BERITA

WNA Masuk DPT, Kenapa Bisa?

WNA Masuk DPT, Kenapa Bisa?

KBR - Komisi Pemilihan Umum (KPU) kini punya pekerjaan tambahan: menyisir nama warga asing yang masuk Daftar Pemilih Tetap (DPT) Pemilu 2019. Jika ada nama WNA masuk DPT akan segera dicoret.

Anggota KPU Viryan Azis mengatakan KPU juga meminta bantuan masyarakat melaporkan jika ada nama WNA masuk DPT.


"KPU akan membuat WhatsApp center. Artinya kita akan pro aktif, merespon isu ini. Ini komitmen kami. KPU tidak ingin ada orang, mulai dari WNA atau WNI yang tidak memenuhi syarat masuk ke dalam DPT. Masyarakat bisa melaporkan dan kita akan langsung cek," kata Anggota KPU Viryan Azis saat dihubungi KBR, Jakarta, Jumat, (8/3/2019).


Untuk menampung laporan masyarakat, KPU membuka layanan pengaduan melalui aplikasi WhatsApp di nomor 0821-2353-5232.


Masyarakat dapat mengirim laporan dengan menyampaikan data WNA yang bersangkutan beserta foto KTP-elektroniknya. KPU berjanji menjaga kerahasiaan data WNA itu.


Selain membuka layanan pengaduan, KPU juga mengajak masyarakat memantau DPT dengan mengunjungi laman situs www.lindungihakpilihmu.kpu.go.id. Melalui laman itu, setiap orang dapat mengakses dan memeriksa pemilih berdasarkan nama, alamat dan TPS. Jika menemukan ada WNA di DPT itu, publik bisa melapor ke KPU.


"Untuk melindungi DPT bersih serta merawat kepercayaan publik, KPU mengintruksikan seluruh jajaran KPU di daerah untuk terus melakukan penyisiran dan memberi laporan harian,” kata Viryan Azis.


Viryan menegaskan KPU senantiasa proaktif  menyisir DPT. Selain menerima laporan dari Direktorat Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Dukcapil) Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), KPU juga menginstruksikan anggota KPU Daerah mencoret WNA dari DPT.


Bisa bertambah


Tidak hanya KPU. Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) juga bergerak menyisir warga asing dari DPT. Hingga 8 Maret lalu, Bawaslu mencatat ada 158 orang WNA diduga masuk daftar pemilih. Padahal mestinya tidak boleh.


Anggota Bawaslu Mochammad Afifuddin mengatakan kemungkinan besar jumlah itu bisa bertambah.


"Kemarin angkanya 210. Jadi termasuk data kita yang pernah kita rilis itu, tidak semuanya ada di data yang 101-103 yang dirilis KPU. Artinya potensi ini bisa bertambah. Pengecekan ini dilakukan, yang penting bagaimana data WNA tersebut apakah yang masuk 101 atau tidak, ini dibersihkan," kata Anggota Bawaslu RI, Mochammad Afifuddin, di Kantor Bawaslu RI, Rabu (13/03/2019).


Afifuddin menjelaskan masuknya WNA ke DPT disebabkan proses pencocokan dan penelitian (coklit) yang tidak seluruhnya dilakukan dengan cara mendatangi langsung dari rumah ke rumah sebagaimana yang diatur dalam perundang-undangan.


"Di situlah jantung coklit, kenapa kemudian DP4 dijadikan pertimbangan verifikasi faktual. Jika pencocokan penelitian ini berjalan baik, maka yang begini juga akan hilang. Pasti yang namanya coklit data begini ada melesetnya," kata Afifuddin.


Berdasarkan penelusuran Bawaslu, dari 10 rumah yang didatangi langsung oleh pengawas Pemilu, ada satu atau dua rumah saat coklit tidak didatangi Petugas. Hal ini mengakibatkan koreksi langsung terhadap status kewarganegaraan tidak dapat dilakukan.


Penyebab lainnya adalah petugas di lapangan belum sepenuhnya paham tentang larangan WNA menjadi pemilih. Petugas juga tidak mengetahui perbedaan KTP-elektronik untuk WNI dan warga asing.


