BERITA

Hukum Cambuk Diputuskan Hakim Mahkamah Syariah

"Seorang perempuan di Aceh yang menjadi korban pemerkosaan massal terancam hukuman cambuk karena dituduh melakukan perbuatan mesum."

Vitri Angreni

Hukum Cambuk Diputuskan Hakim Mahkamah Syariah
Perempuan, Aceh, pemerkosaan, cambuk, Syahrizal Abbas

KBR, Jakarta - Kepala Dinas Syariat Islam Provinsi Aceh, Syahrizal Abbas mengatakan hukuman cambuk baru bisa dilaksanakan bila sudah ada vonis dari hakim Mahkamah Syariah dan bukan diputuskan oleh Dinas Syariat Islam. Ini menanggapi berita soal seorang perempuan di Langsa Aceh yang menjadi korban pemerkosaan massal, yang terancam hukuman cambuk karena dituduh melakukan perbuatan mesum.


(Baca juga: Kepala Dinas Syariat: Hukuman Cambuk Korban Perkosaan di Langsa Belum Final) 


Dalam perbincangan dalam Program Sarapan Pagi KBR (8/5), Syahrizal Abbas lebih jauh menerangkan bagaimana proses hukum kasus pidana hingga menghasilkan vonis menurut qanun syariat.  


Dari perspektif Anda, apakah ada kesalahan dari penerapan syariat Islam terkait ancaman hukuman cambuk terhadap korban perkosaan yang dituduh berbuat mesum?


“Jadi perlu dipahami bahwa penerapan syariat Islam yang di Aceh itu bukan hanya dalam aspek hukum pidana atau publik. Kasus di Langsa salah satu aspek yang dilaksanakan itu adalah aspek hukum publik, yaitu hukum pidana. Yang paling penting dipahami secara bersama-sama oleh masyarakat kita bahwa penerapan hukum pidana itu apa yang ada di dalam qanun hukum pidana misalnya tentang khalwat, khamr, maisir.” 


Puplik tidak paham ada korban perkosaan tapi justru korbannya yang diancam hukum cambuk. Bagaimana tanggapan Anda?


“Ini harus dilihat dulu pertama hukuman cambuk yang ada di Aceh yaitu hukuman cambuk terhadap pelanggar qanun syariat. Apa qanun yang dilanggar, saat ini yang masih berlaku adalah qanun tentang khamr, maisir, dan khalwat. Jadi ketika seseorang melakukan pelanggaran terhadap qanun itu maka hukuman cambuk ini ditegakkan. Tapi harus dipahami bahwa untuk sampai pada hukuman cambuk itu ada proses, pertimbangan, situasi yang harus dilakukan oleh penyelidik dan penyidik. Jadi tidak serta merta, mungkin ada kekeliruan atau kesalahpahaman bahwa seolah-olah Dinas Syariat Islam itu yang menjatuhkan hukuman cambuk itu tidak betul.” 


Berarti yang menjatuhkan itu siapa? 


“Prosesnya itu kalau seseorang melanggar qanun, qanun ini kan produk hukum daerah. Yang menegakkan qanun itu adalah karena dia hukum publik itu adalah penyelidik dan penyidik, dalam hal ini adalah Kepolisian Negara Republik Indonesia.”  


Jadi kepolisian Langsa berarti ya?


“Iya. Kalau yang menegakkan adalah penyelidik dan penyidik, dalam hal ini adalah Kepolisian Negara Republik Indonesia.” 


Dinas Syariat hanya menjadi eksekutor?


“Tidak. Inilah yang penting sekali dipahami bahwa pelaksanaan syariat Islam itu bukan di luar hukum nasional. Jadi penyelidik dan penyidik adalah Kepolisian Negara Republik Indonesia, mereka yang akan memastikan apakah seseorang itu melanggar qanun produk hukum daerah atau tidak. Maka mekanisme penyelidikan dan penyidikan itu akan digunakan oleh kepolisian. Kemudian setelah berkas acaranya selesai menurut penyelidik dan penyidik itu melanggar qanun maka berkas itu diajukan kepada penuntut umum dalam hal ini adalah jaksa. Jaksa itulah yang akan menuntut, kalau jaksa melihat ini memang memenuhi syarat, ketentuan unsur-unsur pidana baru diajukan kalau tidak dia akan dikembalikan. Termasuk berkaitan dengan apa yang disampaikan, pemerkosaan, apakah tidak ada kaitan dengan khalwat itu yang akan mempertimbangkan adalah jaksa.” 


