BERITA

Prof. Johan Silas: Menata Kota Bukan Merelokasi, tapi Menata Kampung

""Keunikan sebuah kota tidak dikemas dalam hal modern.""

Aika Renata

Prof. Johan Silas: Menata Kota Bukan Merelokasi, tapi Menata Kampung
Penggusuran Kampung Akuarium, Penjaringan, Jakarta Utara pada April 206 lalu. (Foto : KBR)

KBR, Jakarta- Istilah "kampung" sering diasosiasikan dengan sejumlah citra miring. Mulai dari kemiskinan, kumuh, kotor, semrawut, kriminalitas, dan sebagainya. Untuk menghilangkan kesan itu, maka kota berbenah diri. Sayangnya, pemerintah kota seringkali terkesan mengambil jalan pintas. Ketimbang menata kampung, relokasi warga dari kampung ke rusun menjadi pilihan. Alasan yang digunakan mulai dari pembangunan Ruang Terbuka Hijau (RTH), normalisasi sungai hingga reklamasi.

April lalu, relokasi kembali menjadi pilihan untuk menata kawasan utara Jakarta. Warga Kampung Akuarium, Penjaringan, Jakarta Utara yang sudah menempati lokasi tersebut puluhan tahun direlokasi ke Rusunawa Rawa Bebek dan Marunda, Jakarta Utara. Meski sebagian warga menolak dengan barbagai alasan, rumah dan lapak usaha dirobohkan.  

Dalam perbincangan di Ruang Publik KBR, Kamis (21/4/2016), arsitek dan pemerhati kota dari Ciliwung Merdeka, Sri Suryani menilai, penggusuran tak semestinya terjadi. Pemerintah kota bisa membuka ruang diskusi dengan masyarakat untuk membahas upaya menata kampung.

"Dari kampung yang bersifat horisontal menjadi rusunawa yang vertikal, sebagai arsitek saja saya sangat sulit membuat satu design yang komprehensif tanpa ada partisipasi warga, melihat warga butuh apa,kata perempuan berhijab ini.  

Alasan pengurangan kemiskinan yang diusung pemerintah demi mencapai goal The Millennium Development Goals (MDGs), lanjutnya, kontraproduktif dengan penggusuran warga. "Akar masalahnya adalah penghidupan warga disana. Ketika penghidupan mereka tidak terwadahi di rumah yang baru justru bertentangan dengan agenda MDGs. Di rusunawa mereka tidak bisa berjualan, hanya boleh di lantai tertentu yang telah ditentukan. Padahal kampung adalah areal dimana sirkulasi interaksi warga sangat hidup. Lain di rusunawa yang cluster-cluster", imbuhnya.

Kata dia, Jakarta mestinya bisa berkaca pada Surabaya. Kota Pahlawan itu makin hari makin rajin berbenah. Namun alih-alih merelokasi warga perkampungan kumuh ke rumah susun, justru kawasan kampung itulah yang dibenahi. Di Kampung nelayan Kenjeran misalnya. Guru Besar Institut Teknologi Sepuluh November (ITS) Surabaya, Prof. Ir. Johan Silas adalah penggagas program perbaikan kampung, atau lebih dikenal dengan Kampung Improvement Program (KIP) semisal kampung nelayan di Kenjeran, Surabaya. 

Menurut Johan, tiap kampung punya tiga keunikan. Pertama, punden atau benda yang dianggap keramat seperti makam atau masjid. Dibalik itu selalu ada cerita sejarah rakyat. Ini bercerita bagaimana Surabaya dibentuk dari cerita rakyat.

"Ke-khas-an sebuah kota tidak lain dicari dari budaya rakyat. Tidak dikemas dengan hal-hal modern. Tapi bagaimana yang khas dari rakyat kemudian jadi menarik. Yang membuat kota beda bukan supermarket, bukan dari shopping center, atau flat. Misalnya ke-khas-an Bali. Tidak mungkin adanya di dunia. Perkampungan juga begitu, sama", ujar Johan.

Daripada menggusur, katanya, seharusnya pemerintah membenahi perkampungan itu sendiri. "Bentuk komunitas masyarakat. Sekaligus berikan dana awal dimana masyarakat bisa melakukan kegiatan, mengelola dana bentuk koperasi. Setelah sarana prasarana baik, terorganisir, kemudian mendorong ekonomi kampung. Budaya masyarakat itu, tidak bisa dipindah", lanjutnya.

Kembali ke Sri Suryani. Ciliwung Merdeka hingga saat ini terus mendampingi warga di Bukit Duri, di bantaran Kali Ciliwung. Warga masih semangat merancang kampung susun. "Alih-alih memindahkan warganya ke rusun mana lagi, tetap ada usulan yang lebih dekat, yaitu membuat kampung susun," tutupnya. 

Editor: Malika


Ruang Publik hadir setiap Senin-Jumat jam 09.WIB di radio jaringan KBR dan streaming www.kbr.id

  • #penggusuran
  • #ciliwungmerdeka
  • relokasi warga
  • john silas
  • prof john silas

Komentar (0)

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!