BERITA

Sidang Amdal Pulau C dan D, HNSI Tolak Reklamasi

Sidang Amdal Pulau C dan D, HNSI Tolak Reklamasi


KBR, Jakarta- Dewan Pengurus PUsat (DPP) Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia (HNSI) hingga semalam belum menerima undangan sidang analisis dampak lingkungan (Amdal) reklamasi pulau C dan D. Padahal  DPP HNSI Jakarta  menjadi salah satu yang diundang.

Ketua DPP HNSI Jakarta, Iyan Natasasmita mengatakan sikap HNSI tetap menolak reklamasi di Teluk Jakarta. Alasannya, kata Iyan reklamasi tidak punya manfaat apa-apa untuk rakyat kecil. Terutama nelayan. Reklamasi juga sudah terbukti merusak lingkungan dan potensi banjir Jakarta semakin besar.


"Manfaatnya apa reklamasi itu. Khusus untuk nelayan tidak ada. Omong kosong ya. Itu khusus untuk pengusaha besar. Mambangun vila, membangun segala macam di situ. Itu konyol. Padahal itu tempat mata pencaharian nelayan sebanyak 25 ribu keluarga," ujarnya melalui sambungan telepon.


Proses amdal PT KNI dia nilai cacat, "ketika buat Amdal, sudah ada belum zonasi lautnya. Tidak boleh undang-undangnya. Kita harus buat peraturan daerahnya. DPRD kemarin tidak sanggup katanya, diserahkan kepada DPRD mendatang. Bagaimana coba."

HNSI juga mengkritik rencana pemerintah yang akan membuat satu pulau khusus nelayan. Langkah itu, klaimnya hanya akan mematikan ekonomi para nelayan.

"Itu ngawur dong. Orang juga ngitung. Ekonominya mati, tidak bisa bergerak. Apalagi mau dibangun rumah susun. Lihat Muara Angke, amburadul."

Penolakan juga datang dari  Wahana Lingkungan Hidup (WALHI). Manajer Program dan Kampanye WALHI Jakarta, Zulpriadi menjelaskan, sikap tersebut akan disampaikan dalam sidang Amdal.  Sidang tersebut diselenggarakan oleh Pemerintah Provinsi DKI, dengan mengundang sejumlah pihak terkait, termasuk pengembang dan warga terdampak.

Zulpriadi menjelaskan, selama ini WALHI menganggap proses Amdal  yang disusun hanya akal-akalan. Sebab fakta di lapangan kata Zul, bangunan sudah berdiri.


"Kami tetap tegas untuk menolak, karena sudah banyak peraturan yang dilanggar oleh Pemerintah Provinsi DKI terkait proses Amdalnya belum selesai, tapi fakta di lapangan sudah ada berdiri bangunan yang telah dibangun. Ini sama saja dengan pengangkangan perundang-undangan yang ada," ujarnya saat dihubungi KBR melalui sambungan telepon.

Sementara itu nelayan di Kelurahan Kamal Muara meminta pemerintah membenahi kampung  mereka. Keluarahan Kamal Muara merupakan kampung nelayan terdampak reklamasi Pulau C dan D. Kampung ini hanya berjarak 300an meter dari kanal-kanal pulau PT Kapuk Naga Indah (KNI).

Ketua Lembaga Musyawarah Kelurahan (LMK) Kamal Muara, Irfan Fakhrudin Kurniawan mengatakan nelayan tidak punya pilihan selain menerima reklamasi. Asalkan, ada jaminan kesejahteraan bagi nelayan. Termasuk akses mereka ketika melaut. Semua permintaan itu, kata Irfan akan disampaikan pada sidang   analisis dampak lingkungan (Amdal) pulau C dan D Kamis ini.


"Masyarakat nelayan tidak mungkin pindah dari lautnya. Yang kita inginkan adalah nelayan itu tetap ada tetap eksis di Kamal Muara. Soal pulau khusus nelayan, sebenarnya di wilayah kita bisa diubah terlihat lebih rapi, diubah imej bahwa hunian itu kumuh dan kotor," tuturnya.


Irfan mengakui adanya pembangunan pulau C dan D sejak 2012 lalu, sempat mempersulit nelayan melaut. Semisal pembangunan mengakibatkan pendangkalan air laut. Namun, saat melaporkan ke pihak pengembang, anak perusahaan Agung Sedayu Grup itu pun langsung melakukan pengerukan.


"Kita ini masyarakat Kamal Muara. Kalau di Muara Angke dan lainnya baru satu pulau doang. Dia mah enak-enak aja. Tolak reklamasi, ketika memang reklamasi tidak dilaksanakan, kondisi alamnya masih tetap seperti awal. Kalau kita? dua pulau sudah ada di hadapan kita. Kalau itu dihentikan misalnya, mau digali lagi?," ujarnya kepada KBR, Rabu (29/3/2017)


"Kalau bicara menganggu, pastinya iya. Tidak mungkin ada pembangunan sedemikian besar terganggu. Tapi kalau dibilang mempersulit tidak. Karena alur kapal tetap ada." Ujar Irfan.


Selain Irfan, ada tiga rekannya yang juga mendapat undangan. Undangan itu kata dia diberikan Rabu siang   tanpa ada draf dokumen Amdalnya.

Catatan KLHK

Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) memberikan sejumlah catatan dalam Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS) Pantura kepada Pemerintah Provinsi DKI Jakarta. Namun Menteri LHK, Siti Nurbaya Bakar, belum bisa menjabarkan catatan-catatan tersebut.

"Sekarang posisi terakhirnya dia sudah buat. Kita lagi beri catatan-catatannya. Rencananya akhir Maret ini diberikan. Kan dia membutuhkan catatan itu untuk melangkah terkait zonasi yang di rancangan Perda-nya," kata Siti di Komplek DPR RI, Rabu (29/03/17).


Sementara itu, Siti enggan mengomentari upaya banding Pemprov DKI terhadap putusan banding Pulau F, Pulau I, dan Pulau K di Teluk Jakarta. Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta telah mencabut izin reklamasi tiga pulau tersebut.


"Ke DKI aja deh, aku tugasnya selesain KLHS agar DKI tahu melangkah kemana," ujarnya.


Pemerintah Provinsi DKI Jakarta sudah menggelar uji publik KLHS Pantura, pada 10 Maret lalu. Pemerintah DKI memamparkan sejumlah kajian, salah satunya soal kontribusi perusahaan untuk pantai publik.


Pemerintah mewajibkan perusahaan memberikan 10 persen dari tiap luasan pulau reklamasi, dan lima persen dari luas total reklamasi untuk sarana publik.

Editor: Rony Sitanggang 

  • Ketua DPP HNSI Jakarta
  • Iyan Natasasmita

Komentar (0)

KBR percaya pembaca situs ini adalah orang-orang yang cerdas dan terpelajar. Karena itu mari kita gunakan kata-kata yang santun di dalam kolom komentar ini. Kalimat yang sopan, menjauhi prasangka SARA (suku, agama, ras dan antargolongan), pasti akan lebih didengar. Yuk, kita praktikkan!