Menurut Anggota KPU Viryan Azis hal itu dikarenakan Dukcapil tidak memberikan informasi terhadap perbedaan KTP-el untuk WNA. Karena itu ada kesalahan pencocokan.


"Sepengetahuan kami belum pernah ada penjelasan bahwa KTP-el WNA sebagai penduduk Indonesia itu warnanya sama seperti WNI. Kita belum pernah dapat penjelasan dari Dukcapil. Saya pikir bukan cuma kami, mungkin banyak pihak yang belum mendapatkan informasi itu. Setelah kejadian ini kita baru tahu," kata Viryan.


Sejauh ini KPU sudah mencoret lebih dari 100 nama warga asing yang masuk DPT.

Perbedaan

Sejatinya tidak ada larangan bagi warga asing di Indonesia memiliki KTP elektronik. Bahkan sifatnya wajib, bagi WNA yang memiliki izin tinggal. Wakil Presiden Jusuf Kalla mengatakan KTP elektronik itu dijadikan kartu identitas diri sebagai pengganti paspor untuk dibawa sehari-hari.

“Biasanya paspornya itu tidak dibawa terus menerus. Karena takut hilang, jadi paspor disimpan. Tapi kan dia perlu ID, identitas. Karena itu dikeluarkanlah identitas itu. palagi kalau dia kerja setahun, masa bawa paspor terus menerus? Karena itu KTP elektronik itu pengganti paspor dia sebenarnya. Jadi warga negara kita yang juga ada izin tinggal di luar negeri juga mendapat semacam itu,” ujar Jusuf Kalla, kepada wartawan di kantornya, Selasa (5/2/2019).


Meski begitu Jusuf Kalla menyarankan agar KTP elektronik bagi WNA menggunakan warna lain agar mudah dibedakan dari KTP WNI. Dengan begitu, tidak menimbulkan kesalahpahaman di masyarakat hingga secara tidak sengaja masuk dalam daftar pemilih.


Usulan KTP warna berbeda untuk warga asing juga dilontarkan sejumlah pihak lain. Termasuk DPR. Usulan itu disambut baik Kementerian Dalam Negeri. Juru Bicara Kemendagri Bahtiar mengatakan usulan tersebut akan dipertimbangkan.  


"Saya kira itu masukan positif, menjadi pertimbangan kita. Teman-teman Dukcapil mencermati betul itu. Supaya ada kemudahan pembedaan di lapangan secara teknis. Jadi pelayanan KTP elektronik untuk warga negara asing masih tetap dilakukan, tetapi untuk pemberian fisiknya itu ditunda. Sambil dikaji kemungkinan ada pemberian perbedaan warna untuk yang KTP elektronik warga negara Indonesia dengan warga negara asing yang telah memiliki izin tinggal tetap," tutur Bahtiar kepada KBR, Minggu (3/3/2019).


Juru bicara Kementerian Dalam Negeri Bahtiar mengatakan kepemilikan KTP untuk warga asing diatur Undang-undang Kependudukan. WNA yang berhak mendapatkan KTP adalah yang memiliki izin tinggal tetap berdasarkan peraturan imigrasi. Akan tetapi WNA tersebut tidak memiliki hak pilih pada pemilu.


Berdasarkan data Direktorat Jenderal Kependudukan dan Catatan Sipil Kemendagri, hingga saat ini pemerintah sudah mengeluarkan 1.600 KTP elektronik bagi warga asing. Paling banyak warga asing pemilik KTP elektronik itu ada di Bali, Jawa Barat, Jawa Tengah dan Jawa Timur.


Selama ini perbedaan KTP elektronik untuk warga asing adalah data di KTP itu ditulis dalam bahasa Inggris, ada keterangan kewarganegaraan pemilik serta dilengkapi masa berlaku sesuai Kartu Izin Tinggal Tetap.

 

  • Pemilu 2019
  • KTP elektronik
  • e-KTP
  • KTP-el WNA
  • DPT
  • KPU
  • Bawaslu
  • Kemendagri

Komentar (0)

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!