BERITA

Ketua Komnas HAM Bela Persma 'Suara USU'

"“Kami sangat menyesalkan kejadian itu. Saya sudah baca cerpen itu. Menurut saya tidak ada yang membahayakan," kata Ketua Komnas HAM Taufan Damanik."

Ryan Suhendra, Dwi Reinjani

Ketua Komnas HAM Bela Persma 'Suara USU'
Laman situs persma Suara USU yang menampilkan cerpen bertema LGBT.

KBR, Jakarta – Ketua Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM), Ahmad Taufan Damanik menyesalkan terjadinya pemberhentian semua pengurus media suara Universitas Sumatera Utara (USU).

Buntut dari pemberhentian itu dikarenakan semua anggota pengurus Suara USU sepakat satu suara jika tidak ada kesalahan dari cerpen berjudul 'Ketika Semua Menolak Kehadiran Diriku di Dekatnya'. Cerpen itu sebelumnya diduga mengenai kelompok lesbian gay biseksual transgender (LGBT).


Taufan mengatakan ia membaca cerpen itu sebanyak dua kali dan tidak menemukan masalah atau propaganda untuk mengajak pembaca ke arah LGBT.


“Kami sangat menyesalkan kejadian itu. Saya sudah baca cerpen itu. Menurut saya tidak ada yang membahayakan, karena itu adalah tulisan. Dia kan ingin menyampaikan. Kalau pun kita anggap sesuatu bukan fiksi, iya. Tapi misalnya pengalaman pribadi atau pengalaman seseorang yang ditulis oleh penulisnya, kan dia hanya menjelaskan bagaimana sesuatu yang dia alami; dia sebagai seorang lesbian, bagaimana dia terkucil, di sini dianggap salah, di sana dianggap salah. Jadi, ini kan keluhan hatinya,” kata Taufan kepada KBR, Jakarta, Selasa (26/3/2019).


Taufan Damanik yang juga merupakan dosen USU memuji cerpen tersebut. Tulisan itu, menurut dia, menunjukkan pengetahuan baru yang musti dipahami siapa pun.


Dia berujar, pemberhentian pengurus Suara USU juga mengakibatkan penghambatan kreativitas dari mahasiswa.


“Kalau kita mau katakan secara sosiologis, ini kan berarti 'dunia lain'. Bahwa kita nggak pernah tahu ada orang dengan kisah hidup seperti itu. Ditulis dengan cerpen, sangat bagus dan dipublikasikan di dalam Suara USU yang kita ketahui juga reputasinya,” kata Taufan Damanik.


Anggota Komnas HAM, Amiruddin Al Rahab juga berpendapat semestinya Rektorat USU menghargai kebebasan berekspresi pers mahasiswa di lingkungan kampus.


“Semestinya rektor menghargai kebebasan berekspresi pers mahasiswa di kampus. Jadi, nggak perlu membubarkan atau apalah,” kata Amir kepada KBR, Jakarta, Selasa (26/3/2019).


Sebagai institusi pendidikan, kata Amir, sudah seyogianya mengedepankan diskusi dibandingkan menunjukkan kekuasaan.


Amir memandang, pembubaran struktur keredaksian Suara USU sebagai sesuatu yang salah dan tidak tepat.


“Universitas, yang namanya civitas akademika adalah tempat untuk orang mengeluarkan gagasan dan gagasannya diuji dengan gagasan di kampus itu. Jadi, nggak bisa main larang-larang sembarang di kampus. Mesti dibuka ruang diskusi. Nah, di dalam ruang diskusi itulah kebebasan berekspresi orang dan pendapat masing-masing pihak bisa saling mendengar dan saling memahaminya,” tukas Amiruddin Al Rahab.


Baca juga:

Dialog


Organisasi Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Medan meminta Dewan Pers turut mengambil sikap dalam kasus pencopotan struktur keredaksian pers mahasiswa Universitas Sumatera Utara.


Sebelumnya Rektor Universitas Sumatera Utara Runtung Sitepu merombak total struktur redaksi persma Suara USU dengan alasan memuat cerita pendek (cerpen) tentang lesbian gay biseksual dan transgender (LGBT). Situs suarausu.co juga sempat ditutup meski kemudian bisa diakses lagi.


Ketua AJI Medan, Liston Damanik mengatakan penutupan situs suarausu.co dan pencopotan anggota redaksinya merupakan sikap berlebihan. Menurut Liston, seharusnya pihak kampus melakukan pendekatan kepada pengelola media kampus itu, dan tidak melakukan langkah represif.


"Dalam penanganannya harusnya ada diskusi. Kalaupun dia salah, kalau menurut saya sih, namanya mahasiswa juga masih belajar, hukumannya tidak seperti itu. Dan belasan anggota persma itu berarti kan semua. Semua aktivis itu dicopot. Rektorat harusnya tahu di redaksi sebuah persma itu cukup plural, majemuk. Jangan pukul rata semua dicopot. Itu keputusan yang aneh," kata Liston, saat dihubungi KBR, Selasa (26/3/2019).


Liston mengatakan AJI Medan sudah mengeluarkan petisi agar rektor membuka kembali situs berita suarausu.com dan meminta Dewan Pers turun tangan mengatasi masalah ini.


Anggota Dewan Pers, Hendry Bangun menyayangkan sikap Rektorat Kampus USU. Meski begitu, Hendry mengatakan masalah itu menjadi keputusan kampus karena pers mahasiswa berada di bawah rektorat.


"Kalau secara prinsip, mestinya diajak ngomong dulu semua. Paling bagus begitu. Ada komunikasi, ada dialog agar semuanya paham. Tetapi kalau kewenangan ya itu kewenangannya Rektor. Hanya saja sebaiknya temen-temen ini diberi tahu salahnya di mana," kata Hendry, saat dihubungi KBR, Selasa (26/3/2019).


Bahkan kata Hendry, sebuah cerpen yang merupakan karya fiksi seharusnya tidak lantas diinterpretasikan sebagai ajakan atau publikasi suatu golongan.


"Kalau itu karya fiksi ya nggak bisa ditanggapi seperti itu dong. Jangan dianggap sebagai keadaan nyata. Lagi pula, itu kan kebijakan redaksi, seharusnya pihak rektor memanggil dan diingatkan dulu jangan langsung melakukan tindakan taktis. Itu kurang mendidik," kata Hendry.


Baca juga:


Editor: Agus Luqman 

  • LGBT
  • diskriminasi LGBT
  • Suara USU
  • Komnas HAM

Komentar (0)

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!