BERITA

Survei Netralitas KPU, Ini Tanggapan 2 Timses Pilpres 2019

Survei Netralitas KPU, Ini Tanggapan 2 Timses Pilpres 2019

KBR, Jakarta- Survei Lembaga riset Saiful Mujani atau SMRC  akhir Januari menemukan 11 persen responden kurang  yakin KPU mampu menyelenggarakan pemilu sesuai aturan.  Survei  Pemilu Presiden, dikaitkan dengan integritas dua institusi penyelenggara Pemilu, yaitu KPU dan Bawaslu.

Dari hasil wawancara, dengan lebih dari 1.600 responden, SMRC menemukan jumlah orang yang ragu mencapai sekitar 25 juta orang. Direktur Riset SMRC, Deni Irvani menilai, jumlah  itu, bisa sangat menyulitkan KPU dan Bawaslu, andai mereka termobilisasi.

"Kesimpulan beberapa hal, umumnya publik percaya bahwa KPU dan Bawaslu bisa menjalankan kewajiban sebagai penyelenggara KPU sesuai dengan undang-undang. Yang negatif terhadap KPU dan Bawaslu hanya sekitar 11-13 persen saja. Yang 13 persen secara khusus, adalah soal KPU tidak netral, jauh lebih banyak yang mengatakan KPU netral, tetapi 13% dari total jumlah pemilih yang 190 juta, itu jumlahnya cukup besar juga, 25 juta orang. Artinya sangat besar kalau ini dimobilisasi," tutur Deni di kantor SMRC, Cikini, Menteng, Jakarta Pusat, Minggu, (10/3/2019).


SMRC mengambil responden sejumlah 1.600-an responden, prosentase pendukung kubu “Jokowi-Ma’ruf”, yang meragukan kemampuan KPU, hanya 4 sampai 5 persen. Sedangkan, pendukung kubu “Prabowo-Sandi”, yang tidak yakin dengan kemampuan KPU, jumlahnya jauh lebih besar, yaitu 23 sampai 25 persen. Ketimpangan prosentase dari kedua kubu itu, juga tertuju ke performa BAWASLU. Karena, hanya 5 sampai 6 persen pendukung “Jokowi-Ma’ruf”, yang kurang atau tidak yakin, dengan kemampuan Bawaslu. Sementara itu, dari kubu “Prabowo-Sandi”, prosentasenya besar sekali, yaitu 19 sampai 21 persen.


Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo Subianto-Sandiaga Uno menilai wajar hasil survei yang menyebut masyarakat kurang mempercayai integritas penyelenggara Pemilu, yakni KPU dan Bawaslu. Juru bicara BPN Prabowo-Sandiaga, Leida Hanifa, mengatakan, masyarakat melihat kecenderungan KPU dan Bawaslu yang tak adil menyikapi kedua pasangan calon presiden dan wakil presiden.

Ia menyarankan KPU dan Bawaslu membuktikan integritasnya pada publik dalam penyelenggaraan Pilpres dan Pileg tahun ini.

"Dengan beberapa kejadian di lapangan, mungkin orang akhirnya kemudian jadi punya persepsi begitu. Misalnya, 'Kalau yang ini dipanggil, yang ini enggak. Yang ini diproses, yang ini enggak'. Orang kan biasanya membanding-bandingkan secara sederhana, enggak lihat case-nya. Itu yang saya bilang tantangannya," kata Leida kepada KBR, Minggu (10/03/2019).


Leida mengatakan, KPU dan Bawaslu harus membuktikan integritasnya pada publik, dengan tak berat sebelah pada calon inkumben. Misalnya pada Bawaslu, Leida berkata, masyarakat ingin melihat penyelesaian kasus pelanggaran Pemilu berjalan adil dan terbuka.


Adapun pada KPU, kata Leida, tantangan terbesarnya adalah saat penghitungan hasil suara, yang jumlahnya mencapai 192 juta suara. Leida mengingatkan KPU menjalankan tahapan tersebut dengan hati-hati, agar tak menimbulkan masalah di kemudian hari.


