpun masukan dari para nelayan di Teluk Jakarta. Tiga daerah yang berdekatan dengan pulau buatan yakni Muara Angke, Kamal Muara dan Kampung Dadap didatangi, Selasa (23/5). Dari belasan nelayan yang ditemui, seluruhnya mengeluhkan imbas pengurukan laut.

“Pulau C dan Pulau D itu daerah tangkapan ikan, sekarang karena itu dibangun ikannya lari sampai ke Pulau Bidadari, Damar dan Ayer. Sedangkan kemampuan perahu nelayan berapa? Lokasi yang dibangun 17 pulau memang tempatnya nelayan tradisional cari ikan,” ungkap Dahwani, salah satu nelayan Muara Karang.

Baca juga:

    <li><b><a href="http://kbr.id/headline/05-2017/tim_sinkronisasi_anies_sandi____penghentian_reklamasi___sesuai_hukum/90292.html">Tim Sinkronisasi Anies-Sandi: Penghentian Reklamasi Sesuai Hukum</a></b> </li>
    
    <li><b><a href="http://kbr.id/berita/05-2017/bkpm__anies_sandi_tak_bisa_langsung_batalkan_izin_reklamasi/90230.html">BKPM: Anies-Sandi Tak Bisa Langsung Batalkan Reklamasi</a></b> </li></ul>
    

    Dahwani yang melaut sejak 1978 itu menyambat, hasil tangkapannya turun sejak Pulau C dan D bercokol. “Sehari kalau ikan belanak itu bisa 5 kwintal perhari, kalau kembung dapat 3 kwintal perhari. Sekarang, boro-boro,” katanya. Nelayan lain, Chalil mengaku hasil tangkapannya merosot hingga 80 persen.

    Sementara nelayan di Muara Kamal kehilangan lapak budidaya kerang hijau lantaran ruang laut mereka telah menjadi daratan. Nurhayati salah satu pembudidaya mengatakan kehilangan penghasilan dari budidaya kerang. Dia bercerita, kini sang suami mencukupi kebutuhan harian dengan menombak ikan. “Itu dulu ternak saya di situ,” akunya seraya menunjuk daratan Pulau C.

    red

    Sebelum ada Pulau C dan D, hasil budidaya kerang hijau menurutnya bisa mencapai Rp 2 juta tiap kali panen. Namun sejak pengurukkan dimulai sekitar 2013 silam, perolehan itu turun Rp 200.000.


    “Dulu rasanya dapat Rp 500 ribu sudah sedikit banget. Sekarang Rp 200 ribu saja sudah along (banyak-red),” ungkapnya. Bukan saja hasil panen yang menurun, air keruh akibat reklamasi kata Nur, membuat isi kerang tak penuh.

    Baca juga:

      <li><b><span id="pastemarkerend"><a href="http://kbr.id/berita/05-2017/pengembang_pulau_c_dan_d_harus_tunggu_ini_sebelum_lanjutkan_proyek/90129.html">Pengembang Pulau C dan D Harus Tunggu Ini Sebelum Lanjutkan Proyek</a> </span></b></li>
      
      <li><span id="pastemarkerend"><b><a href="http://kbr.id/berita/05-2017/alasan_ketua_majelis_kip_beda_pendapat_atas_gugatan__kajian_reklamasi_teluk_jakarta/90180.html">Alasan Ketua Majelis KIP Beda Pendapat soal Gugatan Kajian Reklamasi</a></b> </span></li></ul>
      



      Editor: Dimas Rizky

  • reklamasi teluk jakarta
  • reklamasi
  • Nelayan Teluk Jakarta

Komentar (0)

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!