BERITA

Pemidanaan Penghina Presiden, Ketua Komnas HAM: Terlalu Berlebihan

Pemidanaan Penghina Presiden,  Ketua Komnas HAM: Terlalu Berlebihan

KBR, Jakarta-  Komnas Hak Asasi Manusia mengkritik pernyataan Kapolri terkait pemidanaan penghina presiden selama pandemi Covid-19. Kapolri mengatakan adanya jalur praperadilan dan penegakan hukum tak bisa memuaskan semua pihak. 

Ketua Komnas HAM Ahmad Taufan Damanik mengatakan, kepolisian seharusnya tidak memidanakan atau menghukum pelaku penghinaan presiden.

"Inikan sudah pernah ada putusan dari Mahkamah Konstitusi. Bahkan mantan Ketua Mahkamah Konstitusi yang membuat keputusan itu dulu, belakangan ini memberikan pernyataan kembali, bahwa pasal penghinaan terhadap presiden itu, dianggap tidak sesuai dengan semangat keterbukaan, semangat kebebasan dan juga semangat demokrasi. Saya kira polisi harus lebih hati-hatilah menggunakan pasal-pasal terutama dalam Undang-Undang ITE. Undang-Undang ITE ini, sudah banyak sekali memakan korban, yang menurut kami ini tidak perlu," kata Taufan kepada KBR, Rabu (8/4/2020).

Ketua Komnas HAM Ahmad Taufan Damanik menegaskan, dirinya telah menyampaikan penolakan telegram kapolri tersebut. Menurutnya, pemerintah boleh dikritik.

"Orang yang hanya katakanlah, melakukan suatu tindakan yang kita sebut sebagai perilaku yang menyimpang secara sosial saja atau yang kurang etis saja. Tetapi kemudian dikenakan sanksi pidana. Ya menurut kami itu terlalu berlebihan. Itu bisa mengganggu suasana kebebasan di dalam alam demokrasi. Itu yang kita khawatirkan," lanjutnya.

Taufan mengatakan, masyarakat terdampak Covid-19 memiliki hak menyampaikan aspirasinya dan kritikan terhadap pemerintah. Ia mendesak kapolri meniadakan pemidanaan bagi pelaku penghinaan presiden dan pejabat terkait Covid-19.

Sebelumnya, telegram Kapolri mengenai pemidanaan penghinaan presiden dan pejabat negara menuai kritikan. Kapolri dinilai represif di tengah penyebaran Covid-19. Kapolri Idham Azis mengklaim, telegram dikeluarkan untuk menekan penyebaran Covid-19. Idham menyarankan jalur praperadilan ketika ada kasus tersebut. Bahkan Idham Azis berdalih penegakan hukum tak bisa memuaskan semua orang. Menurutnya, telegram tersebut tetap dijalankan selama Pandemi Covid-19.

Penangkapan

Kepolisian Kepri menangkap pelaku penghinaan Presiden Republik Indonesia. Juru bicara Polda Kepri, Hary Goldenhardt mengungkapkan, pelaku WP berusia 29 tahun. Ia adalah buruh harian lepas di Kota Tanjungpinang.

"Pada tanggal 4 April 2020, akun Facebook milik saudara WP memberikan komentar di akun Facebook milik saudara Agus Ramhdah. Komentar tersebut berisi sebuah meme ataupun gambar sebuah penghinaan kepada kepala negara, Presiden Republik Indonesia," Kata Golden saat Konpers, Rabu (8/4/2020).

Jubir Polda Kepri, Hary Goldenhardt mengatakan, WP ingin mengkritik kinerja Presiden Jokowi dengan membuat lelucon.

Kepolisian menyita  satu handphone, dua sim card, satu micro SD, KTP, dan tiga lembar cetakan postingan di akun facebook.

Atas perbuatannya, pelaku dijerat dengan Pasal 45a ayat (2) jo pasal 28 ayat (2) Undang – Undang Repubik Indonesia nomor 11 tahun 2008 tentang informasi dan transaksi elektronik sebagaimana yang telah diubah dengan Undang – Undang Republik Indonesia nomor 19 tahun 2016 tentang perubahan atas Undang – Undang Republik Indonesia nomor 11 tahun 2008 tentang informasi dan transaksi elektronik dan/atau pasal 208 ayat (1) K.U.H.Pidana dengan ancaman hukuman pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan/atau denda paling banyak Rp. 1.000.000.000,00 

Editor: Rony Sitanggang

  • hina pemerintah
  • penghinaan pemerintah
  • khilafah

Komentar (0)

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!