BERITA

Negara Wajib Penuhi Kebutuhan Warganya untuk Melakukan Ibadah

Negara Wajib Penuhi Kebutuhan Warganya untuk Melakukan Ibadah
negara, rumah ibadah

Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) mencatat 85 persen rumah ibadah di Indonesia tak berizin. Tak terkecuali Gereja Huria Kristen Batak Protestan (HKBP) Setu di Bekasi yang sedang disegel oleh pemerintah daerah. Banyak rumah ibadah tak berizin itu karena bangunan itu didirikan berdasarkan kebutuhan. Bisa juga karena yang membangun tak paham prosedur. Apakah rumah ibadah yang tak berizin itu bisa dibongkar secara sepihak? Simak perbincangan KBR68H dengan Wakil Ketua I Komnas HAM Imdadun Rahmat dalam program Sarapan Pagi.

Catatan Komnas HAM ada sembilan puluhan rumah ibadah yang tidak berizin. Apakah Komnas HAM mengkhawatirkan bahwa mereka akan menjadi korban pembongkaran-pembongkaran berikutnya?

Kalau pendekatan kebijakan yang diterapkan pemerintah daerah itu adalah penegakan hukum formal. Kalau yang dihayati sebagai tugas atau mandat dari pemerintah daerah itu adalah untuk memfasilitasi hak beragama dari warganya, maka pendekatan hukum itu dikesampingkan. Karena seharusnya tugas negara itu memenuhi kebutuhan, memenuhi hak warga negaranya untuk melakukan berkeyakinan dan beribadah. Kita ingat namanya Indonesia itu bukan negara agama tetapi dia juga negara yang religius, artinya Indonesia ini negara disahkan konstitusi untuk bukan saja boleh membantu pelaksanaan peribadatan bagi warga negaranya tetapi juga punya kewajiban untuk mendukung itu. Ini harus diingat, sehingga terkait dengan rumah ibadah semangatnya adalah melayani bukan mempersempit apalagi mempersulit. Terkait dengan kenyataan bahwa sebagian besar rumah ibadah Indonesia itu tidak berizin, kalau pendekatannya adalah pendekatan hukum formal maka negara bukan lagi membantu akan memfasilitasi beribadah warga negaranya dalam bentuk menyediakan rumah ibadah. Tetapi justru akan membuat terkapar atau roboh rumah-rumah ibadah secara mandiri oleh warga negaranya, ini tidak benar cara berpikir seperti ini.

Terkait pembongkaran HKBP Setu beberapa waktu lalu Bupati Bekasi mangkir dari pemanggilan Komnas HAM, apa langkah lanjutan yang akan dilakukan Komnas HAM?
 
Akan kita panggil lagi. Disini bukan soal dia datang ke Komnas HAM atau tempat lain, tetapi soal kesediaan bupati untuk memberikan penjelasan kepada Komnas HAM terkait kebijakan yang ditempuh pemerintah daerah terkait dengan sengketa ruamh ibadah. Penjelasan kebijakan ini penting sehingga harus datang dari bupati sendiri sebagai pimpinan daerah, bukan hanya mengutus staf-stafnya. Staf-staf hanya bisa menjelaskan tentang hal-hal implementasi dari kebijakan tetapi kebijakan itu harus penjelasan dari bupati langsung sebagai pertanggungjawaban.

Ada saran dari masyarakat bahwa ketika Komnas HAM coba turun tangan menangani masalah-masalah rumah ibadah pamornya dipandang sebelah mata, maka disarankan bersinergi dengan lembaga-lembaga lain misalnya Komnas Perlindungan Anak atau Komnas Perempuan. Bagaimana?

Betul usaha kerjasama itu sudah kita lakukan. Contohnya terkait dengan penyelesaian Sampang, kami berkoordinasi sangat intensif dengan Komnas Perempuan, LPSK, dan Komnas Perlindungan Anak. Ini salah satu upaya yang kita lakukan, ketika kita menyadari bahwa keterbatasan wewenang yang diberikan oleh Undang-undang kepada Komnas HAM itu sangat terbatas. Misalnya ketika kita melakukan pemanggilan dan itu diabaikan, kita tidak memiliki hak yang dijamin Undang-undang untuk melakukan pemanggilan paksa kalau itu tidak mendapatkan rekomendasi dari pengadilan. Ke depan, dalam konteks upaya-upaya Komnas HAM yang moncer itu kita sedang mengusahakan untuk revisi Undang-undang agar kita punya hak paksa.           

  • negara
  • rumah ibadah

Komentar (0)

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!