Sementara itu, Tim Kampanye Nasional (TKN) Jokowi-Ma'ruf Amin menilai kinerja serta integritas Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), sejauh ini masih berjalan baik. Juru Bicara Tim Kampanye Nasional (TKN), Arya Sinulingga   masih menganggap KPU dan Bawaslu cukup berintegritas   dalam menjalankan segala proses penyelenggaraan pemilu.

Meski begitu, dia menyebut bahwa KPU dan Bawaslu masih tetap harus lebih membuktikan kinerja-kinerjanya dengan lebih baik lagi, agar tidak mudah diterpa dengan isu-isu, yang bertujuan mendeletigimasi kedua institusi penyelenggara pemilu tersebut.

"Sampai hari ini masih oke ya (KPU dan Bawaslu), bukan kita apa-apa ya, tapi toh kita juga pernah kena tegur juga. Ya masing-masing pihak sudah mendapat (teguran) ini. Itu saja, artinya memang sampai hari ini masih dalam track yang benar. Saya sih berharap semua pihak, jangan melakukan pendelegitimasian terhadap pemilu, Kita harapkan masyarakat jangan terpengaruh, semua pihak menjaga diri. KPU juga harus membuktikan juga dengan kinerja-kinerjanya. Pihak 01 juga demikian, dari pihak 02 juga harus seperti itu," kata Arya kepada KBR, Minggu, (10/3/2019).


Arya melihat selama ini,  ada pihak-pihak yang sengaja mendeletigimasi kinerja KPU dan Bawaslu, sehingga dengan penggiringan opini membuat  masyarakat tidak memercayainya. Namun begitu, dia yakin KPU dan Bawaslu akan tetap netral dalam menjalankan proses pemilu.

Dia meminta seluruh pihak untuk terus mendukung KPU serta Bawaslu, dan para pihak menahan diri dengan tidak mendeletigimasi keduanya.

"Selama ini dibangun sebuah pendelegitimasian oleh pihak-pihak tertentu terhadap KPU, dalam rangka pemilu. Selama ini dikumandangkan terus begitu,  jadi 13 persen itu ya adalah hasil dari kampanye oleh pihak-pihak tertentu bahwa KPU tidak netral, dan itu delegitimasi terhadap KPU. Banyak tergiring opini oleh pihak-pihak yang berusaha mendiletigimasi KPU kan sejak awal mulai dari tujuh kontainer, mengatakan tidak professional, kalau kalah berarti KPU curang, itulah hal-hal yang mendiletigimasi KPU," ujar Arya.


Menanggapi survei itu Komisi Pemilihan Umum (KPU) menyatakan berkomitmen   tetap menjaga serta meningkatkan integritas dan kapabilitas pemilu 2019. Komisioner KPU, Hasyim Asy'ari menyatakan pelbagai persoalan yang menguji integritas KPU merupakan tantangan terhadap lembaganya untuk mendapatkan kepercayaan dari peserta pemilu, maupun para pemilih.

Menurutnya, berbagai isu seperti kabar surat suara yang sudah dicoblos dalam tujuh kontainer  harus disosialisasikan permasalahan serta penanganannya agar tidak ada pihak yang dirugikan.

"Terhadap isu surat suara yang sudah dicoblos ternyata bukan, sebagian besar kan tidak percaya ya dan memang nyatanya tidak ada. Kemudian yang kedua, berkaitan dengan netralitas KPU kan sebagian besar publik juga percaya dengan KPU. Nah jadi problem, tantangan bagi KPU adalah soal keamanan kotak suara yang berbahan dari karton itu," tutur Hasyim di kantor SMRC, Cikini, Menteng, Jakarta Pusat, Minggu, (10/4/2019).


Hasyim menjelaskan bahwa netralitas pada KPU diragukan karena publik menempati KPU sebagai eksekutif seperti Presiden. Padahal, eksekutif berarti pelaksana undang-undang, dalam ranah tersebut KPU memiliki persamaan dengan Presiden.

Dia mengatakan, KPU  independen atau mandiri, sehingga bukan bagian dari pemerintah. Hasyim juga mengatakan bahwa personil yang mengisi KPU bukanlah orang-orang yang tercatat sebagai praktisi partai politik.

Editor: Rony Sitanggang

  • KPU
  • Pilpres 2019
  • smrc

Komentar (0)

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!