Berarti ada yang salah di Langsa ya? karena para pemerkosa itu baru tiga yang tertangkap sisanya kabur, tapi tiba-tiba ada keputusan dari Kepala Dinas Syariat Islam Langsa bahwa pasangan itu harus dihukum cambuk karena melanggar qanun. Artinya belum lewat proses penyidikan dan penyelidikan juga kan? 


“Yang bisa menentukan itu adalah hakim, bukan kepala dinas.” 


(Baca juga: Dinas Syariat Islam Aceh: Pemerkosa Ditindak Dengan Hukum Nasional)


Tapi Anda akan memeriksa di sana?


“Saya akan kroscek. Jadi penting saya sampaikan pertama setelah nanti sampai tuntutan itu dari jaksa ke pengadilan, pengadilan yang akan memeriksa, mengadili, memutuskan.” 


(Baca juga : Dinas Syariah Aceh Janji Lindungi Korban Perkosaan Terancam Hukuman Cambuk)


Sebelum ada kata putus dari pengadilan berarti ada proses dulu di pengadilan?


“Iya persis seperti sistem hukum pidana kita. Jadi nanti di Pengadilan Mahkamah Syar’iyah yang akan menentukan, jadi jaksa di Aceh ini untuk menegakkan qanun syariah dia diberi kewenangan oleh Undang-undang Kejaksaan untuk menuntut perkara pelanggaran qanun ke Mahkamah Syar’iyah. Karena Mahkamah Syar’iyah Aceh atau pengadilan agama di tempat lain di Indonesia itu diberi kewenangan mengadili perkara jinayah atau perkara pidana. Jadi nanti setelah mahkamah memutuskan betul atau tidak melanggar qanun, terbukti secara sah dan meyakinkan atau tidak itu mahkamah yang menentukan. Jadi tidak ada satu institusi apapun di luar mahkamah yang bisa menentukan seseorang itu dicambuk atau tidak. Jadi setelah mahkamah itu selesai ada hak sebetulnya, sama dengan sistem kita ada hak dari para pihak, terdakwa untuk melakukan upaya hukum banding dan kasasi. Jadi baru bisa dilaksanakan putusan hukuman cambuk kalau putusan itu inkrah, memiliki kekuatan hukum tetap. Jadi kalau tidak memiliki kekuatan hukum tetap maka dia tidak akanpernah dijatuhkan hukuman cambuk karena itu bertentangan dengan sistem hukum kita.” 


Dalam kasus perempuan korban perkosaan ini yang juga dituding melakukan khalwat, apakah tudingan khalwat itu tetap diberlakukan juga? 


“Menuding seseorang berkhalwat itu tidak boleh dilakukan kalau tidak dibuktikan di pengadilan. Jadi mungkin sering sekali orang memahami bahwa seolah-olah kita bisa langsung saja misalkan si A berkhalwat tapi apa betul bisa tidak dibuktikan, ini yang kadang-kadang sulit. Jadi itu tidak bisa serta merta seseorang itu dinyatakan berkhalwat atau tidak. Jadi yang menentukan nanti pengadilan, setelah pengadilan memastikan sejumlah alat bukti yang meyakinkan hakim baru ternyata melakukan pelanggaran qanun tentang khalwat. Jadi masyarakat dan siapapun tidak boleh, karena dalam syariat Islam itu menghargai hak-hak orang lain. Ini yang kadang-kadang dilupakan seolah-olah ketika melaksanakan syariah Islam itu hak asasi, hak privasi orang tidak diperhatikan padahal tidak seperti itu dalam syariah. Nabi sebagai referensi dalam konteks ini selalu menekankan kepada umatnya, janganlah engkau menuduh orang lain tanpa ada bukti, karena bisa saja menuduh orang lain itu jauh lebih berbahaya akibatnya ketimbang engkau diam.”     


(Baca juga : Komnas Perempuan Desak Pemda Tuntaskan Kasus Perkosaan di Aceh)

  


  • Perempuan
  • Aceh
  • pemerkosaan
  • cambuk
  • Syahrizal Abbas

Komentar

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!