BERITA

Koalisi LSM: Darurat Sipil Artinya Negara Tak Jamin Hak Dasar Warga

Koalisi LSM: Darurat Sipil Artinya Negara Tak Jamin Hak Dasar Warga

KBR, Jakarta - Awal pekan ini Presiden Jokowi menyatakan wabah Covid-19 perlu ditangani lewat penguatan physical distancing dan kebijakan Darurat Sipil.

Namun, rencana itu ditolak keras oleh sejumlah lembaga swadaya masyarakat (LSM) yang tergabung di Koalisi Masyarakat Sipil. Menurut Koalisi, status Darurat Sipil itu sama saja dengan lepas tangannya negara terhadap pemenuhan hak warga.

"Ketika menerapkan Darurat Sipil, negara terlepas dari kewajiban hukum menjamin hak-hak dasar masyarakat," terang perwakilan Koalisi dalam siaran persnya yang diterima KBR, Selasa (31/3/2020).

"Berbeda jika pemerintah mengeluarkan penetapan Bencana yang diatur dalam Pasal 8 UU No. 24/2007 dan penetapan Darurat Kesehatan Masyarakat, di mana negara terikat kewajiban hukum untuk menjamin ketersediaan sumber daya yang diperlukan," lanjutnya.

Atas pertimbangan tersebut, Koalisi Masyarakat Sipil mendesak pemerintah agar melakukan langkah-langkah berikut:

    <li>Hentikan rencana darurat sipil.</li>
    
    <li>Segera bentuk PP yang mengatur tentang Tata Cara Penentuan dan Pencabutan Status Darurat Kesehatan Masyarakat, serta Penanggulangan Kedaruratan Masyarakat.</li>
    
    <li>Segera tetapkan status Darurat Kesehatan Masyarakat dan berlakukan karantina wilayah.</li>
    
    <li>Jadikan ahli kesehatan masyarakat sebagai pucuk pimpinan penanganan Covid-19 dengan pelibatan seluas-luasnya sektor terkait dan juga daerah.</li></ul>
    


    Darurat Sipil itu Represif, Hanya Menguatkan Wewenang Penguasa

    Koalisi Masyarakat Sipil juga menyebut Perpu No.23/1959 tentang Keadaan Bahaya, yang menjadi landasan hukum bagi Darurat Sipil, bersifat represif dan memberi wewenang sangat besar kepada penguasa, seperti terlihat dalam pasal berikut:

      <li><b>Pasal 13</b>: mengadakan peraturan-peraturan untuk membatasi pertunjukan-pertunjukan, percetakan, penerbitan, pengumuman, penyampaian, penyimpanan, penyebaran, perdagangan, dan penempelan tulisan-tulisan berupa apa pun juga, lukisan-lukisan, klise-klise dan gambar-gambar.</li>
      
      <li><b>Pasal 14 (1)</b>: berhak atau dapat-menyuruh atas namanya pejabat-pejabat polisi atau pejabat-pejabat pengusut lainnya atau menggeledah tiap-tiap tempat, sekalipun bertentangan dengan kehendak yang mempunyai atau yang menepatinya, dengan menunjukkan surat perintah umum atau surat perintah istimewa.</li>
      
      <li><b>Pasal 15 (1)</b>: dapat menyuruh memeriksa dan menyita semua barang yang diduga atau akan dipakai untuk mengganggu keamanan serta membatasi atau melarang pemakaian barang itu.</li>
      
      <li><b>Pasal 17 (1)</b>: mengetahui semua berita-berita serta percakapan-percakapan yang dipercakapkan kepada kantor telepon atau kantor radio, pun melarang atau memutuskan pengiriman berita-berita atau percakapan-percakapan dengan perantaraan telepon atau radio.</li>
      
      <li><b>Pasal 20</b>: memeriksa badan dan pakaian tiap-tiap orang yang dicurigai serta menyuruh memeriksanya oleh pejabat-pejabat Polisi atau pejabat-pejabat pengusut lain.</li></ul>
      

      Koalisi juga menyinggung aturan Darurat Sipil hanya memberi wewenang kepada Presiden, dengan dibantu oleh:

        <li>Menteri Pertama</li>
        
        <li>Menteri Keamanan/Pertahanan</li>
        
        <li>Menteri Dalam Negeri dan Otonomi Daerah</li>
        
        <li>Menteri Luar Negeri</li>
        
        <li>Kepala Staf Angkatan Darat</li>
        
        <li>Kepala Staf Angkatan Laut</li>
        
        <li>Kepala Staf Angkatan Udara</li>
        
        <li>Kepala Kepolisian Negara</li></ul>
        

        "Jelas sekali tidak ada pejabat kesehatan masyarakat di dalamnya. Kalaupun pejabat tersebut dilibatkan, jelas sekali Darurat Sipil dibuat bukan untuk ancaman kedaruratan kesehatan masyarakat," kata Koalisi dalam siaran persnya.

        "Pendekatan Darurat Sipil hanya menandakan bahwa pemerintah panik dan frustrasi dengan kegagalannya sendiri menekan laju pandemik Covid-19," lanjut mereka.

        Editor: Agus Luqman

  • COVID-19
  • darurat sipil

Komentar (0)

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!