BERITA

Waktunya JIhad Mencegah Kerusakan Lingkungan

"“Dalam kitab suci Al Quran, ada sejumlah ayat yang menuntut manusia untuk menjaga lingkungannya. Saya rasa, ini juga terdapat di ajaran agama lain selain Islam,” katanya Alin."

Bambang Hari

Ilustrasi. Masyarakat melalukan restorasi. Foto: Antara
Ilustrasi. Masyarakat melalukan restorasi. Foto: Antara

KBR, Jakarta-Secara harfiah, kata jihad dapat dimaknai sebagai berjuang untuk membela sesuatu. Lantaran berasal dari Arab, kata jihad pun acapkali dikaitkan dengan kegiatan keagamaan, khususnya umat Muslim. Cara jihad pun dapat dilakukan dengan berbagai cara. Salah satunya adalah dengan mencegah bumi dari kerusakan. Menjaga bumi agar tetap lestari juga merupakan bentuk ibadah.    

Salah satu pegiat lingkungan dari WALHI, Alin mengatakan, dalam setiap agama dan kepercayaan apapun, bumi merupakan elemen paling penting bagi seluruh umat manusia, serta makhluk hidup yang ada di dalamnya. Berjuang untuk menjaga bumi dari kerusakan juga dapat disebut sebagai ibadah.

“Dalam kitab suci Al Quran, ada sejumlah ayat yang menuntut manusia untuk menjaga lingkungannya. Saya rasa, ini juga terdapat di ajaran agama lain selain Islam,” katanya dalam program perbincangan Agama dan Masyarakat KBR. 

Alin juga menuturkan bahwa jihad seperti yang dilakukan oleh ISIS sudah tidak waktunya, namun yang diperlukan sekarang adalah jihad terhadap lingkungan.

"Kalau jihad dimaknai sebagai mati dijalan Allah itu mudah namun yang lebih sulit adalah hidup dijalan Allah, untuk itu apabila lingkungan mengancam kehidupan kita maka bagaimana kita bisa hidup di jalan Allah, untuk itu kita perlu berjihad," tuturnya.

Kerusakan lingkungan, lanjutnya, disebabkan oleh dua hal yang pertama dimaknai semua yang terjadi di alam ini karena tangan tuhan, kedua karena campur tangan manusia. "Ada dua teori yang menyebabkan kerusakan lingkungan dibumi ini yaitu karena kehendak pencipta (Theogenik) dan campur tangan manusia (Antropogenik)," lanjutnya.

Ia juga menambahkan, cinta Lingkungan, dengan tidak merusak dan menjaga ciptaan Allah yang lain merupakan cara berjihad yang kadang terlupakan. Membuang sampah pada tempatnya, merawat lingkungan tempat kita berteduh, dan lainnya adalah cara-cara berjihad dengan mencintai lingkungan.

Seiring karut-marut ekologis, rasanya perlu dikedepankan suatu pendekatan religius yang dikenal dengan istilah fikih lingkungan. Kata Alin, istilah fikih lingkungan memang sudah pernah digulirkan oleh KH Ali Yafie dalam bukunya Merintis Fikih Lingkungan Hidup (1994) dan KH Sahal Mahfudz lewat bukunya Nuansa Fikih Sosial (1994).

Fikih lingkungan memiliki asumsi bahwa fikih adalah hukum perilaku yang bertanggung jawab atas pernik-pernik perilaku manusia agar selalu berjalan dalam bingkai kebajikan dan kebijakan serta tidak mengganggu lingkungan, sehingga kemaslahatan dapat terwujud.

“Dalam kapasitas ini, kebenaran fikih diukur oleh relevansinya dalam menggiring masyarakat biotis ke arah yang lebih makmur, lestari, dan dinamis. Orientasi dan misi dari fikih lingkungan tidak lain adalah konservasi dan restorasi lingkungan, selaras dengan apa yang terkandung dalam ayat suci Al Quran,” katanya.

Sayangnya, masih banyak tokoh agama yang belum menjadikan isu lingkungan dalam dakwahnya. Ia mensinyalir, isu agama bukan isu yang dianggap ‘seksi’, sehingga banyak pendakwah atau pemuka agama yang belum memasukkan isu lingkungan dalam ceramahnya.

Tapi Alin tidak berkecil hati. Bersama teman-teman aktivisnya, ia sudah mulai menggandeng organisasi keagamaan agar para tokoh agama semakin banyak yang menggunakan isu lingkungan dalam setiap dakwahnya.

“Tokoh agama juga kami anggap memiliki peran yang besar dalam menyampaikan isu lingkungan. Kami beberapa kali bekerja sama dengan organisasi keagamaan, semisal NU dalam mengkampanyekan hal-hal yang berkaitan dengan lingkungan,” tutupnya.  

Editor: Malika

 

  • Agama dan masyarakat
  • fikih lingkungan
  • jihad
  • lingkungan

Komentar (0)

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!