HEADLINE

Tak Libatkan Nelayan Bahas Reklamasi, Pemerintah Dituduh Abaikan Imbauan PBB

Tak Libatkan Nelayan Bahas Reklamasi, Pemerintah Dituduh Abaikan Imbauan PBB


KBR, Jakarta - Pemerintah tak mematuhi imbauan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) mengenai syarat-syarat kebijakan pembangunan di negara berkembang. Ini menyusul pembahasan kelanjutan proyek reklamasi di Teluk Jakarta dan NCICD yang tak melibatkan masyarakat terdampak, terutama nelayan.

Padahal pertengahan 2016, pemerintah telah menerima makalah kebijakan dari Koalisi Pakar Independen berisi risiko dan rekomendasi solusi proyek reklamasi dan NCICD. Salah satunya, kata anggota tim pakar Henny Warsilah, mengingatkan partisipasi masyarakat dalam pelaksanaan kebijakan.


"PBB sudah menyarankan pembangunan di negara berkembang sebaiknya mengacu ke paradigma pembangunan inklusif yakni menyertakan partisipasi masyarakat, demokrasi ditegakkan, tidak boleh melanggar hak asasi masyarakat tinggal di kota. Terhadap pekerjaan, pendidikan, kesehatan, intinya kesejahteraan masyarakat," papar Henny kepada KBR, Selasa (7/3/2017).


Sebab, sekitar 17 ribu nelayan di Teluk Jakarta akan terdampak apabila proyek tersebut berlanjut. Ditambah, solusi pemerintah mengenai rumah susun untuk nelayan, dianggap tak tepat. Pasalnya, lokasi rusun terlalu jauh dari tempat asal.


"Artinya mereka kehilangan pekerjaan. Jadi kan timbul problem sosial yang baru. Kalaupun dibikinkan rumah susun, ya harus yang akomodatif dengan kehidupan mereka sebagai nelayan. Di mana bisa menyimpan kapal," tutur Henny.


Peneliti LIPI ini menambahkan, rekomendasi lain dalam makalah kebijakan adalah penghentian sementara reklamasi Pulau G dan F. Proyek bisa berlanjut hanya jika dokumen Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (Amdal) diperbaiki.


"Kalau pemerintah mau mengambil kebijakan baru, harus berdasarkan kajian itu. Betul tidak sih Jakarta membutuhkan bangunan-bangunan baru sebanyak itu?" tukas Henny.


Makalah Kebijakan yang disusun akademisi, peneliti dan perwakilan koalisi masyarakat lintas bidang dan instansi itu memuat poin-poin masalah apabila reklamasi dan NCICD dilanjutkan. Di antaranya, potensi pencemaran air dan turunnya permukaan tanah.


"Kalau dibebani gedung-gedung tinggi yang menampung 650.000 pendatang baru, itu akan semakin amblas. Lalu masalah pencemaran air, kalau semua terbenteng, air tidak bisa masuk ke laut secara normal. Maka air akan kembali ke pusat kota, dan itu daerah sana bisa tenggelam. Jadi memang ada berbagai masalah secara fisik, sosial dan pencemaran."


Karena itu pula, tim pakar juga merekomendasikan agar Giant Sea Wall (Tanggul Raksasa) tidak seluruhnya dibeton. Ini dilakukan untuk mengantisipasi hilangnya daerah tangkapan nelayan dan terancamnya ekosistem pesisir.


"Jangan ditembok semua. Giant Sea Wall itu jangan semuanya dilakukan, karena arus balik air takkan terjadi. Kalau banjir bandang air akan tergenang di sekitar situ," tambahnya lagi.


Koalisi Pakar Independen ini telah menyerahkan Makalah Kebijakan (policy paper) ke Badan Perencanaan Pembangunan Nasional dan Kantor Staf Kepresidenan. Namun, setelah itu para pakar tak lagi dimintai pendapat mengenai kelanjutan proyek.


Hasil kajian pun hingga kini belum dibeberkan ke publik. "Harusnya kajian itu dilakukan terbuka, karena para ahli itu tidak hanya di Bappenas. Tapi sebaiknya Bappenas terbuka, mengajak kami, dari perguruan tinggi dan LIPI. Kalau tertutup, tidak ada kritik dari akademisi lain."


Sementara itu, Koalisi Selamatkan Teluk Jakarta menegaskan tidak akan berkompromi mengenai kelanjutan proyek reklamasi. Perwakilan koalisi, Marthin Hadiwinata, mengatakan mereka tetap menuntut agar proyek reklamasi di Teluk Jakarta itu dihentikan.


"Kami tidak berkompromi dalam posisi masyarakat terhadap proyek reklamasi Teluk Jakarta. Kalau kami berikan rekomendasi berarti kami secara tidak langsung berkompromi dengan pembangunan proyek yang nyata-nyata sudah melanggar hukum dari awal. Tetapi yang patut diperhatikan adalah peruntukan proyek ini tidak pernah memastikan ruang dari masyarakat untuk menentukan pemanfaatannya ini seperti apa," ujar Marthin kepada KBR, Selasa (7/3/2017).


Hari ini, Badan Perencanaan Pembangunan Nasional(Bappenas) akan menyerahkan hasil kajian reklamasi Teluk Jakarta kepada Kemenko Maritim. Marthin pun pesimistis hasil kajian itu akan bisa menghentikan reklamasi di Teluk Jakarta.


Pasalnya, menurut Marthin, selama ini pemerintah tidak pernah membuka ruang bagi masyarakat untuk menyuarakan perhatiannya pada reklamasi Teluk Jakarta. Koalisi sendiri bersama nelayan telah berulang kali meminta agar pembahasan proyek ini melibatkan nelayan.


Terakhir, saat menemui Direktur Pencegahan Dampak Lingkungan KLHK, Laksmi Wijayanti, Laksmi menjanjikan akan meneruskan keinginan para nelayan tersebut. Namun sampai hari ini, menurut Marthin, ruang komunikasi itu belum dibuka.





Editor: Quinawaty 

  • reklamasi teluk jakarta
  • NCICD
  • Koalisi Selamatkan Teluk Jakarta
  • giant sea wall

Komentar (0)

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!