BERITA

Akademisi Divonis 3 Bulan Penjara Karena Sampaikan Kritik, Safenet Kecam Peradilan

""Akan berdampak besar pada kebebasan akademik di seluruh Indonesia. Keruntuhan ketika penyampaian ilmiah, yang dijabarkan oleh para ahli tidak didengarkan sama sekali oleh Hakim," "

Akademisi Divonis 3 Bulan Penjara Karena Sampaikan Kritik, Safenet Kecam Peradilan
Petisi dukungan untuk Dosen Unsyiah, Saiful Mahdi.

KBR, Jakarta-  Direktur Eksekutif SAFEnet Damar Juniarto mengkritik vonis 3 bulan penjara subsider 1 bulan kurungan dan denda Rp 10 juta terhadap akademisi Unsyiah Saiful Mahdi oleh Pengadilan Negeri (PN) Banda Aceh. Damar mengatakan, akar permasalahan kriminalisasi akademisi adalah pasal-pasal karet di UU ITE. 

Menurut dia, pasal 27 Ayat 1 UU ITE harus dihapuskan, karena berpotensi kriminalisasi terhadap akademisi akan semakin melebar.

"Ketika ini kemudian diputus bersalah, lewat sebuah proses pidana. Tentu saja akan membuat  bangunan tersebut runtuh dan berdampak. Dampaknya ke mana? Bukan hanya Unsyiah menurut saya. Tetapi akan berdampak besar pada kebebasan akademik di seluruh Indonesia. Keruntuhan ketika penyampaian ilmiah, yang dijabarkan oleh para ahli tidak didengarkan sama sekali oleh Hakim," kata Damar saat diskusi daring, Rabu (22/4/2020)

Direktur Eksekutif SAFEnet Damar Juniarto mengatakan di dunia pendidikan, khususnya perkuliahan. Kebebasan berpendapat sangatlah penting dan menjadi bagian dari kesehariannya. Damar menilai, pasal karet UU ITE hanya akan membungkam kritikan dan hak berpendapat di muka umum.

Damar menilai, kriminalisasi akademisi harus dihentikan. Menurutnya, keadilan bagi akademisi Unsyiah Saiful Mahdi harus diperjuangkan.

Banding

Kuasa hukum Saiful Mahdi, Syahrul mengatakan   akan mengajukan banding secepatnya.  Akademisi Unsyiah itu divonis 3 bulan penjara subsider 1 bulan kurungan dan denda Rp 10 juta oleh Pengadilan Negeri (PN) Banda Aceh, Selasa (21/04). 

Syahrul mengatakan berkas banding tengah dikebut pengerjaannya. Syahrul menganggap hakim mengabaikan kesaksian ahli.

"Kita hadirkan doktor Herlambang, beliau juga menjelaskan. Bahwa ini dalam segi hak manusia, dia menjelaskan ini adalah kebebasan berpendapat. Kemudian merincikan, ini adalah kebebasan berpendapat terhadap akademisi, di mana memang sudah tugasnya sebagai akademisi untuk mengkritisi sistem perbaikan bangsa ini. Ini adalah kebebasan mimbar akademik, dan ini ternyata sama sekali tidak dilihat oleh majelis hakim juga dalam perkara ini," kata Syahrul saat diskusi daring, Rabu (22/4/2020).

Kuasa hukum Saiful Mahdi, Syahrul menilai, vonis ini sebagai cerminan pengekangan kebebasan berpendapat. Menurutnya, Saiful hanya mengkritik Fakultas Teknik Unsyiah dan tidak merujuk pada Dekan Fakultas Teknik Taufiq Mahdi.

Syahrul menyebut kasus ini sebagai kriminalisasi akademisi. Menurutnya, tempat perkuliahan harus mempunyai kebebasan berpendapat. Namun ia menyayangkan tak adanya proses penyelesaian di internal kampus terkait perbedaan pendapat.

Saiful Mahdi mengatakan, dirinya hanya berusaha mengungkap keganjilan hasil tes CPNS, namun malah dipidanakan. Saiful bahkan telah menyampaikan protes atau kritikannya kepada pimpinan. Namun tidak mendapatkan respon yang baik. Sehingga ia menyebarkan pesan itu di grup WhatsApp.

"Saya mendapati ada nilai peserta yang bisa diakses oleh semua orang. Dan saya mempelajari itu. Dan mendapati ada yang, menurut saya tidak masuk akal. Tapi kemudian saya mendengar kabar dari abangnya Trisna ini, bahwa ternyata ada proses administrasi yang juga dilanggar. Sebenarnya tidak memenuhi syarat peserta CPNS jalur kumlaud di fakultas teknik yang tidak memenuhi syarat. Tapi bisa lulus seleksi administrasi sampai diterima menjadi dosen," kata Saiful.

 

Editor: Rony Sitanggang

  • Safenet
  • rasisme
  • pemblokiran internet
  • papua
  • pembatasan medsos
  • Kementerian Kominfo

Komentar (0)

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!