BERITA

Politisasi Tragedi Mei 1998

"Kandidat calon presiden dari Partai Gerindra, Prabowo Subianto, bertemu dengan beberapa keluarga korban penembakan di Trisakti beberapa hari lalu."

Vitri Angreni

Politisasi Tragedi Mei 1998
Indonesia, Mei 1998, kerusuhan, pelanggaran HAM, Prabowo Subianto

Kandidat calon presiden dari Partai Gerindra, Prabowo Subianto, bertemu dengan beberapa keluarga korban penembakan di Trisakti beberapa hari lalu. Pertemuan ini membahas penyelesaian kasus Trisakti 1998 dan dukungan terhadap Prabowo. John Muhammad, Wakil Sekretaris Eksekutif  KASUM, melihat lewat pertemuan itu ada upaya mempolitisir kelemahan yang ada dalam kasus itu dengan tujuan tertentu. Karena meski nama Prabowo Subianto dalam temuan atau hasil penyelidikan KPP HAM Trisakti, Semanggi I, Semanggi II tidak ada terkait langsung, namun dalam laporan KPP HAM disebutkan Prabowo wajib dimintai keterangan. Berikut penjelasan John Muhammad soal apa dampak politisasi tragedi Mei terhadap pengungkapan kebenaran atas peristiwa itu.  

                                                                                                                                                                              


Tragedi Trisakti masih misteri sudah 16 tahun. Apa yang Anda lihat dari langkah-langkah pemerintah selama ini?


“Saya pikir 16 tahun belum menunjukkan ada atensi yang serius terhadap upaya pengungkapan kebenaran dan penegakan hak asasi manusia, terutama dalam kasus tragedi Trisakti. Menurut saya yang harus dilakukan oleh pemerintah atau negara adalah pengakuan, diawali dengan pengakuan bahwa peristiwa itu adalah peristiwa pelanggaran HAM dan kemudian memang harus segera mungkin menggelar pengadilan hak asasi manusia. Karena toh hasilnya sudah jelas dari penyelidikan Komnas HAM, berkasnya sudah ada di Kejaksaan Agung. Hanya saja Kejaksaan Agung berdalih dengan segala macam alasan dan segala macam hambatan yang sesungguhnya tidak ada, kemudian menunda-nunda proses hukum dari kasus ini. Jadi menurut kami memang harus ada kemauan, jadi atensi itu hanya bisa muncul kalau ada kemauan kuat dari penguasa atau kepemimpinan politik. Kalau tidak ada ya sudah.” 



Tapi apa pemerintah yang sekarang ini masih bisa diandalkan untuk itu?


“Sepertinya 10 tahun untuk SBY menurut saya sulit berharap. Bahkan hak-hak korban yang lain yang sebenarnya bisa menjadi alternatif penyelesaian bagi kasus ini juga tidak pernah ditawarkan. Misalnya pada tahun 2012 ada upaya untuk menggelar upaya dukungan pemerintah terhadap kesulitan ekonomi yang dihadapi oleh korban pelanggaran HAM tapi nyatanya tidak. Saya ingat betul beberapa lembaga yang mengadvokasi kasus maupun pendamping keluarga korban juga beberapa kali rapat dengan tim presiden khusus untuk itu. Jadi saya melihat segala macam cara yang bisa untuk kemudian membantu ke arah penyelesaian baik itu secara hukum, pengungkapan kebenaran maupun sampai solusi alternatif itu memang tidak dilirik.” 



Isu ini kembali mengemuka dan ini tahun pemilu, ada gambaran apa yang terlihat bahwa ini kembali dipolitisir dan akhirnya akan membuat blunder lagi upaya pengusutan kasus ini?


“Saya lihat terutama peristiwa 10 Mei 2014 kemarin memang ada usaha ketiga belah pihak antara pemberi fasilitas, keluarga korban maupun salah satu capres dalam hal ini Prabowo Subianto. Menurut saya memang mencoba dipolitisir kelemahan-kelemahan yang ada dalam kasus ini, kemudian mereka membangun deal entah apa kita juga tidak tahu.” 



Apa yang Anda lihat dari dukungan itu? apakah ini akan menjadi penutup atau menghalangi proses penyelidikan?


“Saya rasa jelas iya ya. Pertama yang harus dibangun memang nama Prabowo Subianto dalam temuan atau hasil penyelidikan KPP HAM Trisakti, Semanggi I, Semanggi II memang tidak ada terkait langsung. Tetapi saya ingat betul dalam laporan KPP HAM itu ditentukan bahwa Prabowo wajib dimintai keterangan. Harus diingat bahwa kasus Trisakti itu terkait erat dengan kerusuhan Mei 1998. Artinya setelah tanggal 12 saya ingat betul kami berangkat menuju pemakaman di Tanah Kusir, sampai Tanah Kusir beberapa teman saya yang menjaga kampus diajak keluar sama provokator dan kerusuhan Mei itu dimulai di bawah jembatan layang Grogol itu dimana ada truk sampah yang kemudian dibakar. Prabowo dalam kerusuhan Mei diduga kuat jadi menurut saya tidak bisa dilepaskan begitu. Ada upaya untuk kemudian membersihkan secara curang, secara licik.” 



(Baca juga : Imparsial soal Kivlan Zein: "Harus Bentuk Pengadilan HAM Ad Hoc Supaya Tak Khianati Reformasi")

 


Satu yang menjadi pertanyaan adalah apa kira-kira isi dari pertemuan antara Prabowo dengan keluarga korban. Perlukah kita menyelidiki apa isi pertemuan itu?


“Saya pikir harus dibuka agar publik bisa mengetahui hasil pertemuan itu. Kalau saya dengar memang motifnya ekonomi, kesetiaan terhadap kasus, upaya penegakan. Tapi agak absurd ya kalau misalnya terduga pelanggaran HAM baik dalam kasus penculikan, kerusuhan Mei itu kemudian kita meletakkan harapan pada terduga pelanggar HAM. Lebih dari itu menurut saya ini adalah ujian bagi kesetiaan terhadap cita-cita reformasi dan kesabaran pada penegakan HAM.” 



Kemarin ribuan mahasiswa turun ke jalan, apakah Anda melihat bahwa ini masih membawa semangat mahasiswa Trisakti yang lama untuk mengungkap kasus ini? 


“Saya pikir ini justru demonstrasi semacam itu apapun ya upaya teman-teman dalam memperjuangkan. Tapi bukan yang seperti kemudian mendukung salah satu capres yang terduga pelanggar HAM, kalau misalnya mendatangi seluruh calon presiden menurut saya jauh lebih elegan. Jadi memang justru demonstrasi yang dilakukan mahasiswa itu menurut saya adalah bensin atau bahan bakar kita untuk menyalakan api semangat terhadap penegakan hak asasi manusia. Karena yang tertinggal kalau misalnya saya dipaksa untuk memeras mana yang baik atau apa yang membedakan zaman Orde Baru dengan zaman setelah Orde Baru, hanya dua yaitu permusuhan kita terhadap korupsi dan penghargaan kita pada hak asasi manusia. Kalau salah satu itu saja dihilangkan dalam komponen kalau kita berdemokrasi ada yang kita nihilkan menurut saya kita sudah masuk pada wilayah deformasi, mundur.” 


  • Indonesia
  • Mei 1998
  • kerusuhan
  • pelanggaran HAM
  • Prabowo Subianto

Komentar

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!